3

1.6K 161 21
                                    

"Selamat ulang tahun Suna-san!"

"Woahh.." Sepasang mata kelereng lancip melebar. Bibir Suna Rintaro terbuka ketika melihat kotak sepatu berlogo mahal. "Tobio, ini sungguh untukku??"

Tobio dengan kedua tangan di depan badan mengangguk malu-malu. Pipinya merona seraya kepalanya tak berani menatap ke atas.

Katakanlah lelaki blueberry itu memiliki rasa pada sepupu jauhnya yang tampan dan berbakat. Bahkan sampai rela menghisap penis orang lain. "Ugh.." Mengingatnya raut muka Tobio jadi kecut dan lidahnya menjulur keluar.

Puk puk

Suna menepuk-nepuk pucuk kepala Tobio, seketika menepis pikiran kacaunya. Pria tampan itu tersenyum sambil masih mengusak-usak rambut yang lebih muda. "Terima kasih banyak ya Tobio.."

"Mm.." Tobio meringis dan mengangguk-angguk lagi. Setelah pesta ulang tahun kecil-kecilan di rumah Suna, Tobio berjalan pulang seorang diri menuju apartmennya yang kecil di pinggiran kota.

Kehidupan di kota besar seperti Tokyo benar-benar melelahkan. Apa-apa mahal, mau makan mahal, transportasi mahal, tempat tinggal mahal. Lulusan SMA sepertinya sangat kesulitan mendapat pekerjaan sesuai standar.

Jepang indah hanya bagi orang-orang berduit. Bagi masyarakat kalangan bawah sepertinya hidup di Jepang terlebih di ibu kotanya benar-benar mengerikan. Sisi kumuh kota Tokyo di malam hari, di mana banyak pemabuk, stalker, gangster yang berkeliaran dengan bebas, selalu membuat Tobio was-was.

Tanpa sadar, sebuah Rolls-Royce hitam mengikutinya dari belakang. Benar-benar seperti berlian yang mengambang di aliran kali. Mobil kelas atas itu begitu mencolok dengan bangunan kumuh sekitarnya.

"Hah..." Tobio menghela napas berat seraya melihat ke langit malam. Sebuah pesawat kebetulan sedang melintas di atas sana. Terbesit mimpi untuk suatu hari nanti dapat berada di dalam sebuah pesawat, pergi ke suatu tempat yang indah tanpa perlu memikirkan hari besok mau makan apa.

Tobio menggeleng, tidak, untuk saat ini dia benar-benar harus berpikir besok mau makan apa. Kedua tempat ia bekerja sudah memecatnya dan sampai saat ini belum ada satupun konbini yang menerima lamarannya lagi.

Swiftt swifttt~

Sebuah siulan membuat kepala Tobio kembali terangkat. Tangannya mengerat memegang selempang tas di dada, tanpa menolah ia mempercepat langkah. Firasatnya berubah tak baik.

"Oi mau kemana cantik?" Suara tawa dari beberapa berandal di belakang membuat langkah Tobio semakin lebar.

Orang-orang nakal di belakang justru ikut berlari mengejar, mencengkram lengan Tobio lantas mengerubunginya bagaikan gula.

"Kenapa pulang malam-malam sendirian cantik? Mau ikut kita? Mau ya." satu orang mulai melakukan sentuhan-sentuhan tak senonoh, membuat Tobio risih dan menepisnya berkali-kali.

"Kenapa diam saja cantik?"

Tobio mulai melawan dengan berusaha mendorong dan terus jalan saat orang-orang itu semakin mendesak dan melecehkannya.

"Hei kau pikir kau mau kemana?! Kau bisu ya!" Satu dari merema mendorong pundak Tobio, menghantamnya pada tiang listrik.

Tobio masih menutup mulut, alisnya mengerut, berusaha terlihat seram dan kedua tangannya masih berusaha melawan. "Hhh!"

Plak

"Berhenti melawan jalang sialan!" ketua berandal bersemir pirang dan bertindik, Terushima Yuji menampar Tobio sampai lelaki manis itu terpekik.

Tobio memegang pipinya yang sakit, tubuhnya sedikit terhuyung namun kembali ditahan ke tiang. Saat Terishima mencengkram pinggang dan hendak mencium Tobio, sebuah tangan terasa mencengkram pundak dan menariknya mundur.

BUAGHGG

"Shit.." Kiyoomi mengibas-ibaskan tangan. Karena sudah lama tidak berkelahi, memberi bogeman pada seseorang ternyata sakit juga.

Tidak ada waktu untuk menyayangkan rasa sakit, Sakusa segera membungkuk saat sebuah tendangan melayang. Pria ikal serba bisa itu lantas mengunci pergerakan dan balik memberi tendangan.

Tobio di tempatnya berdiri melihat Sakusa satu lawan tiga. Kepalanya pun menoleh, mencari benda di sekitar yang sekiranya bisa dijadikan alat. Segera diraihnya sebalok kayu, meski agak berat pria itu berusaha menggebukkannya pada punggung salah satu berandal.

Dua lawan tiga, mereka berkelahi begitu rusuh sampai akhirnya kelompok berandal menyerah dan pergi setelah punggungnya encok tergebuk kayu berkali-kali.

"Astaga Sakusa-san!" Tobio segera membantu Sakusa berdiri. Pria ikal yang gengsi kalau terlihat lemah buru-buru mengebas suit-nya dan sedikit menepis tangan Tobio.

"Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini malam-malam?" Netra Tobio mengerjap dengan sedikit lebar, sarat akan rasa penasaran.

Sial, Sakusa belum menyiapkan jawaban. Niatnya tadi dia hanya ingin mengikuti Tobio dari dalam mobil. Ia pun melancarkan kerongkongan.

"Bukan urusanmu." singkatnya.

Tobio mempoutkan bibir.

Hening, tidak ada yang bicara, masing-masing mereka melihat ke arah yang berlawanan.

"Aku sedang mencari asisten. Kau butuh lapangan pekerjaan kan?"

Tobio kembali menatap pada yang lebih tua, meski agak pegal untuk mengadah. "Dari mana kau tahu?" sebelah alisnya menyernyit.

'Tentu saja hal seperti itu mudah untuk dicari tahu.'

"Karena tampangmu pengangguran." Celetuk Sakusa membuat bibir Tobio kembali mengerucut. Apasih orang kaya ini, baru datang sudah memilih untuk me-roasting-nya.

Tuk

"Kalau kau mau ini kartu nama salah satu perusahaanku, datang ke sana dan saat menemui infront desk berikan kartu nama ini."

Tobio mengerjapkan mata sambil mengusap pucuk kepalanya pelan.  Senyum lelaki manis itu perlahan mengembang dan menerima kartu nama Sakusa riang gembira. "Wah terima kasih Sakusa-san!"

"Hm, sampai bertemu lagi Kageyama."

"??"

Grep

Langkah Sakusa terhenti, pergelangan tangannya ditahan membuat sekujur tubuhnya tak bergerak.

"Dari mana kau tahu namaku? Seingatku aku belum pernah mengenalkan diri padamu sebelumnya."

Sakusa memejamkan mata, sedikit merengut karena keceplosan. Sejak pertemuan mereka satu minggu yang lalu, Sakusa menyuruh bawahannya mencari tahu seluruh seluk beluk Tobio dan bahkan memata-matainya setiap hari. Baru hari ini Sakusa terjun langsung dan malah keceplosan bertubi-tubi.

Act fool.

"Hah?" Ia berusaha tenang, badan tegapnya berbalik dan memandang inner Tobio lurus. "Ingatanmu perlu diperbaiki. Jelas-jelas kau sudah pernah menyebutkan namamu."

Tobio menggeleng. "Tidak kok tidak perna—"

Sakusa maju, menghimpit tubuh Tobio sedang satu tangannya bersanggah diatas kepala si raven, bersandar di tiang listrik, mengukungnya.

"Kau meragukan ucapanku?"

Tobio menelan ludah, jika aura dominan Sakusa sudah menguar entah mengapa dia selalu merinding dan mati kutu. Lelaki kecil itu pun menunduk dan menggeleng.

"Yea, you better not."


















Old Money Sh#t (Sakukage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang