Wedding Dream

148 31 4
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Sederhanakan pernikahan dan mudahkanlah mahar. Itulah yang Islam anjurkan."

°°°

Lamaran sudah digelar, tanggal pernikahan pun sudah diputuskan. Hanya tinggal menunggu serta mempersiapkan. Sepasang sejoli yang bersusah payah mencoba untuk melupakan dan mengikhlaskan ternyata akan bersanding di pelaminan.

Jalur langit memang tidak pernah mengecewakan. Seterjal apa pun jalan yang dilalui, jika Allah meridai dua hati, maka akan disatukan dalam ikrar suci. Tidak ada hal mustahil jika tangan Allah sudah ikut campur, Dia takkan pernah tega mengembalikan secara cuma-cuma tangan yang menengadah meminta, Dia akan memberi takdir terbaik untuk hamba-hamba-Nya.

Tidak ada keinginan yang merepotkan, pernikahan akan digelar secara sederhana dan mengundang sanak saudara serta kerabat dekat saja. Sesuai dengan permintaan Anin dan Arhan yang tidak ingin menghambur-hamburkan uang. Tidak usah mewah yang penting sah. Itulah wedding dream keduanya.

"Teh Anin yang tidak pernah terdengar tengah berpacaran, tapi tiba-tiba sebar undangan. Bener-bener kabar yang sangat mengejutkan."

"Gerecep banget, Teh. Tim sat-set sat-set ini mah!"

Kira-kira seperti itulah respons para karyawannya kala mendapat undangan dari Anin. Dan mereka semakin dibuat terkejut saat nama Arhan yang tertulis di dalam undangan.

"Ya Allah kenapa saya teh gak nyadar kalau Teh Anin cinlok sama A Arhan. Sejak kapan kalian pacaran?"

Anin terkekeh dan menggeleng pelan. "Kami tidak berpacaran, tiga minggu lalu A Arhan dan keluarganya datang meminang, dan in syaa allah pernikahan akan digelar lusa."

"Allahuakbar! Memangnya gak kecepatan mempersiapkan pernikahan hanya sekitar tiga mingguan, Teh?"

"Alhamdulillah semua dimudahkan, lagi pula kami tidak berniat untuk menggelar pernikahan secara besar-besaran. Cukup sederhana saja, di Senandika Cafe," jelas Anin dengan wajah berseri-seri.

"Kenapa yah kisah orang-orang mulus bener, kok aku malah gini-gini aja," sahut Sari malah mencurahkan isi hati.

Anin tertawa kecil melihat ekspresi lucu yang ditunjukkan sahabatnya. Benar-benar memelas dan minta ingin segera dihalalkan, tapi sayang calonnya entah sudah lahir atau belum.

Namun, Anin kurang sepaham dengan asumsi Sari. Pasalnya kisah Anin dan Arhan tidak semulus yang dipikirkan orang-orang. Mereka harus melewati berbagai kegamangan, kebingungan, serta terjebak dalam ketidakjelasan. Tapi, alhamdulilah sekarang semuanya sudah terlewati.

"In syaa allah jodoh kamu lagi otw, Sar," tutur Anin menghibur seraya mengelus lembut punggung sang sahabat.

Sari berhambur memeluk Anin dan tangis perempuan itu pecah tak terbendung. Dia bahagia sekaligus terharu mendapat kabar pernikahan sang sahabat. Tapi sedikit sedih karena mungkin nanti mereka akan kesulitan bertemu, walau masih dalam lingkup tempat kerja yang sama. Semua akan otomatis terbatasi.

Anin jelas menyambut hangat rengkuhan kawannya, dia pun merasakan hal yang tak jauh berbeda. "Doakan semoga pernikahan kita dipermudah dan dilancarkan yah, Sar."

Sari mengangguk mantap, lantas saling melepas pelukan. "Aamiin allahumma aamiin."

Hari ini semua karyawan tengah membereskan kafe yang sudah selesai proses perombakan. Setiap sudut kafe benar-benar berubah total, sebuah penyegaran yang diharapkan bisa diterima oleh seluruh pengunjung.

Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang