7. Nggak Salah Dengar, Kan?

2.2K 413 19
                                    

Mata Prana terlihat menyipit, dia seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Aku sendiri saja merasa kesal dengan sikapku yang plin plan, tadi nggak mau singgah ke apartemennya, sekarang tiba-tiba memaksa. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena Bara.

Aku yakin kali ini Prana pasti kesal dengan permintaanku yamg mengajaknya kembali menuju apartemennya.

Aku tidak tahu apa yang dilakukan Bara di kostku, entah sedang menungguku atau malah ada orang lain yang sedang ditemuinya. Yang pasti saat ini aku benar-benar tidak mau bertemu dengannya, mau bagaimana pun pentingnya urusan Bara denganku. Aku merasa urusanku dengan Bara sudah selesai, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.

"Kenapa berubah pikiran?" tanya Prana sambil memiringkan kepalanya. Aku menahan napas karena saat ini tidak ada satu pun alasan masuk akal yang terlintas di pikiranku. Aku berubah pikiran karena tiba-tiba saja ada Bara, kalau tidak ada dia, mana mungkin aku bertingkah memalukan seperti ini.

"Itu ...." Aku terdiam selama beberapa detik sementara mata Prana masih menatapku dengan tajam. Sorot matanya membuatku salah tingkah. Ah sial! Kenapa sih lelaki ini punya sorot mata yang seolah bisa menyihir seperti ini?

"Ada orang yang nggak ingin aku temui di dalam sana dan saat ini sepertinya dia sedang menungguku," kataku akhirnya. Mungkin lebih baik aku jujur daripada Prana kesal dengan sikapku. Prana juga sepertinya tipe lelaki yang tidak mau terlalu peduli dengan urusan orang, tidak mungkin setelah ini dia akan mewawancaraku panjang lebar, kan?

"Dan kamu menjadikan kembali ke apartemenku adalah sebuah alasan?" tanyanya. Aku mengangguk mengiakan pertanyaannya.

"Karena nggak ada lagi alasan lain, Mas. Masa aku minta Mas Prana antar aku kembali lagi ke hotel tempat acara tadi," lanjutku yang sebenarnya ingin mencairkan suasana agar wajah Prana tidak terlihat tegang.

"Apa orang yang kamu hindari itu akan kembali mencarimu?" tanyanya seperti tidak peduli dengan ucapanku yang sebelumnya.

"Aku nggak tahu," kataku sambil menggelengkan kepala.

"Kalau begitu, aku akan menemanimu untuk menemui orang itu dan menjelaskan jika kau terganggu dengan kehadirannya. Dengan begitu untuk selanjutnya dia tidak akan datang lagi," jelas Prana. Terdengar menarik, tapi tentu saja semua itu tidak akan berguna untuk Bara.

"Aku nggak yakin berhasil," ucapku.

"Kenapa nggak? Karena kamu belum mencobanya. Ayo, aku akan menemanimu," ajaknya bersemangat.

"Mas Prana nggak akan mengerti," kataku berusaha menahan dirinya yang akan keluar dari mobil.

"Yang sedang aku hindari itu mantan pacarku," ucapku tertahan dan membuatnya menoleh dan menatapku tajam. Mengucapkan kata mantan pacar saja membuatku malu.

"Nggak akan ada pengaruhnya jika Mas Prana ingin membantuku," sambungku dan dibalas Prana dengan kekehannya. Aku tidak tahu kenapa dia seperti sedang menertawakanku. Apa kekhawatiranku karena akan bertemu dengan Bara terlihat lucu baginya? Atau apa ucapanku kurang jelas? Mantan pacar loh, bukan penagih hutang.

Prana turun dari mobil tanpa berkata-kata dan mataku pun membesar saat melihatnya. Apa dia benar-benar serius dengan ucapannya? Padahal aku nggak mau melibatkan Prana di hal yang yang begitu pribadi ini.

"Mas mau ke mana?" tanyaku panik dan mau nggak aku pun turun dari mobilnya. Mungkin baginya bertemu dengan Bara terasa lebih baik daripada mengantarku ke apartemennya.

"Bertemu dengan mantan pacarmu," jawabnya dengan wajah datar.

"Nggak mau," tolakku sambil berusaha menarik lengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Met The ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang