[BAGIAN PERTAMA.]

588 45 10
                                    

Cerita berlatar pada tahun 1995, mohon koreksi jika terdapat kesalahan.

Lakon utama:
Shim Jaeyun (Fariza Atmadja)
Sunghoon Park (Dhafian Bratadikara)

Lakon pendukung:
Jeno Lee (Arjuna Giri Atmadja)

Lakon lain muncul seiring berjalannya cerita.

"Asmara dikala remaja itu sangat menggelora, nak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Asmara dikala remaja itu sangat menggelora, nak. Rasanya tak terbendung, benar-benar meluap-luap."

Kalimat tadi kembali menggaung setelah sekian tahun, apa yang dikatakan mendiang ayahnya beberapa tahun silam membuatnya diam seraya di elus angin malam.

"Dhafian." Menggumamkan nama seseorang dengan pikiran jauh ke awang-awang.

"Aku sepertinya jatuh, haha." Setelah itu berujar pada sang malam yang hanya diam seolah mendengarkan.

Malam kembali jadi tempat remaja tanggung itu mencurahkan isi hati, tanpa peduli angin yang menusuk melalui jendela yang terbuka ataupun waktu tidur yang terkikis banyak hanya demi curahkan isi hati.

Malam adalah teman, menurutnya. Tanpa keberatan malam selalu mendengarnya bercerita meski tak membalas, malam selalu menjadi tempatnya curahkan isi hati ataupun pulang.

Kenalkan, Fariza Atmadja- sebut saja Riza, si remaja tanggung yang jadikan malam sebagai teman. Fariza, remaja yang kini tengah rasakan kembali jatuh dalam pesona seseorang dalam beberapa kali pandang.

Meski tak pernah terlibat dengan Dhafian, Riza tak sadar menaruh hati pada Dhafian karena remaja penyuka olahraga dan musik itu sering lalu-lalang melewati depan kelasnya.

"Ini kembali lagi," ujar Riza seraya terkekeh ringan, kembali mengingat masa kala sekolah mengenah pertama. "Penyakit ku kambuh lagi." Adunya pasrah pada sang malam.

Riza menghela napas, "ini menyenangkan namun terasa menjijikan," menancapkan kukunya pada area lutut yang tak tertutupi celana, "diriku yang menjijikan maksudnya." Koreksinya seraya menarik kurva keatas.

"Jikalau ibu tahu, dia akan menangis lagi. Lalu mas Juna akan meneriaki ku, itu menyeramkan."

Riza mengelus area lututnya yang mengeluarkan sedikit darah, kemudian bangkit dari kursi belajarnya lalu menutup jendela kamarnya dengan keras, membantingnya hingga timbulkan suara kencang yang mengangetkan. Menarik gorden dengan kasar, "Terimakasih malam," bisiknya pelan ditelan keheningan malam.

Remaja itu menjatuhkan diri pada empuknya ranjang, mengamankan tubuhnya dengan menarik selimut. Semoga perasaan ini, menghilang. Menutup mata setelah ucapkan harapan.

Asmara, Sungjake.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang