Satu minggu berlalu, Jeno tidak pernah lagi mengunjunginya. Elora memiliki beberapa pikiran buruk yang sangat mengganggu kerjaannya, seperti apakah ada yang terjadi dengan Jeno atau apakah Jeno melupakannya. Pikiran terakhir itu sangat Elora takuti.
Gadis itu tidak bisa bekerja dengan tenang karena terakhir kali Jeno bilang bahwa dia akan kembali kesini, tapi ternyata hingga seminggu kemudian dia tidak pernah kembali.
"Lizi, mengapa Jeno belum juga kemari?"
Elora melirik Lizi yang sedang tiduran di depan jendela, kucing itu sama sepertinya sejak seminggu yang lalu, tidak selera untuk melakukan apa-apa. Dipikiran mereka hanya bertanya-tanya kemana Jeno."Aku merindukan Jeno, apa kau juga merindukannya?" gumam Elora, dia meletakkan kepalanya di atas meja makan yang selalu mengingatkannya dengan Jeno
"Miawww," sahut Lizi, kucing itu benar-benar terlihat sangat malas dari seminggu yang lalu.
"Haaahhh...," gadis itu menghembuskan napas lelah.
Dia memejamkan matanya, ingatannya kembali pada seminggu yang lalu, dimana dia benar-benar menghabiskan waktu seharian untuk bersenang-senang dengan Jeno. Dia merindukan waktu-waktu itu, dia ingin Jeno terus berada di dekatnya karena Elora merasa nyaman.
Tidak, dia tidak marah pada pria itu karena tidak kunjung datang. Mungkin saja ada alasan penting yang membuatnya tidak bisa kesini, hanya saja perasaan Elora menjadi tidak tenang.
Cahaya matahari mulai meredup, membuat gadis itu terpaksa beranjak dari meja makan untuk menyalakan lilin. Lizi benar-benar tidak bergerak dari tidurnya, kucing itu hanya menatap keluar jendela. Sebenarnya, kucing betina itu juga merindukan kehadiran Jeno. Dia mulai terbiasa dengan kehadian manusia lainnya selain Elora.
Beberapa lilin menyala, Elora pergi ke dapur. Dia dan Lizi harus makan, setidaknya mereka tidak meninggal karena tidak berselera untuk makan.
"Apakah kita harus makan ikan panggang lagi malam ini, Lizi?" tanya Elora setengah berteriak supaya Lizi dapat mendengarnya.
"Miaww miaww," jawab Lizi.
Dia mengedikkan bahu, dia akan makan ubi bakar saja dan Lizi akan makan ikan panggang. Setelah memanggang ikan dan membakar ubi, dia kembali ke ruang tengah dimana meja makan berada.
"Ayo makan," panggilnya pada Lizi yang masih tetap sama dengan posisi sebelumnya.
Kucing itu bangun lalu langsung melompat ke atas meja makan, memakan ikan panggang yang sudah Elora pisahkan tulangnya itu dengan malas-malasan. Elora terkekeh kecil melihat Lizi, kucing itu tetap gembul walaupun tidak berselera makan, berbeda dengannya yang terlihat sedikit lebih kurus. Awas saja Jeno, Elora akan memukulmu jika bertemu kembali. Elora tersiksa karenanya.
Elora menatap Lizi dalam diam, dia sungguh beruntung bertemu Lizi. Lizi bukan seperti kucing pada umumnya, dia benar-benar mengerti perkataan dan perasaannya. Lizi dan Elora seperti ditakdirkan untuk bersama.
"Jika aku tidak ada, kau harus tetap hidup, dengar?" ucap Elora sambil mengelus pelan kepala Lizi.
"Kau harus tetap gendut seperti ini, jangan sepertiku yang terlihat kurus sekarang. Jika aku tidak lagi memberimu makan, pergilah ke kota dan curilah makanan disana."
Air mata Elora entah mengapa mengalir begitu saja, dia sangat menyayangi Lizi melebihi apapun. Kucing putih ini sangat berarti baginya.
"Jika aku tidak ada, tunggu aku datang, hm? Jangan mencari orang lain, aku pasti akan datang untuk membawamu pulang. Aku akan sangat marah padamu jika kau menjadi milik orang lain, kau hanya milikku."
Pipinya sudah basah oleh air mata, mengapa dia menjadi sesedih ini sekarang? Dan mengapa mulutnya tiba-tiba berkata seperti itu?
"Dan juga, jika aku tidak ada, jangan bersedih," ucapnya dan selanjutnya dia menangis keras.
Hatinya terasa sakit sekarang. Dia tidak mengerti dengan perasaannya yang tiba-tiba menjadi sesedih ini, sangat sedih.
"Hikss... aku menyayangimu, Lizi," ujarnya masih dengan tangisan yang belum mereda.
"Miaww miaww miawww," Lizi mengeong, mendekat pada Elora dan mengendus tangan yang menutupi wajah cantik itu. Dia berusaha melepaskan tangan Elora yang masih menyembunyi wajahnya.
"Aku menyayangimu, teruslah hidup dan jangan lupakan aku hikss..."
Dia memeluk Lizi, mendekap kucing putih itu di dadanya, mengelus kepalanya dengan sayang. Elora membawa Lizi ke kamarnya, berbaring dengan Lizi di sampingnya. Dia lelah, dia ingin tidur. Berharap bahwa besok pagi, Jeno beserta Lexus ada di depan rumahnya.
Sementara itu, dari arah hutan, terdengar banyak sekali langkah kaki kuda yang jelas bercampur dengan lumpur. Walaupun sudah malam dan hutan sangat gelap, para penunggang kuda itu bergerak seperti sudah hapal betul arah jalannya, mereka hanya diterangi oleh beberapa lentera.
"Bersiap mendekati target!" seru seorang prajurit yang merupakan seorang pemimpin di dalam pasukan itu.
Kuda yang mereka tunggangi mulai berjalan perlahan begitu melihat sebuah rumah yang beberapa hari belakangan ini selalu mereka intai. Beberapa pasukan masuk ke dalam diikuti oleh prajurit pemimpin, sementara pasukan lainnya berjaga di luar.
Brak!
Prajurit itu menendang pintu rumah hingga terbuka, "Langsung naik ke lantai atas!" perintahnya.
Seakan hapal betul tata rumah ini, pasukan itu langsung naik ke lantai dua. Mereka melihat gadis yang baru saja membuka mata beserta seekor kucing putih yang tampak ketakutan.
"Siapa kalian?!"
"Amankan!" perintah prajurit itu.
Dua orang pasukan langsung menindih Elora, mereka mengeluarkan rantai kemudian mengikat kedua tangan serta kaki gadis itu dengan kencang. Elora berusaha memberontak sekuat tenaganya, tapi tentu saja kekuatan dua orang yang tengah menindihnya ini jauh lebih kuat darinya.
"BERHENTI!!! APA YANG KALIAN LAKUKAN??!!! KEPARAT!!! MENJAUH DARI TUBUHKU, SIALANNNN!!!!" teriak Elora.
Setelah itu dia tidak dapat melihat apa-apa lagi karena kepalanya ditutupi kain, tubuhnya ditarik paksa hingga pasukan itu menggotongnya keluar dari rumah.
"TIDAKKKK TIDAKKK KUMOHONN!!! LIZIIII!!!! LIZIII!!!! LEPASKAN AKU!!!!" teriaknya histeris hingga tubuhnya dinaikkan ke sebuah kuda dan dibawa pergi.
Elora tahu siapa mereka. Elora tahu apa alasan mereka menangkapnya. Elora sangat tahu semuanya.
Sekarang saatnya?
Sialan, dia kecolongan.
Di perjalanan Elora sempat mendorong prajurit yang sedang memegang tubuhnya itu dengan bahu hingga prajurit tersebut terjatuh dari kuda, disusul oleh Elora yang juga terjatuh.
Gadis itu bersusah payah berdiri karena kakinya dirantai dengan kuat, membuatnya kesulitan bergerak. Tapi sepertinya usahanya melarikan diri gagal karena para prajurit itu kembali menangkap dan menaikkannya ke atas kuda.
"SIALAN!!! ENYAHLAH KALIAN!!!"
"LEPASKAN AKU, BAJINGAN!!!"
"AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN SEMUA!!!"Mereka semua tidak mengacuhkan teriakannya, mereka hanya diam sambil mengarahkan kuda-kuda itu agar keluar dari kawasan hutan terlarang itu.
Hingga satu jam kemudian, Elora dapat mendengar suara gerbang yang terbuka. Bukannya takut, gadis itu malah tersenyum miring di balik kain yang menutupi kepalanya itu.
Dia hanya harus segera mengakhiri semua ini dan kembali kepada Lizi, tentunya juga kepada Jeno. Selanjutnya tubuhnya diseret entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE | Jeno 🔞
Fiksi PenggemarOn going... Elora tidak seharusnya menerima kedatangan Jeno begitu saja. Itu semua mengantarkannya kepada kondisi yang begitu menyulitkan, hingga dia sendiri bingung bagaimana cara menyelesaikannya. Hubungan kita berakhir, aku membencimu - Elora Bíf...