42 - Disappear Always

351 77 3
                                    

Pukul setengah dua pagi, para pencari suaka tengah tertidur, kecuali Nitta. Diam-diam ia tak mengeluarkan barang apapun dari tas. Ia masih menaruh laptop di dalam tas, juga barang-barang yang sejak tadi ada di sana. Sebelum ia bangkit, Nitta mengambil beberapa minuman kaleng dari ruang kerja Patrick, juga kudapan roti swalayan yang dibeli Tere.

Nitta menjejalkan semua itu dengan cepat dan berjingkat keluar dari ruang kerja Patrick. Si empunya ruangan sendiri tertidur di sleeping bag. Ia mengorok kencang. Nitta tak pamit dan langsung menutup pintu.

Baru saja gadis itu hendak menuju pintu ruko samping, seseorang mengejutkannya.

"Kamu mau pergi juga?" tanya Caraka.

Wajahnya tak tampak, sebab lampu ruang buzzer Mnemonic sudah dimatikan. Caraka berdiri di pintu samping ruko besar itu.

"Jim? Lo mau cabut?"

"Kerjaan gue selama ini memang cabut-cabutan. Gue nggak bisa satu lokasi sama Polsib terus-terusan."

"Gue juga harus pergi. Gue nggak bisa di sini, apalagi kalau sampai ditelusuri ke Lucene. Gue sama kayak lo, akan selalu menghilang," balas Nitta lagi.

Gadis itu mantap menggendong ransel. Caraka di hadapannya mulai membuka kunci pintu ruko.

"Gue mau ke pelabuhan," ujarnya pelan, lalu melanjutkan, "Lo sendiri bakal ke mana?"

Nitta terdiam.

"Lo nggak ada tempat suaka lain?"

Kali ini gadis itu menggeleng.

"Gue nggak punya siapa-siapa. Teman gue, kan, cuma kalian di Awanama."

Ada suara kecil terdengar dari ruang kerja Patrick. Caraka langsung siaga dan menarik ransel Nitta saat gadis itu menoleh ke atas.

"Kita pergi dulu. Urusan kamu mau ke mana, nanti aja dipikirin. Wicak dan Wibi memang sudah ketahuan, tapi orang di balik ini semua, belum ketahuan. Kita harus pergi dulu dari sini kalau mau lanjut bekerja, atau kepala kita ikutan hilang oleh orang bayangan kelompok The Big Brother."

Nitta hanya mengangguk cepat. Keduanya pun bertolak dari markas Mnemonic dan mencegat taksi di depan Jalan Ir. H. Djuanda, Ciputat. Mereka menuju Pelabuhan Merak untuk menyeberangi pulau dengan feri paling pagi.

***

Pagi hari saat Tere terbangun duluan, ia langsung memekik heboh. "Bang Catur! Andar! Bangun!!!"

Teriakannya mengejutkan semua orang yang lelah dan menumpang tidur. Jam dinding di kantor Patrick sudah menunjukkan pukul sembilan lebih sepuluh menit. Si pemilik ruangan itu ikut terbangun dan duduk sigap seperti baru disiram air oleh ibunya.

"Ada apa, Ter?! Saya sampai kaget," kata Catur. Ia mengucek mata dan memijat keningnya.

Tere menunjuk tempat di mana Nitta dan Caraka seharusnya berada. "Mereka nggak ada!"

"Hah? Ke mana mereka?!"

"Pas saya bangun, mereka udah hilang. Mereka pasti kabur! Kita harus lapor!"

"Tidak. Tidak perlu lapor," kata Catur kemudian.

"Bang Catur mau melanggar protokol gitu maksudnya?!" Tere mencak-mencak, padahal hari masih pagi.

Patrick ikutan memijat kening sebab pusing mendengar teriakan gadis berambut bob itu. Kini dua atasan dan bawahan saling bertengkar, setelah sebelumnya ada Nitta yang juga terus bertengkar dan panik saat mereka memutuskan untuk menyiarkan berita kemarin malam.

"Saya akan lapor Pak Lutfi sendiri. Caraka itu adik saya yang lama hilang. Dia tidak boleh masuk DPO," tutup Catur.

Tere hanya menganga. Ia tak percaya apa yang didengarnya dan berhenti berteriak.

Patrick yang mendengar itu ikutan terkejut. Dalam hati ia bergumam sambil tersenyum sinis, "Memang orang-orang Awanama isinya nggak bisa diprediksi."

Hari itu Catur, Andar, dan Tere menghadap atasan di Subdit IV. Sementara itu, Patrick dan tim buzzer Mnemonic bersiap untuk pindahan lokasi setelah membereskan kekacauan. Untung saja bayaran ETH dari Andar telah masuk ke nomor kripto milik Mnemonic. Meskipun beresiko tinggi, mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan kenapa Patrick mau membantu.

Seminggu, sebulan, hingga satu dan dua tahun kemudian, huru-hara pemasangan alat pemantauan ilegal pun menghilang bagaikan asap.

Skandal mengejutkan itu telah dibereskan negara, menghilang seperti Nitta dan Caraka.


***

Log: 17 Agustus 2022, 23.28

#nowplaying: Efek Rumah Kaca - Kamar Gelap

"Yang kau jerat adalah riwayat. Tidak punah, jadi sejarah. Yang bicara adalah cahaya. Dikonstruksi, dikomposisi..."


Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang