Hari monoton lainnya di Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya telah dimulai. Sepagi itu, Subdirektorat IV yang melaksanakan tugas-tugas cyber crime kedatangan salah satu anggota tim yang sempat mengajukan cuti pendidikan. Kembalinya Catur Pandita, tak disambut oleh satu pun anggota. Yang Catur tahu, rekan-rekan lamanya banyak yang telah mengalami rotasi penugasan, seperti dipindah ke unit lain atau malah subdirektorat lain.
Pukul setengah tujuh pagi, Catur sudah memasuki Subdit IV dengan langkah pelan. Di bahu kanannya tersampir ransel hitam, sementara tangan kiri sibuk memeriksa sesuatu pada ponsel. Ia harus menemui atasannya, AKBP Lutfi Tara. Namun, sejak ia sampai di parkiran Polda Metro Jaya sampai dia melangkah malas menuju Subdit IV, atasannya itu tak juga dapat ditemukan.
Celingukan di depan Unit 1, membuat Catur malah dicurigai. Seorang perempuan berambut bob dengan wajah persegi dan warna kulit nyaris seperti vampir, serta mata sayu yang tak bersahabat, menghampiri dirinya.
"Maaf. Anda mencari siapa?" tanya perempuan itu dengan suara agak berat. Di dagu kirinya terdapat tahi lalat mungil.
Catur membalas tatapan tak bersahabat perempuan itu dengan tatapan yang lebih dalam, tanpa senyum. Ia kemudian mengeluarkan Kartu Tanda Anggota dengan segera dan membalas, "Saya baru di Unit 1."
Perempuan itu memegang KTA Catur sementara, lalu memeriksanya. Ia hafal betul material KTA yang asli dan palsu. KTA asli kepolisian, kini sudah dilengkapi cip seperti SIM terbaru dan bukan lagi jenis kartu yang dilaminasi. Sebelum di Unit 2 Subdit Siber, ia pernah bertugas di Biro SDM.
"AKP Catur?" bisik si perempuan, lalu mata sayunya mulai berubah melotot. Sembari mengembalikan kartu tersebut, si perempuan menepuk temannya yang sedari tadi tertidur di salah satu kursi. Seorang lelaki gelagapan bangun saat ditepuk-tepuk. Kemeja flanel yang menutupi separuh badan bagian atas lelaki itu, terjatuh ke lantai.
"Apaan sih, Ter?!" serunya sembari mengucek mata. Ia hendak tertidur kembali saat perempuan itu malah menendang kakinya. Setelah menyadari ada Catur, lelaki itu tiba-tiba menjejak bumi. Matanya melotot, meskipun di ujung matanya terdapat beberapa kotoran kering.
"Lapor. Bripda Theresa Lynn, siap melaksanakan tugas!" seru perempuan yang biasa dipanggil Tere itu.
Sementara itu, si lelaki yang baru bangun, ikut memperkenalkan diri, "Bri... Brigadir Andar Kusuma, siap melaksanakan tugas!"
Catur hanya meminta keduanya kembali duduk. Ia berputar di sekitar Unit 1 dan bertanya, "Saya duduk di mana?"
"Di tengah, Pak," jawab Tere cepat sembari menunjuk posisi kursi yang menghadap ke arah lorong menuju Unit 1.
Catur langsung menuju kursi yang sepertinya kosong sudah lama itu. Meja dan kursi cukup berdebu. Beberapa berkas tertumpuk dan monitor komputer bahkan tidak tersambung pada stop kontak. Dia sangsi komputer itu masih bisa bekerja. Namun, setelah dia menyambungkan kabel pada stop kontak dan menyalakannya, komputer itu menderu. Suara kipas terdengar kencang dan akhirnya monitor memunculkan sistem operasi sumber terbuka, Debian 9 Stretch.
Catur tersenyum. "Siapa yang install Debian ini?"
"Sa-saya, Pak," jawab Andar takut-takut. Tere hanya menatap tak antusias mendengar kegagapan temannya.
"Saya kira PC ini nggak ada yang urus karena berdebu dan tidak tersambung ke listrik. Setelah saya nyalakan, tahunya sudah pakai OS terbaru yang stabil. Kalian... lumayan," puji Catur.
Andar menunduk malu, sementara Tere menggembungkan pipinya sembari menoleh ke arah lain. Walau tak kentara, dipuji oleh atasan baru membuat Tere jadi bersemangat.
"Oh ya, jangan panggil 'Pak'. Kalian bisa panggil saya Bang Catur saja," lanjut Catur. Ia kini menyodorkan jabat tangan pada kedua anggota tim baru yang pasti akan membantunya beradaptasi dengan lembaga ini. Lembaga yang sempat ia tinggalkan untuk kembali sekolah di NTUST.
Tere dan Andar menjabat Catur bergantian, sembari menjawab, "Siap, Bang!"
Setelah melepas jabat tangan itu, Catur memeriksa arlojinya dan bergantian menatap Tere, kemudian Andar. "Sudah mau jam tujuh. Ini hari Selasa, berarti ada apel pagi kan ya?" kata Catur setelah itu.
Tere masih tampak datar, sementara Andar membelalakkan mata. Lelaki rambut pendek yang cukurannya kurang rapi itu buru-buru membongkar laci meja bagian bawah. Ia lalu mengeluarkan kemeja safari lengan pendek berwarna biru tua, kemeja khas Direktorat Reskrimsus yang biasanya dipakai juga oleh Subdit IV saat apel pagi.
"Kalian duluan saja, mau ganti baju kilat," kata Andar sebelum menghilang ke toilet.
Sementara itu, Tere dengan sopan mengajak Catur menuju lokasi apel pagi.
***
Apel pagi selesai dalam satu jam sepuluh menit. Ada beberapa pengumuman serta pemberian penghargaan pada anggota Polda Metro Jaya yang berprestasi. Selain itu, isu-isu terkini juga disampaikan dalam apel pagi, agar bisa segera ditindaklanjuti oleh direktorat-direktorat terkait.
Setelah apel pagi selesai, masing-masing anggota kepolisian bubar ke tempat masing-masing. Baru saja hendak kembali ke lokasi bekerja, seorang perempuan memanggil Catur. Ia berlari-lari kecil. Perempuan itu memakai pakaian lengkap warna hijau tua dengan atribut lengkap. Wajahnya tampak berseri-seri dengan rambut bob tersisir rapi. Ia menenteng alat musik tiup.
"Pram?" sapa Catur. Wajahnya berubah tatkala perempuan itu semakin mendekat. Catur tersenyum kecil.
"Catur? Kamu udah di Jakarta? Idih! Nggak ngabarin aku dan yang lain. Apa kabar?" repet Prameswari, perempuan berusia tiga puluh enam tahun yang sudah lama Catur kenal sejak bergabung di kepolisian.
"Aku baik, Pram. Keren amat kostummu. Jadi, kamu sekarang di Korps Musik Metro nih? Kawan-kawan lama pada ke mana?" balas Catur. Sudah lama tak bertukar kabar dengan rekan-rekan masa lalu, membuat Catur antusias.
"Iya. Aku di Korsik sekarang. Yah, asyik juga, jadi inget masa muda pas masih Bintara sering bantu-bantu Korsik. Aku dari dulu kan memang mau masuk Korsik, tapi nggak pernah dapat. Akhirnya sekarang gabung setelah rotasi dua tahun lalu," jelas Pram lagi. Namun, setelah menjelaskan impiannya bergabung Korsik, Pram berubah murung. "Kalau yang lain... Tanadi sudah jadi orang sipil," lanjutnya.
Catur baru mendengar kabar itu. Memang sih, dia sendiri tak pernah lagi berkomunikasi dengan kawan lama di Polda pasca berangkat sekolah dan sibuk riset untuk gelarnya. Catur mengingat Tanadi yang ramah dan jenaka. "Tanadi kenapa? Pensiun dini?" tanya Catur pada akhirnya.
Pram masih murung. Ia hanya menjawab, "Kena celurit di kaki pas bertugas. Tanadi belakangan ada gejala diabetes juga, jadi setelah sekian lama tidak sembuh, pada akhirnya dia harus diamputasi. Terus, Mateus..." Pram berhenti bicara.
"Kenapa dengan Mateus?" tanya Catur, walau ia agak lupa dengan temannya yang satu itu. Setelah mendobrak memorinya sejenak, Catur baru ingat kalau Mateus adalah kawan dekatnya di asrama saat masih pendidikan di Akpol dulu. Walau Mateus berada di kamar sebelahnya, mereka cukup sering mengobrol di sanggar bela diri. Catur dulu agak payah dalam bela diri, sebab hanya sisi analitis dia saja yang terasah. Jadi, Catur cukup banyak berlatih dengan Mateus.
Pram menghela napas. "Mateus sudah tiada. Setahun lalu dia tewas di Priok pas bertugas. Kena tembak belakang kepala dan pelaku sudah ditangkap."
Catur terdiam mendengar itu. Sepandai-pandainya seseorang membela diri, pasti akan jatuh juga dengan senjata api.
"Turut berduka," balas Catur cepat.
"Ya sudah. Aku ada tugas piket hari ini. Nanti kita ngobrol lagi deh. Jangan ilang-ilangan lagi ya!" tutup Pram sembari menjabat tangan Catur dengan mantap.
Keduanya berpisah dari tepi lapangan apel, menuju lokasi tugas masing-masing. Baru saja Pram pergi, Catur langsung saja teringat sesuatu. Bagaimana dengan kawan mereka yang satu lagi? Mengapa Pram lupa membahas Wibi ya? Namun, belum sempat lelaki berpipi cekung itu menanyakan kabar Wibi, Pram sudah menghilang ke tempat ia harus piket hari ini.
***
#nowplaying: Efek Rumah Kaca - Tubuhmu Membiru... Tragis
"Perihmu yang menganga, tak hentinya bertanya. Hidup tak selamanya linier, tubuh tak seharusnya tersier."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cipher | ✔
Misteri / Thriller[The Wattys 2022 Winner - Mystery/Thriller Category] [Silakan follow sebelum membaca dan jangan lupa tinggalkan kritik serta saran] Kode program 1984 menghilang. Salah satu peretas AWANAMA, yang mencurinya ditemukan tewas dengan luka tusuk. Dan mere...