Ima Side -
Sebagai seorang anak kembar identik, kehidupan gue selalu tak lepas dari saudara gue ini. Mulai dari kecil, saat gue baru lahir, belajar berjalan, memulai berbicara, masuk taman kanak-kanak, belajar di SD, lulus SMP, hingga akhirnya menginjak SMA, selalu saja gue bersama dengannya dan tak ada satu hari pun gue merasa bosan atau risih ketika berada dengan saudara kembar gue ini.
Kalau gue sendiri bernama Karima Cokroaminoto Laksana sedang kembaran gue bernama Karuma Cokroatmojo Laksana. Wajah kami benar-benar mirip. Sebagai seorang kembar identik, tak ada sama sekali dari diri kami yang berbeda. Gue dan Uma rasa hal ini benar-benar tak wajar karena setidaknya ada sebuah pembeda dari tubuh kami, bagian mana pun lah. Dan oleh alasan tersebut, orang tua kami membedakan potongan rambut kami berdua ketika kami menginjak usia 10 tahun karena mereka sama sekali tak bisa membedakan mana gue dan mana Uma. Lucu sih, jadinya gue kerap kali bercanda kepada mereka waktu kecil, juga pada guru kami atau tetangga sekitar. Layaknya anak bandel di usia bocah, saling mengaku diri satu sama lain, saling bertukar diri saat ada ujian (kelas kami selalu terpisah), dan masih banyak prank kecil lainnya.
Dari segi fisik sendiri tak ada yang berbeda antara kami, namun secara pemikiran. Aneh bin ajaibnya, kami pun memiliki ketertarikan yang sama, pola pikir yang sejalan, value hidup yang serupa. Hampir benar-benar tak ada yang perbedaan yang kentara di antara kami. Meski begitu, gue tak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Memiliki seorang saudara kembar yang sangat mengerti gue merupakan hal positif yang ada di dalam hidup gue ini. Dan gue pun sangat yakin Uma juga merasakan hal yang sama.
----
Badan gue terasa berat, bahkan untuk bernapas pun terasa sesak. Dengan paksa gue buka mata gue dan rupanya gue sedang dikekep, dipeluk kencang oleh Uma yang masih mendengkur pelan. Gue bisa mencium aroma tubuhnya karena memang kami tidur selalu bertelanjang dada. Segera gue dorong badan kembaran gue ini hingga ia pun terjatuh dari kasur.
"Apaan sih lo Im. Jadi jatoh kan gue." Kata Uma sambil berdiri dan menggaruk kepalanya. Kontolnya terlihat tegang akibat morning wood.
"Elo yang apa-apaan pake acara peluk gue lagi. Sesek, ga bisa napas gue." Balas gue sambil melemparkan bantal. Ya kami memang tidur sekasur karena kami tinggal sekamar.
"Lo juga suka jadiin gue guling juga Im, Im." Ucap Uma dan langsung kembali melemparkan bantal ke arah gue.
Gue menepis bantal itu, gue lihat badan Uma yang sekarang semakin hari nampak semakin besar dan berotot. Memang bisa dibilang sejak Uma menjadi anggota inti futsal di sekolah, ia jadi lebih rajin berolahraga karena tuntutan coachnya.
"Um, sini deh ikut gue." Ajak gue ke arah cermin besar di kamar. Kami mulai berdiri bersebelahan, nampak badan kami seperti tak ada bedanya.
"Badan lo kayak jadi tambah gede gini? Makin berotot ga sih?"
"Perasaan lo aja Im. lagi pula, ga mungkin deh kalau memang badan gue makin jadi juga rasanya badan lo ikutan jadi." Jelas Uma santai.
"Inget ga pas jaman SD dulu, pas gue sakit dan menggendut gegara oma kasih makan gue terus. Lo yang ga ikut makan banyak aja jadi ikutan naik 4 kg beratnya."
"Hmmm iya juga sih." Gumam gue kecil. Memang aneh bin ajaib gue dan kembaran gue ini. Bahkan masalah tubuh pun kami serasa mengikuti satu sama lain. Bila salah satu dari kami bertambah berat badan, tak lama yang lain akan menyusul. Ya kecuali luka fisik saja, bila gue atau Uma terluka, tentu yang lain tak akan mendapatkan luka tersebut.
Tiba-tiba saja, Uma langsung melorotkan celananya saat kami masih berada di depan cermin ini. Kontolnya yang masih tegang itu mulai bergoyang ke atas dan bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vers Series #1 - Petualangan Anak Kembar
RandomMohon pengertiannya - Cerita mengandung Konten 21++ dengan Tema LGBT Sehubungan adanya musibah yang saya alami pada akun Karyakarsa, saya pun membuat akun baru dengan ALIAS berbeda menjadi "Deansius" dimana kalian bisa menemukan cerita saya pada ht...