.prologue

6 0 0
                                    

2014.

Suara ketukan palu di balai persidangan membuat riuh suasana terasa memekakan telinga gadis itu. Terlebih isi putusan yang Hakim Ketua tersebut bacakan semakin membuat kepalanya pening. Ia dapat merasakan genggaman tangan kakaknya, Mas Utara, semakin mengerat menandakan bahwa lelaki itu juga sama takutnya dengan dirinya.

Ia menoleh ke samping kiri Mas Utara, Ibunya sudah tidak bisa menahan air mata. Beliau terlihat mengusap wajahnya kasar sambil terisak pelan. Sungguh pemandangan yang menyayat hati pada siang hari yang cerah ini. Cukup menorehkan luka yang dalam untuk hati kecil Rembulan yang masih berumur 14 tahun.

Utara, lelaki itu terus mengucapkan pada dirinya sendiri bahwa dirinya harus kuat demi Ibunya dan juga adiknya. Pemandangan raut wajah Utara yang menegang dengan rahang mengeras cukup memberi isyarat pada Rembulan bahwa Kakaknya ini sedang menahan diri, menahan diri untuk rapuh sekaligus menahan amarah dihadapannya.

Bola mata gadis itu melihat sekeliling hingga pandangannya jatuh kepada sang Jaksa Penuntut Umum yang sedang membereskan barang bawaanya sebelum beranjak pergi meninggalkan ruang sidang tersebut.

Ah rasanya Rembulan ingin menghajar pria itu. Bagaimana bisa pria yang dibanggakan Kejaksaan karena umurnya masih belia serta reputasi keluarganya yang baik itu sama sekali tidak menaruh curiga pada kolega Ayahnya yang lain? Atau adakah terlintas di otaknya kemungkinan jika Ayahnya itu dijebak?

Dijebak ya. Rembulan memang jauh lebih teliti dan jeli dibandingkan teman-teman sebayanya, bagaimana tidak? Dirinya sudah sering dicekoki novel, kartun, serta komik serial detektif ditambah fakta bahwa Ayahnya adalah seorang dokter forensik yang tentu saja dengan senang hati menjelaskan penyidikan secara rinci kepada putrinya yang masih berumur tujuh tahun pada saat itu. Nalar berpikirnya memang sudah terasah sedari kecil.

Rembulan yakin, Ayahnya dijebak karena banyak pihak merasa dirugikan dengan kejujurannya dan juga hasil kerjanya yang selalu berhasil memberikan bukti kuat terutama dalam kasus pembunuhan besar yang menyingkap motif serta dalang utamanya. Mungkin, tikus-tikus itu geram.

Tanpa sadar, kedua bola mata gadis itu masih terus mengamati gerak-gerik si Jaksa. Rembulan mengamati penampilan serta menghafal ciri fisik pria itu. Ia berusaha merekam memori ciri fisiknya agar suatu hari, jika ada kesempatan, ia akan membalaskan dendam keluarganya.

Jaksa tersebut, sesuai dengan julukannya, pria itu terlihat paling muda diantara petugas hukum yang berada di ruangan tersebut. Rambutnya berwarna hitam legam sedikit bergelombang dengan poni yang menutupi keningnya, matanya bulat namun tatapan matanya tetap terasa menusuk, dan posturnya tegap dengan tinggi diatas rata-rata. Rembulan mengakui ia cukup menawan mirip seperti Shinichi Kudo dalam serial komik Detective Conan, tokoh fiksi favoritnya.

Seolah merasa gerak-geriknya diamati, Jaksa tersebut menatap Rembulan tepat di matanya. Mereka saling bertatapan cukup lama hingga akhirnya si Jaksa menghindari tatapannya. Hal itu cukup membuat gadis itu naik pitam.

Kini kalimat dari Hakim Ketua terus terngiang di benakknya, bahwa ayahnya dinyatakan sebagai pelaku yang memalsukan hasil autopsi tersebut dengan hukuman bui selama sepuluh tahun lamanya. Ah Rembulan benar-benar tidak siap jika Ayahnya hilang dari hidupnya untuk sepuluh tahun kedepan.

Ayahnya tidak mungkin memalsukan hasil autopsi tersebut, ini hanyalah akal-akalan pihak oposisi yang ingin menggulingkan lawannya sekaligus menggulingkan ketua tim forensik yang dikenal sangat lihai dalam membantu pengungkapan kasus besar.

Emosi gadis itu semakin tidak terbendung terlebih tangis Ibunya pecah hingga terdengar raungan yang memilukan di telinga. Diam-diam gadis itu bersumpah dalam hatinya akan menghancurkan si Jaksa, apapun caranya.

Chaotic NeutralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang