BAB 5

21.7K 1.5K 15
                                    

“Kak, hari ini kakak ketemu Mas Vano?” tanya Neina sejenak. Siapa tahu kakaknya ingin bertamu ke rumah orang tuanya Pak Farraz sehingga Neina bisa menitipkan payung yang dipinjamnya sore itu.

Adel menggeleng pelan. “Enggak sih. Paling ke rumahnya Tante Ola aja mau kasih brownies titipan Mamah.”

Mata Neina melebar seketika. “Kalau gitu aku titip sesuatu ya?”

“Titip apa?” tanya Adel curiga sambil menyipitkan mata.

“Sebentar!” Neina segera berlari dan kembali dengan membawa sebuah payung berwarna putih. “Ini tolong kasih sama Pak Farraz.”

“Heh? Sejak kapan payung Mas Farraz sama kamu?”

Neina berdecak. “Udah kakak kasih aja ya?”

“Kasih sendiri ah, dek. Lagian Mas Farraz nggak tinggal sama orang tuanya. Dia tinggal sendiri di rumahnya setahu kakak.”

Neina lagi-lagi berdecak. “Ya sudah nggak pa-pa. Ntar kakak titipkan saja sama orang tua Pak Farraz.”

Memutar bola matanya Adel memilih mengiyakan daripada harus berdebat dengan adik bawelnya ini. “Emang kamu hari ini nggak ngampus?”

“Nanti jam dua.”

“Kan tinggal kamu kasih sendiri sama Mas Farraz di kampus.”

Neina menggeleng pelan. “Aku nggak ketemu sama dia. Lagian kalau anak-anak yang lain lihat, bisa berpikir macam-macam mereka.”

Adel mengedikkan bahunya. “Berpikir macam-macam juga kamu nggak rugi. Toh, Mas Farraz adalah paket complete seorang pria impian wanita.”

“Udah sana pergi! Keburu browniesnya dingin tuh.” Neina langsung mengusir kakaknya untuk segera pergi.

“Iya bawel! Bye, Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

*

Siang ini dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas dengan gontai. Ia benar-benar merasakan tidak enak badan sejak kemarin karena kepalanya mendadak pusing. Bahkan Neina merasa mulai bersin dan pilek. Mungkin memang cuaca sedang tidak mendukung yang kadang terasa panas banget kemudian sorenya langsung hujan tiba-tiba.

“Lo baik-baik aja, Na?” tanya Jihan saat melihat wajah Neina pucat.

Neina mengangguk. “Gue baik-baik aja kok.”

“Yakin?” Jihan tampaknya tidak mudah mempercayai temannya ini. Namun, melihat Neina mengangguk, Jihan pun tidak bertanya apapun lagi.

Neina memainkan pulpennya sambil menunggu dosen masuk. Seorang wanita muda yang baru saja menikah masuk untuk memberikan materi hari ini. Mata kuliah hari ini cuma satu dan hanya 2 sks saja sehingga Neina bisa pulang lebih cepat.

Setelah diberikan penjelasan materi dan sebagainya mengenai bioteknologi kedokteran tentang cloning, pembuatan vaksin, pembuatan antibiotik, rekombinasi DNA dan lain sebagainya. Mereka minta mengulas kembali di rumah mengenai hal-hal di atas.

Selesai pelajaran tentang bioteknologi, Neina kini menyandarkan wajahnya ke meja membiarkan pipinya menempel disana. Kepalanya benar-benar pusing seketika sehingga untuk berdiri saja terasa sangat berat.

“Na, gue anter aja mau?” Jihan menawar saat ia meraba kening Neina yang terasa panas. “Lo demam ini.”

“Nggak apa-apa. Lo pulang aja duluan ntar gue bisa telepon abang gue kok. Kebetulan dia juga di rumah.” Neina memang tidak membawa mobilnya sendiri dan tadi dia minta diantar oleh abangnya karena memang firasatnya dari rumah sudah tidak enak dan tidak akan sanggup bawa mobil sendirian.

My Husband is Duda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang