Chapter VI: Keputusan Persidangan

11 4 3
                                    

Penjara bawah bayangan, tempat dimana Andhira dan Kavin ditahan. Sesuai namanya penjara ini terletak jauh di bawah tanah di dalam bayangan tanpa pencahayaan selain dari nyala obor yang terletak berjauhan. Tidak ada ventilasi yang membuat penjara ini gelap, pengap dan bau.

Sudah sehari kiranya kedua remaja itu mendekam di dalam penjara. Andhira menyandarkan tubuhnya di tembok sambil memeluk perutnya mencoba menahan rasa lapar yang sedari tadi gadis itu tahan sebelum menoleh ke arah piring berisi dua roti yang terlihat tidak layak untuk dimakan.

Menimbang-nimbang apakah ia harus memakannya atau tidak. Gadis itu menghela nafas mengalihkan pandangannya memilih tidak makan "gimana kalau kita beneran terjebak di dalam penjara ini selamanya?" tanya Andhira menggunakan bahasa Indonesia yang entah sudah berapa kali ia tanyakan sambil menatap Kavin yang juga tengah bersandar sambil memejamkan mata dihadapannya.

"gue mau pulang" ujar gadis itu lagi yang tidak mendapatkan respon apapun dari kembarannya sambil memeluk lututnya dan menenggelamkan kepalanya. Tubuhnya lemas sekarang karena tidak makan sejak siang kemarin. Ahh.. seketika Andhira rindu masakan ibunya rindu saat ibunya bertanya makanan apa yang ingin mereka makan untuk makan malam nanti, Andhira rindu saat beradu argumen dengan Kavin karena berdebat mengenai makan malam apa yang akan mereka makan. Andhira rindu kedua orang tuanya. Kira-kira mereka saat ini sedang apa? Apa mereka menyadari jika Andhira dan Kavin hilang? Ibunya pasti panik sekali, ayahnya juga mungkin sudah melaporkan kehilangan mereka pada polisi mengingat sudah 2 hari mereka di Bentala.

Apakah kini nama dan foto mereka sudah terpajang di koran dan disiarkan ditelevisi dengan headline 'Kedua remaja kembar tiba-tiba menghilang tanpa jejak.' Memikirkannya saja sudah membuat Andhira ingin menangis.

Gadis itu menggigit bibirnya menahan agar tidak menangis. Tapi, tangisnya pecah saat seseorang duduk di sampingnya merangkul bahunya mencoba menenangkannya. Jika situasinya berbeda Andhira pasti akan tertawa terbahak karena Kavin yang bertingkah seperti seorang kakak yang mencoba menenangkan adiknya yang menangis karena mainannya rusak.

...

"Dhira, bangun"

Ujar Kavin menepuk pelan pipi kembarannya yang sejak malam bersandar di bahunya membuat gadis itu mengerang merasa terganggu "bangun woi tangan gue kesemutan ini" ujar Kavin sambil mengedikkan bahunya membuat Andhira mau tidak mau bangun mendengus melihat Kavin yang sudah merenggangkan bahunya.

Gadis itu mengusap matanya yang bengkak akibat menangis semalaman "apa itu?" tanya Andhira melihat kertas yang sudah menjadi abu didepan kaki Kavin yang langsung ditendang pemuda itu membuat abu-abu itu menghilang "bukan apa-apa" balas Kavin yang langsung bangkit saat mendengar suara langkah kaki terdengar dari balik jeruji membuat kedua remaja itu menghentikan obrolan mereka.

Kedua remaja tersebut terdiam melihat dua orang penjaga paruh baya dengan ukuran tubuh yang berbanding terbalik dibalik jeruji mereka "jam berapa sekarang?" tanya Andhira pada kedua prajurit tersebut "matahari sudah terbit sejak 3 jam lalu" sahut prajurit dengan perut buncit itu yang diangguki Andhira.

"persidangan kalian akan dimulai sebentar lagi. Yang Mulia Raja memerintahkan kalian untuk hadir" ujar prajurit dengan tubuh ramping terkesan kurus sambil membuka gembok. Kedua remaja tersebut berjalan mendekat membiarkan tangan mereka diborgol dengan mata yang kembali ditutup dengan kain hitam. Kavin sudah bersungut-sungut mengatakan dia buta arah agar tidak perlu menggunakan penutup mata lagi yang tentu saja diabaikan oleh kedua prajurit itu.

Setelah menaiki tangga yang sangat banyak hingga membuat kedua kakinya lemas. Akhirnya Andhira dapat menghirup udara yang sudah tidak pengap dan bau lagi sepertinya mereka sudah keluar dari penjara suram itu "bersikaplah sopan dihadapan Sang Matahari Kerajaan Amerta. Kalian hanya perlu menjawab pertanyaan yang diajukan" ujar prajurit kurus itu yang membantu Kavin berjalan tadi sambil membuka penutup matanya

BENTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang