Wahai, bacalah aku. Kan ku ajak kau menjelajahi dunia dengan berbagai hal menakjubkan yang tidak pernah kau jumpai.
cerita ini terinspirasi dari beberapa novel, film dan anime
Ruangan kini menjadi hening dengan atmosfir menegangkan setelah pria awal 20 tahunan tersebut selesai menjelaskan. Semua orang terdiam sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"wahai, Jendral muda dari Amerta. Apa kamu yakin dengan apa yang kamu ucapkan?" tanya pria paruh baya memecah keheningan dengan nada intimidasi.
"aku tidak punya waktu untuk spekulasi yang tidak berdasar. Wahai, yang mulia Raja Amartya. Apa ini salah satu taktikmu untuk membuat dua kerajaan tunduk dibawah perintahmu?" ujar pria paruh baya dengan jubah merah dengan bordir biru itu menatap tajam raja yang lebih muda 10 tahun darinya.
"wahai, yang mulia Raja Bhupendra dari Sabitah dan yang mulia Raja Daneswara dari Jenggala. Saya sangat yakin dengan apa yang baru saya ucapkan dan hal ini bukanlah sekedar spekulasi tidak berdasar." Ujar Jendral muda dari Amerta tegas matanya bersinar penuh keyakinan.
"Baahh, aku kagum dengan keyakinanmu itu Jendral muda. Wahai yang mulia Raja Amartya dari Amerta aku sungguh tidak paham cara berpikir raja-raja dari Amerta. 20 tahun yang lalu raja sebelumnya mengirimkan 2 anak kecil untuk memimpin perang melawan kerajaanku dan 20 tahun setelahnya kau mengangkat seorang anak kecil menjadi jendralmu?" cemooh Raja Daneswara menatap remeh Raja Amartya.
"wahai, yang mulai Raja Daneswara dari Jenggala--"
Mendengar cemoohan dari Raja Daneswara mengenai Rajanya Jendral muda itu maju membuat Jendral-jendral yang mendampingi Raja dari Sabitah dan Jenggala ikut maju bersikap defenesif melindungi rajanya masing-masing terutama Jendral dari Jenggala yang sudah siap mengeluarkan pedang dari sarungnya.
"tenanglah, wahai Jendralku" ujar Raja Amartya memotong sambil mengangkat tangannya tanda agar Jendralnya kembali ketempatnya. Jendral muda itu mundur kembali diikut dengan kedua Jendral lainnya.
Raja Amartya yang sedari tadi duduk dengan tenang mengamati situasi tersenyum ramah kepada kedua Raja dihadapannya sebelum matanya terkunci menatap Raja Daneswara. "wahai, yang mulia Raja Daneswara dari Jenggala. Kamu tidak perlu mengerti bagaimana caraku berpikir dan bukankan salah satu dari kedua anak yang dikirim kemedan perang telah menjadi Raja selanjutnya dengan memenangkan peperangan?" ujar Raja Amartya tenang menatap raut kesal dari lawan biacaranya.
"aku sangat mempercayai Jendralku, meski usianya terbilang masih muda tapi dia adalah salah satu Jendral terbaik yang pernah aku miliki."
"dan untuk permasalahan ini, aku paham perasaan kalian yang tidak bisa percaya pada satu sama lain. Bersekutu?, Untuk kita yang sudah memerangi satu samalain sejak puluhan tahun yang lalu. Sungguh omong kosong yang luar biasa"
"tapi, setelah semua bukti yang dikumpulkan oleh para ksatria terbaik yang dimiliki Amerta dipimpin Jendral Ghazi. Sudah cukup untuk membuktikan semua kejadian ini bukanlah hanya sekedar kebetulan semata. tidak akan lama lagi kita akan menghadapi pertempuran dengan skala yang besar. Karena itu, aku Raja Amartya dari Amerta meminta permohonan persekutuan dengan menyampingkan ego dan permusuhan masa lampau kepada Raja Daneswara dari Jenggala dan Raja Bhupendra dari Sabitah."
"untuk melindungi Bentala"
.
.
.
.
"Dhira, tunggu"
"Andhira!"
seru seorang pemuda berlari mengejar gadis yang meninggalkan ruangan begitu saja. Setelah berhasil mengejar Andhira pemuda itu menahan lengan kembarannya membuat gadis itu menghentikan langkahnya sebelum berbalik menatap kembaranya "bagaimana jika apa yang mereka katakan itu benar--"
"omong kosong Kavin!. Kita hanya anak SMA yang bahkan belum memiliki KTP, anak remaja yang kena sial karena membuka portal dunia lain dan harus ikut terseret dalam permasalah mereka!" potong gadis itu menghepaskan lengan pemuda yang menahannya
"kamu benar Dhira, Kita hanya anak SMA yang belum membuat KTP. Tapi, bagaimana jika semua yang terjadi pada kita bukan hanya sekedar kesialan seperti yang kamu katakan tetapi sesuatu yang sudah ditentukan bahkan sebelum kita terlahir?" ujar pemuda yang dipanggil Kavin itu mencoba meyakinkan kembarannya
"oke! Anggap apa yang dikatakan mereka mengenai ramalan itu benar. Lalu apa?, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana cara kita menghentikan perang?" tuntut gadis itu menatap tepat mata kembarannya menuntut jawaban
Kavin terdiam tidak menjawab membuat Andhira terkekeh sinis "lihat, kamu bahkan tidak bisa menjawabnya Kavin" ujar gadis itu "ini perang sungguhan, bukan game yang bisa kamu pertaruhkan menang atau kalahnya. Tidak ada anak kecil yang bisa menghentikan perang" desis Andhira sebelum berlalu pergi meninggalkan Kavin.
.
.
.
.
"all things are possible if you believe "
BENTALA
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.