3. Prana

2.1K 472 47
                                    

Aku kesulitan untuk meredam emosi saat melihat Bara yang barada di hadapanku. Dengan pakaian casualnya makin menunjukkan bentuk tubuhnya yang bagus.

Ini bukan waktunya memujinya, Lian!

Di antara mantan-mantanku, memang Bara yang memiliki wajah yang paling tampan sekaligus sifat yang paling buruk yang awalnya tidak pernah kuketahui jika tidak memergokinya sedang bersama ah ..., kenapa lagi-lagi aku memikirkan kejadian itu.

"Kamu kenapa? Apa kurang enak badan?" tanya Bara saat aku baru masuk ke dalam mobilnya, mobil keluaran terbaru yang dibelikan oleh orang tuanya. Hampir saja tanganku menepis tangan Bara yang menyentuh keningku dengan sok perhatian. Aku terus menenangkan diriku agar tidak bersikap terlalu mencolok. Dulu sih aku senang aja mendapat perhatian yang seperti ini, tapi sekarang? Melihat wajahnya saja sudah eneg.

"Cuma kurang tidur," jawabku asal.

"Kita mau makan di mana?" tanyaku pura-pura bersemangat.

"Ada restoran baru di daerah Gejayan, perpaduan antara makanan barat dan Jawa. Kamu pasti suka," jawabnya. Aku membalas ucapannya dengan senyuman yang aku yakin adalah senyuman paling pura-pura seumur hidupku.

Sudut mataku berusaha melirik ke arah Bara. Sebenarnya aku masih tidak percaya jika akan bertemu dengan sosok yang lima tahun terakhir ini seperti menghilang. Bukan ... lebih tepatnya akulah yang menghilang dan berusaha menjauhi apa pun yang berhubungan dengannya.

Mendadak tubuhku terasa merinding karena memikirkan apa aku bisa membalas sakit hati yang pernah aku rasakan akibat perbuatannya dan mengubah masa laluku yang terasa menyakitkan.

"Aku yakin kamu pasti nggak baik-baik aja. Coba ceritakan ada apa sebenarnya," bujuknya dengan suara yang penuh kelembutan sementara sekujur tubuhku terasa merinding mendengarnya. Aku nggak boleh lemah hanya karena bertemu kembali di masa lalu dengan Bara.

"Masalah kerjaan," kataku. Saat membicarakan tentang pekerjaan, tiba-tiba aku ingat dengan Intan. Dia adalah teman di perusahaan lamaku. Ah bukan ... dia bukan temanku sih, hanya seseorang yang kebetulan lewat aja di masa laluku. Dialah wanita yang berselingkuh dengan Bara. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa saling kenal karena rasanya aku tidak pernah mengenalkan keduanya.

"Kamu ingat Intan, bukan?" tanyaku tiba-tiba dan anehnya wajah Bara mendadak memucat saat mendengar nama itu aku sebutkan.

"Intan siapa ya?" tanyanya. Aku tahu jika dia pura-pura tidak kenal, terlihat jelas dari wajahnya yang panik. Jika perkiraanku benar, saat ini Bara dan Intan sudah saling mengenal dan berhubungan dekat. Aku ingat sekali jika di bulan inilah aku memergoki Bara membawa Intan ke kamar kostku, di saat aku akan pulang ke Solo tapi mendadak batal karena Mama yang sedang berada di Surabaya.

"Teman kantorku. Lupakan saja, aku cuma mau bilang kalau beberapa hari terkahir ini aku sedikit nggak akur dengan teman kantorku yang bernama Intan itu," ucapku dan membuat Bara mengangguk-anggukan kepalanya.

Ternyata seperti ini rasanya bisa bertemu dengan Bara lagi setelah apa yang dilakukannya padaku. Aku menahan tawa yang ingin kulakukan untuk menertawakan diriku sendiri. Apa sebegitu sakit hatinya aku dengan lelaki ini sampai berharap dia akan merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?

Sudah lima tahun berlalu, bahkan di masa depan saja aku sudah tidak mengingat Bara lagi, harusnya saat ini juga demikian.

"Tempat makannya klasik banget, kan?" ujar Bara saat mobilnya berhenti di tempat makan yang dikatakannya tadi. Matahari baru saja tenggelam dan langit Yogya sore ini terlihat begitu indah, perpaduan antara warna jingga dan kemerahan yang membuat hati terasa hangat. Hati orang lain maksudnya, bukan hatiku.

Met The ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang