Tidurnya amat nyenyak semalam entah mengapa, tak biasanya. Dhafian membuka matanya, dengan perasaan yang baik.Agak heran, berpikir mungkin perasaan baiknya datang karena hari ini libur nasional yang mana ia tak perlu ke sekolah.
Dhafian menghela napasnya pelan, bagian lengan kanannya amat berat entah mengapa- begitu menoleh, temukan sesuatu mengejutkan disana.
Riza disana, jadikan lengan kanannya sebagai bantal, dengan damainya wajah sang kawan masih terlelap nyenyak, tak terusik dengan mentari pagi yang masuk melalui celah jendela yang terbuka.
Tubuh kecilnya meringkuk bak seorang bayi, memeluk tubuhnya sendiri, wajahnya damai dengan alis sedikit menukik, entah apa yang tengah dimimpikannya. Dhafian berikan tawa pelan melihat cara tidur Riza, sepertinya kemarin benar-benar membuat anak ini kelewat lelah sampai nyenyak sekali tidurnya.
Ah, jadi tidak tega mau bangunkan. Padahal tenggorokannya kelewat kering dan minta diisikan air.
Lalu detik tak berarti terus berlanjut, dengan Dhafian pandangi yang lebih tua terlelap damai, biarkan lengannya rasakan pegal asalkan sang kawan dapatkan nyaman. Dhafian dengar, dari percakapan semalam, dari telepon ia dengar kalau Riza sudah kehilangan ayahnya, ibu bercerita mungkin Riza merasa kesepian, berterimakasih pada bunda karena Dhafian mau berteman dengan Riza.
Dia tidak tahu seluk beluk sang teman, hanya beberapa perangai serta alamat rumah yang Dhafian ketahui. Dia memejamkan matanya sebentar, untuk menetralisir rasa pegal di tangannya.
Namun sebuah suara serak memanggilnya, "Mas?"
Dhafian menoleh, menatap Riza terkejut, apa dia mengigau sekarang?
"Siapa yang kamu sebut mas." Ujar Dhafian mencubit hidung Riza agar cepat sadar.
"Huh?"
Dhafian mendengus, begitu kepala Riza terangkat dan sepenuhnya dan menatapnya ia langsung mengangkat lengannya tadi dan menarik hidung mancung itu agak keras. "Sadar."
Riza nampak berkedip pelan, menyamankan pandangan guna melihat lebih baik, selepas itu menyadari kalau itu Dhafian anak itu langsung terduduk dengan wajah panik.
"Aduh, maaf Dhaf. Saya kira mas Juna, saya ingatnya lagi tidur di rumah haha." Riza meminta maaf secara kikuk, Dhafian hanya tersenyum dan menggeleng, masih setia merebahkan diri dan perhatikan berantakannya si kecil.
Pintu yang tertutup terdengar dibuka, mereka berdua menoleh, dapati bunda tengah mengintip sesaat lalu langsung membukanya seluruh pintu dan menyapa anak temannya dengan ramah.
"Morning, boys." Sapa bunda tersenyum hangat, "ayo turun. Bunda sudah masak, cuci muka dulu ya."
Lantas setelah mengatakan itu Bunda lekas turun untuk menyiapkan piring-piring untuk anak-anaknya makan, berseru untuk tak berlama-lama di kamar dan segera mengisi perut di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara, Sungjake.
FanfictionAsmara yang menggelora dikala remaja, mengalahkan norma dan aturan yang ada. ©parkssims, 2022.