Seven : Festival

8 2 0
                                    

"Hanbyul-ah! Kau sudah siap?" Seru Jimin memasuki apartemen Hanbyul. Pria itu mengingat sandinya saat tadi pagi Hanbyul menekan beberapa angka tepat didepannya. Makanya Jimin bisa langsung masuk ke dalam tanpa menunggu sang pemilik apartemen mengizinkannya.

Terlihat tidak sopan memang. Tapi perlu diketahui bahwa Jimin sudah berdiri sekitar sepuluh menit di luar pintu sebelum memutuskan untuk masuk.

"Iya tunggu sebentaar!!"

Hanbyul, ia sudah siap sejak satu jam yang lalu. Menunggu Jimin yang tak kunjung datang, membuat Hanbyul ingi buang air kecil. Ini sudah keempat kalinya Hanbyul buang air kecil dalam waktu berdekatan. Hanbyul sedikit menggerutu pada dirinya. Akibat minum air putih terlalu banyak, ia jadi bolak-balik kamar mandi sejak tadi. Masalahnya kakinya masih sakit, untuk berjalan saja masih pincang. Kalau kakinya dalam keadaan normal, ia tak masalah jika harus bolak-balik kamar mandi sepuluh kali pun.

Hanbyul berdiri di depan wastafel usai menuntaskan hasratnya, selalu seperti itu. Sekedar merapikan penampilannya. Suara seseorang memanggil namanya terdengar sampai dalam kamar mandi. Sudah pasti itu Jimin__pikirnya. Ey, tapi bagaimana Jimin bisa masuk?

"Iya tunggu sebentaar!" Hanbyul cukup berteriak agar seseorang diluar sana mendengarnya.

Hanbyul berjalan pelan-pelan menuju ruang tamu. Ia dapat melihat Jimin sedang duduk sambil menonton TV. Sudah seperti rumah sendiri saja.

Jimin merasakan kehadiran Hanbyul, lalu menoleh. "Kau sudah siap?"

Hanbyul mengangguk.

"Kalau begitu kita berangkat sekarang"

Jimin mematikan TV-nya, beranjak menghampiri Hanbyul yang masih berdiri dengan tangannya yang memegang pinggiran sofa untuk menopang tubuhnya. Jimin meraih tangan Hanbyul untuk dipapah.

"Tunggu.." Langkah mereka berhenti ketika Hanbyul bersuara.

"Kenapa kau bisa tau password apartemen ku?" Lanjutnya menatap Jimin.

"Aish ku kira kenapa. Kau tidak lupa kan bahwa aku lulusan New York, hal seperti itu sangat mudah bagiku" Jawabnya diiringi kekehan.

Hanbyul memutar bola matanya malas mendengar Jimin yang mulai menyombongkan diri. Padahal Jimin tahu juga karena melihat Hanbyul menekan beberapa angka di depannya.

Jimin memapahnya sampai basement. Setelah mendapat perawatan dari Jimin, kaki Hanbyul sudah bisa melangkah lebih cepat. Sehingga Jimin tidak usah repot-repot menggendongnya lagi. Tidak seperti tadi pagi yang sangat lambat karena memang sangat sakit.

* * * * *

Taehyung menghentikan motornya di pekarangan rumah Jiseul. Tepat di hadapan wanita itu yang sudah berdiri di depan pagar. Sejak tadi mungkin.

"Naiklah" Taehyung berucap. Dirinya masih berada diatas motor sportnya. Tanpa melepas helm yang dikenakan. Hanya membuka bagian kacanya saja.

"Kita mau kemana Tae?"

Tentu saja wanita itu bertanya. Pasalnya Taehyung hanya mengirimkan pesan bahwa dia akan menjemputnya, tanpa memberitahu terlebih dahulu akan kemana.

Untungnya Jiseul sudah mandi dan bermake-up tipis. Jika saja Taehyung membawanya pergi dalam keadaan gembel, sudah dipastikan Jiseul akan mendiami Taehyung selama satu minggu.

Mengingat kejadian dahulu, Pagi-pagi saat Jiseul masih dengan muka bantalnya, Taehyung yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengajaknya pergi ke taman. Bukan hanya muka bantal saja, Jiseul masih menggunakan baju tidurnya bermotif kelinci saat itu. Walaupun hanya ke taman, setidaknya Jiseul harus berpakaian rapi bukan memakai baju tidur. Jiseul risih dan malu dengan tatapan orang-orang yang melihatnya. Bagaimana bisa Taehyung yang sudah rapi seperti pangeran sedangkan dirinya masih bau iler seperti orang pinggiran, huh. Rasanya Jiseul sangat ingin menangis. Detik itu juga Jiseul marah pada Taehyung dan enggan berbicara padanya selama beberapa hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Truth Issues || j.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang