بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Mandiri itu perlu karena tidak semua orang bisa membantu. Tak usah ragu, semoga Allah senantiasa menyertai setiap langkahmu."
°°°
Kereta Api Argo Wilis mengantarkan Anin ke kota Yogyakarta tepat pukul setengah tiga sore, setelah lelah menempuh perjalanan kurang lebih enam jam, perempuan itu akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di sebuah hotel yang berjarak sekitar 300 meter dari stasiun.
Hotel Unisi Yogyakarta menjadi pilihannya, bukan tanpa alasan karena hotel ini berada tepat di pusat kota. Fasilitasnya cukup lengkap, ada kolam renang, WiFi di setiap lantai, hingga layanan resepsionis selama 24 jam.
Hotel ini pun dekat dengan beberapa destinasi terbaik di Yogyakarta. Mulai dari Malioboro, Tugu Yogyakarta, Pasar Beringharjo, dan Titik Nol Yogyakarta. Bahkan, beberapa di antaranya bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja.
Anin akan menghabiskan waktu sekitar dua hari di sana, dia berencana untuk menjajal beragam tempat wisata dan mengabadikannya lewat lensa kamera. Dia memang sangat suka traveling, dan dia pun cukup berani bepergian ke kota orang hanya seorang diri saja.
Me time itu perlu, dan mandiri dengan tidak bergantung pada orang lain itu harus. Maka dari itulah dia selalu membiasakan diri untuk ke mana-mana sendiri. Semula memang tidak mendapatkan izin dari orang tua, sebab dia adalah anak satu-satunya. Sebagai orang tua mencemaskan sang putri adalah sebuah kewajaran, bukan?
Namun, lambat laun akhirnya izin pun didapatkan, dan hal itu jelas disambut suka cita olehnya. Jika ada waktu dan kesempatan Anin pasti akan melancong ke kota orang, hanya untuk sekedar menikmati segala destinasi yang ditawarkan.
Tepat saat kumandang azan ashar menguar Anin terbangun dari tidurnya, dia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan segera merapikan barang-barangnya. Saat ini perempuan itu tengah kedatangan tamu bulanan, maka dari itu dia terbebas dari kewajibannya.
"Ish, novel aku ke mana coba? Jangan sampai ketinggalan di kereta, mana itu novel kesayangan lagi," gerutunya seraya mengobrak-abrik isi tas selempang beserta kopernya.
"Allahuakbar! Gak ada!" Dia menggeram frustrasi.
Kehilangan novel baginya adalah bencana, malapetaka, dan dia sangat tidak suka. Secinta dan sesayang itu Anin pada buku, sampai dia pun pernah menangis karena bukunya ketumpuhan air pada saat dipinjam orang lain.
Hanya sekadar lembar halamannya terlipat saja dia akan bad mood bukan main, apalagi sekarang, bukunya hilang entah di mana. Kepala perempuan itu rasanya pusing seketika, ini bukan hanya tentang nominal uangnya, tapi tentang tanda tangan penulisnya, karena tidak semua buku bisa mendapatkan itu.
Anin merebahkan diri di kasur dan menatap langit-langit kamar, suasana hatinya benar-benar dibuat hancur berantakan. Dasar ceroboh! Baru hari pertama di Yogyakarta, dia sudah dibuat merana.
"Buku itu emang bukan rezeki kamu, Anin. Ikhlaskan, mungkin ada orang yang lebih membutuhkan, dan melalui kehilangan kamu itu dia mendapatkannya," gumamnya berusaha untuk membesarkan hati.
"Sepulang dari sini aku harus beli buku itu lagi, dan aku harus bisa mendapatkan tanda tangan penulisnya," ucap Anin penuh semangat.
°°°
Malioboro di malam Minggu penuh sesak oleh pengunjung dari berbagai tempat, wisatawan mancanegara, lokal, bahkan pribumi pun ada. Lampu-lampu yang menyala terang menjadi pemanis di tengah kegelapan, jajaran kursi-kursi kayu yang dipadati orang, bahkan becak dan delman pun setia berjajar di pinggir jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
SpiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP Allah akan menguji iman masa mudamu dengan didatangkannya sosok yang dulu pernah diminta. Seseorang yang selalu riuh dalam doa, dipuja, serta kerapkali dijadikan sebagai tujuan utama. Dihadapkan pada dua pilihan, bukan...