Mesin beroda empat milik Hilan memasuki basemen apartemen Celia. Sudah dipastikan Hilan akan menginap di unit apartemennya malam ini.
"Nginap?" Netra Celia menatap wajah kekasihnya yang sedang mengelus lembut surai miliknya memainkan poni yang bergelayut menutupi dahi Celia.
"Bajingan itu pasti kesini." Ia mengerti Hilan sedang dalam mode posesif yang mau tidak mau harus dituruti oleh gadis itu jika tidak ingin ada pertengkaran antara keduanya.
Lagi pula sekeras apapun Celia menolak lelaki itu akan melakukan apa yang dia mau. Hilan selalu menang dalam segala aspek.
"Gak boleh gitu tau, Eric juga dulu teman sekelasmu Hilan." Celia membekap bibir pacarnya yang berkata sedikit kasar dan berusaha memberi pengertian untuk Hilan agar tidak terlalu membenci sahabat kecilnya.
Namun bukan Hilan jika tidak bisa mendengarkan saran darinya jika menyangkut tentang Eric. Hilan keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk kekasihnya.
"Jalan sendiri atau gendong?" Es batu hidup ini sedang mendidih oleh panas sekarang.
Ia akan menunjukan jika Celia merupakan miliknya jika cemburu pada seseorang.
"Aku bisa jalan pakek kakiku sendiri Hilan." Gadis itu keluar dari mobil hitam yang di naikinya kemudian berjalan bersama Hilan.
Bergandengan tangan seolah ia akan hilang jika melepas tautan tangan mereka.
Sampai di dalam lift hanya ada keheningan tanpa ada celotehan dari Celia ataupun Hilan. Gadis itu terus menatap pantulan mereka pada pintu lift. Sesekali gadis itu meletakan telapak tangan kecil itu di atas kepalanya seolah membadingkan tinggi badannya dengan Hilan yang menjulang tinggi di sampingnya lalu menghela nafas kesal."Dasar pendek." Sadar dengan kelakuan pacarnya, Hilan mengoda gadis itu dan mengusak rambut Celia dengan gemas.
"Gak adil, kenapa Tuhan ngak bikin aku tinggi. Aku kan juga mau tinggi tau." Kebiasaan Celia yang selalu mengembungkan pipinya saat marah membuat Hilan harus ekstra menahan dirinya agar tidak mencubit pipi gembul milik Celia.
"Aku gak suka cewek tinggi." Ia berusaha menghibur kekasihnya yang bermasalah dengan tingginya sendiri.
Tinggi bukan masalah bagi dirinya, Celia sudah lucu dengan tinggi yang di milikinya sekarang. Sangat bahkan sangat lucu.
"Bohong pasti." Ia mencoba menepis tangan Hilan yang menusuk-nusuk pipinya.
"Serius." Lelaki itu menggeleng dengan wajah datar yang diam-diam menahan tawa melihat keimutan di depan matanya.
Ia menangkup kedua pipi Celia mengapitnya dengan kedua tangan besar miliknya.
"Bohong pasti kamu suka kan lihat cewek jen...
Cup
Celia terdiam saat merasakan kecupan yang jatuh pada pipi kanannya. Ia diam mematung sejenak meresapi kejadian yang terjadi.
Cup
Kini Hilan menjatuhkan kecupan lagi tapi kali ini pada pipi kiri Celia. Ia tersenyum tipis melihat wajah cantik yang bengong dan membeku. Mata besar Celia menerjap lucu, makin menambah kegemasan Hilan.
"Hilannnn." Sesegera mungkin ia mencoba melepaskan kedua tangan besar yang berada pada kedua pipinya.
Tapi nihil ia tidak sekuat itu melawan Hilan. Ia sungguh malu dan memilih mencubit perut Hilan membuat lelakinya terkekeh datar yang merupakan gaya andalan lelaki tinggi itu.
"Nyebelin." Dentingan lift menyadarkan Celia, dengan sisa kekuatannya ia berlari kabur sesaat setelah pintu besi itu terbuka.
Hal itu sukses membuat Hilan melepaskan tawa yang sendari tadi ditahan saat melihat pacarnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
trapUlove
Romance[on going] "Lepas, gak ada peluk-peluk kali ini" "Maaf, tadi aku lupa kamu nggak suka vanilla," lanjut Celia sedikit mendongakkan wajahnya merasa bersalah. "Aku suka, tapi dari bibir kamu." Celia mengakui dalam hal menggoda Hilan juaranya. "Apa kam...