Relationshit | 09

638 77 13
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam menunjukkan pukul 08.24 saat Jihan membuka matanya yang terasa berat. Ia kesiangan, kesialan pertama yang ia alami hari ini. Belum lagi ketika bangun, tubuhnya, terutama lehernya terasa pegal karena tidur dengan posisi yang salah.

Semalam sepertinya ia terlalu menghabiskan banyak waktu untuk menangisi lelaki brengsek seperti Vian. Sia-sia saja saat tak menemukan presensi laki-laki itu di apartemennya, bahkan sticky notes yang biasa ditinggalkan di atas meja makan atau di pintu kulkas tak dapat Jihan temukan. Setelah pertengkaran kecil mereka semalam, Jihan langsung masuk ke dalam kamarnya, dan tak lama setelah itu, sepertinya Vian juga memutuskan untuk pergi.

Entah pulang ke rumahnya, atau justru menemui sahabat tersayang laki-laki itu. Jihan tak ingin ambil pusing memikirkannya.

Ponselnya bergetar, ada pesan masuk. Jihan segera membacanya.

Sena
| lo dimana?
| hari ini ada kuisnya pak waris kalo lo lupa

Ah, sial sekali. Padahal Jihan sudah berniat tidak masuk hari ini. Badannya terasa sangat lemas. Sepertinya dia demam, kepalanya terasa pusing karena terlalu banyak menangis semalaman.

Jihan menghela napas, memilih berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat ke kampus.

"Badan lo panas banget. Mau gue anterin aja pulangnya?" Sena bertanya khawatir, menyentuh kening Jihan yang terasa hangat. Wajah gadis itu juga terlihat pucat, membuatnya semakin khawatir saja.

Setelah mata pelajaran dosen mereka tadi, semua orang langsung berjalan keluar meninggalkan kelas untuk mengikuti kelas selanjutnya. Namun saat Sena juga hendak pergi, dia justru dibuat heran dengan Jihan yang masih duduk dan menelungkupkan kepala diatas meja, menjadikan tangan sebagai bantalan.

"Ji, lo pucet banget astaga. Pulang aja deh mending. Ntar biar gue izinin." Sena menunduk, mengusap lembut keringat di kening Jihan. Sementara gadis itu masih diam.

"Sen," Jihan memanggil pelan, suaranya terdengar serak. Matanya masih terpejam erat menahan pusing.

Sena mendekat, "Kenapa? Ayo pulang, gue anterin."

Jihan membuka mata perlahan, menatap Sena yang terlihat sangat khawatir. Ia tersenyum tipis melihatnya.

Mulai bangkit dengan dibantu Sena, keduanya akhirnya berjalan ke luar kelas. Jihan masih kuat berjalan, setidaknya sampai parkiran. Tapi tak mungkin untuk mengendarai mobilnya sendiri menuju apartemen. Bisa-bisa, bukannya pulang ke apartemen, dia malah pulang ke rumah Tuhan.

"Jihan!"

Seakan belum cukup dengan rasa sakit yang semakin mendera kepalanya, Jihan justru dihadapkan dengan sosok Vian. Cowok itu berjalan kearahnya dengan raut datar. Tanpa sadar membuat Jihan jadi berpikir keras apa yang sudah dia perbuat hingga membuat Vian mendatanginya seperti ini, apa dia membuat kesalahan?

RelationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang