Aula istana yang menjadi tempat pertemuan para dewan itu ricuh dengan berbagai perdebatan. Dua jam sudah berlalu sejak rapat dimulai. Tapi, mereka masih belum menemukan titik terang. Beberapa saling beradu argumen untuk saling menjatuhkan. Beberapa memilih bungkam tidak ingin ikut campur lebih jauh dalam perdebatan itu.
"ini sudah terjadi untuk kesekian kalinya. Bagaimana bisa mereka berhasil menembus mana pelindung yang sudah melindungi kerajaan Amerta sejak ratusan tahun lalu?!" ujar dewan dengan kepala plontos itu.
"benar, bukankah akan lebih masuk akal jika masalahnya ada pada mereka yang menjaga mana pelindung?" sahut salah satu dewan sambil melirik sinis pada seorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah beruban di beberapa bagian.
"ada apa? apakah aku salah bicara?" ujarnya saat melihat lawan bicaranya itu menatapnya tajam. Keadaan yang sedari tadi ricuh kini hening. Suasana yang tegang bertambah mencekram. Menatap dua orang yang saling melemparkan tatapan membunuh pada satu sama lain "kekacauan yang terjadi di Kota Norfolk akibat ulah para penyusup. Itu semua terjadi karena ketidakmampuan kalian dalam mendeteksi keberadaan penyusup. Sehingga kita kehilangan jejak mereka"
"saat ini para penyusup itu mungkin sedang menyamar sebagai rakyat Amerta. Bukan begitu? Wahai ketua Gerda, Svarga" sindirnya lagi
Svarga, pria paruh baya yang merupakan ketua organisasi Gerda yang bertanggung jawab menjaga mana pelindung itu mengepalkan tangannya "kamu benar, aku sangat malu atas ketidak mampuanku dan organisasiku karena gagal mendeteksi keberadaan penyusup" ujarnya. Mencoba menjaga nada bicaranya agar tetap tenang sambil mengepalkan tangannya menatap tajam dewan yang mencoba menjatuhkannya
"aku akui kekurangan kami dalam menjaga keamanan Amerta. Yang menyebabkan kita harus kehilangan jejak mereka. Tapi, dari pada kamu terus menyerang dan menyalahkan kami, bukankah akan lebih baik jika kamu memberikan solusi untuk menangkap penyusup? Dengan begitu, kamu akan terasa lebih berguna dalam rapat ini" ujar Svarga sambil tersenyum ramah pada lawan bicaranya yang menggeretakkan gigi menatap tajam dirinya.
Kkretek kkretek
Suara kayu yang terbakar mengisi keheningan di ruang rapat tersebut. Seorang pria akhir 30an yang menggunakan jubah merah dengan bordir emas berlambang matahari itu melirik kearah api yang sengaja ia nyalakan. Api itu semakin lama semakin meninggi.
Whooshh
Semua perhatian teralihkan. menatap api di cerobong asap yang semakin lama semakin membesar seolah siap untuk melahap ruang sidang beserta para anggota dewan didalamnya. Berbanding terbalik dengan hal itu, ruangan rapat justru tetap terasa sejuk seolah api itu hanya sekedar ilusi semata. Sebelum kemudian sebuah bayangan pria keluar dari dalam api.
"Salam kepada Matahari Kerajaan Amerta" ujar pria yang keluar dari bara api tersebut. Berjongkok memberikan hormat kepada pria berjubah merah dengan bordir emas dan lambang matahari di belakangnya yang tersampir di kedua bahunya.
Pria yang duduk dengan penuh wibawa di kursi kebesarannya itu merupakan Raja Amartya dari kerajaan Amerta. Raja Amartya tersenyum kecil melihat kedatangan salah satu Jenderalnya "kamu sudah datang Baadal? Walau aku sudah sering melihatnya, aku masih tidak terbiasa melihatmu keluar dari bara api" ujar Raja
"Duduklah ada banyak hal yang perlu dibahas hari ini." Lanjut Raja Amartya meminta Jenderal Baadal untuk duduk yang langsung disanggup Jenderal bercodet itu.
"seperti yang kita ketahui. Mana pelindung yang sudah berumur ratusan tahun tidak mungkin efektif lagi seiring dengan perkembangan zaman dan generasi yang semakin bertambah kuat." ujarnya kembali memulai rapat yang sempat terhenti karena kedatangan Jenderal Baadal yang tidak biasa. Sambil menatap satu persatu anggota dewan yang duduk saling berhadapan.
![](https://img.wattpad.com/cover/311992748-288-k391891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BENTALA
AdventureWahai, bacalah aku. Kan ku ajak kau menjelajahi dunia dengan berbagai hal menakjubkan yang tidak pernah kau jumpai. cerita ini terinspirasi dari beberapa novel, film dan anime