[BAGIAN KEDUA.]

192 36 4
                                    

Kedua retina Riza yang terpejam terbuka perlahan, dahinya mengerut kala dengar bunyi bising dari luar kamar dan luar rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua retina Riza yang terpejam terbuka perlahan, dahinya mengerut kala dengar bunyi bising dari luar kamar dan luar rumahnya. Entah pukul berapa sekarang, bunyi bising deru motor benar-benar membuatnya terbangun dari acara ketidurannya, dalam hati ia mengutuk karena setelah ini akan sulit bagi dirinya untuk kembali terlelap dengan nyenyak.

Tadi selepas bercerita pada sang malam, Riza yang langsung terserang kantuk dan tanpa sadar tertidur.

"Berisik, astaga." Lalu bangkit dan berjalan dengan sempoyongan kearah jendela kamarnya, menggeser gordennya pelan dan melihat asal suara kebisingan itu.

Sebuah motor menyala tanpa pemiliknya dengan pagar rumahnya terbuka lebar.

Entah motor siapa itu, tapi yang pasti kini ia harus menutup pagar yang entah kenapa terbuka lebar. Mungkin maling? Tebaknya merasa sedikit was-was.

Riza pergi meninggalkan kamarnya, menuruni tangga perlahan tanpa membuat keributan karena dari arah ruang tengah ia mendengar bunyi-bunyi bising.

Saat sampai pada anak tangga terakhir, Riza mengintip terlebih dahulu.

Kedua matanya membulat, menangkap perawakan masnya tengah memeluk seorang pemuda yang tengah berusaha melepas diri dengan susah payah.

Oh, jangan lupakan panggilan sayang dari masnya pada pemuda itu. Ouch, apa masnya sekarang sama seperti dirinya?

"Mas Jun?" Riza perlahan mendekat, menatap heran keduanya.

"Oh- akhirnya! Maaf masuk tanpa izin, tadi saya sudah ketuk-ketuk pintu tapi tak ada jawaban, pas saya coba buka ternyata tidak terkunci." Pemuda menoleh sekilas, terus menjelaskan seraya berusaha melepaskan diri. "Dan maaf bisa tolong bantu lepaskan?"

"Loh Dhafian?" Riza bertanya dengan pelan, takut salah orang.

Dhafian langsung menoleh, matanya melebar. "Fariza?" Dengan tak percaya menatapnya.

"Loh kamu kenal saya?"

"Kenal, kamu si-" ucapan Dhafian terpotong, masnya kini berusaha mencium Dhafian dengan mata terpejam.

"Aduh, tolong dong, Riz." Kata Dhafian putus asa, tampangnya nyaris menangis karena masnya yang tampak kuat sekali memeluk tubuh pemuda itu.

Riza segera menolong, melepas tubuh besar itu namun ya usahanya sia-sia karena tubuh kakaknya lebih besar dan malah semakin kuat memeluk tubuh Dhafian.

"Mas, sadar, mas! Astaga anak orang itu mas!" Sekuat tenaga Riza menarik tubuh bongsor masnya, "Dorong, Dhaf!" Kemudian Dhafian mendorong tubuh itu sekuat tenaga, tubuh bongsor itu langsung jatuh pada sofa.

"Mas, berisik tau!" Riza langsung mendamprat muka kakaknya kala merengek seperti anak kecil, menjijikan merengek di usia yang nyaris memasuki kepala tiga.

Riza menatap Dhafian, dengan tatapan bertanya membuat pemuda itu mengangkat kedua alis tebalnya. "Kenapa?"

"Mas Juna kenapa?"

Asmara, Sungjake.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang