Relationshit | 07

747 114 4
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pulang ke rumah orang tuanya, adalah salah satu jalan yang selalu dipilih Jihan ketika ia merasa perlu melakukannya. Menghindar dari sosok Vian. Karena setidaknya Vian tak akan berani melakukan apapun di rumahnya sendiri dengan Bundanya yang ada di rumah itu. Sudah beberapa hari setelah kejadian Joshua yang mematikan sambungan teleponnya dengan Vian, maka sudah beberapa hari ini juga Jihan tak bertemu dengan pacarnya.

Jihan mematikan ponselnya, jadi ia tak tau sudah seberapa banyak pesan yang dikirimkan Vian dan sudah berapa kali lelaki itu menelponnya. Namun satu hal yang Jihan yakini, Vian tak sekhawatir itu. Lelaki itu pasti hanya mencarinya di satu sampai dua hari pertama ia menghilang. Setelah itu, Vian akan masa bodoh dan lebih memilih berdua bersama orang ketiga diantara hubungan mereka, Kia.

Sejak dulu, Kia memang selalu menjadi tempat pelampiasan Vian jika lelaki itu merasa lelah dengan sikap Jihan yang sulit untuk diatur. Atau bahkan disaat-saat seperti ini.

Namun sepertinya hari ini adalah puncaknya. Keberuntungan Jihan sepertinya telah menghilang entah kemana.

Saat pintu kamarnya terbuka, kemudian sosok Vian muncul disana. Sembari memasang senyuman lebar menatap Jihan. Binar matanya menyorot Jihan dengan pandangan senang. Seolah baru saja mendapatkan kembali mainan kesukaannya.

"Kamu... ngapain kesini?"

Vian menutup pintu kemudian menguncinya, lalu memasukkan kunci kedalam saku celana. Semakin membuat Jihan kian waspada padanya. Langkah kakinya berjalan santai menghampiri Jihan yang sudah turun dari ranjang. Bergerak menjauh dari sana.

"Kamu keliatan kaget. Padahal aku udah bilang mau kesini." Netra hitam Vian menatap sekeliling kamar Jihan, seringai samar tercipta saat matanya menangkap sebuah foto Jihan yang terpajang di dinding. "Bunda pergi, dia nyuruh aku langsung masuk dan nemenin kamu."

Dalam hati, Jihan menyesali perbuatan Bundanya yang selalu terlalu percaya pada Vian. Bundanya telah menganggap Vian sebagai lelaki yang baik dan sopan, sehingga beliau mempercayakan Vian untuk menjaga putri semata wayangnya. Tanpa tau apa yang telah dilakukan sosok seperti Vian pada Jihan. Tak heran jika melihat seperti apa kelakukan Vian didepan Bunda.

Vian mendudukkan diri di ujung ranjang, Ia menatap Jihan sembari menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya, meminta gadis itu untuk duduk disana. "Sini," panggilnya. "Aku suka liat muka ketakutan kamu."

Jihan tak terkejut mendengarnya, lagipula sedari dulu Ia sadar Vian adalah lelaki gila yang senang melihat orang menderita. Mengatur napas, Jihan berusaha kembali tenang dan menghilangkan rasa takutnya. Jika ia terlihat lemah, Vian akan semakin senang melihatnya.

Kaki jenjang itu akhirnya melangkah, mendekat kembali pada ranjang dan menuruti permintaan Vian, duduk tepat disebelah sang kekasih. Membuat Vian tersenyum senang melihatnya.

"Udah berapa hari kita gak ketemu? Tiga?"

Jihan menepis pelan tangan Vian dari kepalanya, "Lima," ucapnya membenarkan.

RelationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang