Suasana tegang kembali menyelimuti unit apartemen Celia pagi ini. Hilan mengeluarkan taringnya setelah melihat Eric berdiri di depan pintu apartemen milik kekasihnya. Eric pun sama sudah ikut mengeluarkan tanduknya saat melihat Hilan yang membuka pintu dengan rambut acak-acakan seperti baru bangun dari tidur.
"Masih pagi untuk bertamu ke rumah orang kan?" Nada rendah yang menyiratkan ketidaksukaan pada lelaki yang duduk dihadapannya terlontar dari mulut Hilan.
"Ngak punya kaca? mana ada lelaki nginap di rumah gadis yang tinggal sendiri?" Begitupun Eric yang tidak mau kalah dengan Hilan menatap lelaki itu tajam.
"Aku pacarnya jika anda lupa."
"Masih pacar bukan suami kan?" Eric tersenyum miring melihat lelaki tinggi itu mengepalkan tangannya.
Eric tipe orang yang tenang, ia akan mencoba menghadapi sesuatu dengan kepala dingin. Tanpa ada perkelahian.
"Siapa yang datang sayang?" Suara lembut mengalun berbarengan dengan kedatangan Celia yang memakai pakaian santainya.
Rambut hitam panjang itu menjuntai, masih sedikit basah usai mencuci rambutnya.
"Eric?" Ia terkejut melihat sahabatnya duduk dihadapan kekasihnya sekarang.
Pantas saja udara pagi ini begitu mencekam. Dua musuh ini bertemu disaat yang tidak tepat.
"Hai." Lelaki itu tersenyum lebar kemudian melambaikan tangannya, seolah mengabaikan tatapan tajam Hilan yang seperti menghunus tajam siapa saja yang ditatapnya.
"Cobaan apalagi kali ini Tuhan," gumamnya kecil, ikut melambaikan tangannya membalas sapaan Eric.
Ia pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kopi?"
"Tanpa gula," ujar kedua lelaki itu serentak.
Kemudian bertatapan tajam tak terima dengan apa yang terjadi beberapa detik lalu.
"Oke, dua kopi hitam tanpa gula kan?" Celia memilih menyela keduanya, mencegah pertengkaran yang seperti akan pecah sebentar lagi.
Pertanyaan Celia diangguki oleh pacar dan sahabatnya yang duduk bersebrangan.
•••
Sebuah tangan melingkar di perutnya membuat Celia sedikit terjengkal karena terkejut. Hal yang dilihat selanjutnya adalah Hilan yang sedang mendusel seperti anak kecil pada Celia dengan badan tinggi yang dimilikinya.
"Lepas dulu Hilan, masih ada tamu." Bukan menurut Hilan malah membalik badan kecil Celia agar menghadapnya dan mematikan kompor yang sedang digunakan untuk menghangatkan air.
"Biarin, biar dia tau kamu itu pacarku." Tangan Hilan bermain pada helaian rambut Celia yang masih sedikit basah itu mensejajarkan wajah mereka.
"Biar dia lihat, dia ganggu kita pacaran." Cubitan kecil mendarat pada perut Hilan ketika lelaki itu mulai memajukan wajahnya.
Membuat lelaki itu meringis kesakitan tapi tidak beranjak sedikit pun. Sungguh Celia menjadi gila melihat kekasihnya yang berubah seperti ini.
"Jangan sekarang ya sayang? Emm?" Celia memohon agar Hilan melepaskannya, ia sungguh tidak enak dengan Eric yang menunggu lama di ruang tamu.
Bagaimanapun Eric adalah sahabat satu-satunya yang tulus menjadi temannya sejak SMP.
"Tapi sekarang jadwal kita pacaran Ana," dengus kecil Hilan meletakan dagunya pada kepala Celia.
"Iya, tapi kan masih ada Eric. Lagipula Eric gak akan lama, dia ada jadwal rapat di kantor pusat."
"Jadwalnya pun kamu tau?" Lelaki tinggi itu menegakkan tubuhnya, dengan tatapan datar ditambah kilatan kesal yang ketara di kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
trapUlove
Romance[on going] "Lepas, gak ada peluk-peluk kali ini" "Maaf, tadi aku lupa kamu nggak suka vanilla," lanjut Celia sedikit mendongakkan wajahnya merasa bersalah. "Aku suka, tapi dari bibir kamu." Celia mengakui dalam hal menggoda Hilan juaranya. "Apa kam...