[BAGIAN KETIGA.]

142 36 8
                                    

Kedua netra itu memperhatikan jalanan ramai, mulutnya sesekali menyesap es lilin yang tadi dibelinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua netra itu memperhatikan jalanan ramai, mulutnya sesekali menyesap es lilin yang tadi dibelinya. Duduk diam di kursi kayu tua bekas sekolah, menikmati makanan dingin itu.

Suasana sore yang ramai kala pulang sekolah membuatnya menetap sesaat untuk menikmat es lilin dan ramainya sore di gerbang sekolah. Tak ingin cepat kembali dan menelan rasa sepi seorang diri di rumah.

"Kamu tidak pulang?"

Lantas menoleh karena suara tersebut seperti ditujukan untuknya.

Dhafian, lagi.

Riza menggeleng pelan, menggigit es potong itu dengan sedikit brutal. Salurkan rasa tergelitik di perutnya.

"Kenapa?"

"Malas di rumah."

Dhafian akhirnya ikut duduk di sebelah Riza, ikut memperhatikan jalanan yang ramai dengan warga sekolah berlalu-lalang ke berbagai arah hendak kembali ke rumah.

"Kamu sendiri tidak pulang?"

"Tidak, sehabis ini saya ada latihan volly."

Riza mengangguk, namun detik berikutnya kembali bersuara. "Teman-teman mu kemana?" Bingung pasalnya sedari bertemu di perpustakaan tak mendapati Dhafian yang selalu diikuti dua orang kawannya.

"Tadi sepertinya ada di warung buk Tuti, sedang ngopi. Sekarang mungkin sedang bersama teman-teman yang lain."

"Kamu tidak ikut?"

"Kan saya sehabis ini ada latihan volly." Dhafian tertawa pelan, menepuk-nepuk pundak Riza.

Riza memalingkan wajahnya, entah kenapa merasa debaran kencang pada jantungnya kala orang yang disukainya tertawa. Menggigit potongan terakhir es itu dan menelannya bulat-bulat.

"Saya mau pulang." Lantas berdiri setelah berkata demikian.

"Sekarang?"

Bungsu keluarga Atmadja itu mengangguk, hendak menyebrang jalan namun perkataan Dhafian menghentikan.

"Kamu pulang naik apa, Riz?"

"Berjalan kaki,"

"Yang benar?" Kedua alis tebal Dhafian terangkat dengan wajah agak terkejutnya, Riza menatapnya dengan tatapan bertanya seolah bertanya kenapa dengan ekspresinya.

"Dari sekolah ke rumahmu itu jauh lho Riz, memang tak pegal berjalan kaki?"

"Lebih enak berjalan kaki,"

Itu bukan alasan utamanya, berjalan kaki sebenarnya membuat kakinya sakit tapi ia lebih memilih itu ketimbang harus sampai di rumah lebih awal dan kembali ditelan rasa sepi di rumah.

"Saya antar deh, tunggu—"

"Kamu kan ada latihan volly, Dhaf." Sanggah Riza dengan cepat, "saya tidak mau merepotkan Dhaf, nanti kamu telat latihan. Saya duluan ya." Lantas beranjak dari depan sekolah tanpa menoleh kembali pada Dhafian.

Asmara, Sungjake.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang