06

309 43 11
                                    


23 maret

Inilah kesialan-kesialan gue selama beberapa hari terakhir:

1. PC warnet yang gue pake buat main PB tiba-tiba mleduk. Asli kaget banget! Untungnya gue dan orang-orang di sekitar gak kenapa-kenapa. Kang Ujang si OP warnet nggak minta gue ganti rugi. Tapi gue kasian dia kena omel bosnya. Jadi, gue pake duit tabungan gue buat nambah-nambah ongkos servis.

2. Waktu lagi tanding basket, tiba-tiba kaki gue kram dan abis itu sakit banget. Alhasil gue cuma duduk cengok di pinggir lapangan. Eh kampretnya abis pertandingan kaki gue mendadak sembuh.

3. Gue diputusin cewek gue secara sepihak dan lewat chat. Gue pikir itu cuma prank. Besoknya gue samperin dia di sekolahnya. Ternyata dia punya gebetan baru, anak SMA Adikarya. Kampret!

Apa semua kesialan ini ada hubungannya dengan aplikasi JanganDiklik?

"Aduh!" Aku hampir terjatuh. Seseorang menabrakku dari belakang saat aku berjalan di lorong sekolah sambil membaca cerita di aplikasi JanganDiklik pagi ini.

"Sialan, lo! Kalau jalan pake mata!" bentaknya. Dasar, orang aneh! Dia yang menabrakku, dia sendiri yang marah-marah. Kalian pasti sudah bisa menebak siapa manusia berkelakuan dajal itu. Ya, Zaid.

Aku lanjut berjalan, berusaha mengabaikannya. Meladeni orang gila seperti dia adalah kesia-siaan yang paling nyata.

"Woi, brengsek, lo! Bukannya minta maaf, malah melengos pergi. Berani lo sama gue?" Dia menarik bahuku hingga tubuhku berbalik menghadapnya. "Mau gue hajar lagi?"

Aku benci diriku sendiri yang merasa gentar di hadapan manusia tak berguna ini. Eksistensinya sama sekali tidak memberi kontribusi positif bagi peradaban dunia. Di kelas, dia anak yang paling berisik, usil, dan selalu menjadi biang onar. Nilai-nilai tugas dan ulangannya jelek, tetapi dia tampak santai-santai saja. Sikapnya paling menjengkelkan sedunia. Aku heran kenapa Fabian bisa berteman akrab dengan tukang bully seperti dia. Kurasa bukan hanya aku yang pernah dia bully, tetapi banyak anak lainnya juga. Hanya saja masalahnya, kami semua tak ada yang berani melawannya.

Saat aku hendak—terpaksa—meminta maaf kepadanya untuk mengakhiri konflik tak penting ini, tiba-tiba seseorang datang dan menjauhkan Zaid dariku. "Udah, udah! Lo jangan bikin gara-gara! Sini, lo!"

Aku menoleh ke arahnya. Sempat menduga dan berharap kalau cowok itu adalah Raphael. Sayangnya bukan. Dan setelah mengetahui siapa yang barusan menghentikan Zaid, aku lantas terkejut. Sama sekali tak menyangka kalau orang itu adalah Fabian.

*

"Cari siapa?" tanya sebuah suara merdu di ambang pintu kelas XI IPA 4. Aroma segar dan manis dari tubuhnya semerbak di udara. Oh, ini cewek yang namanya Karin. Incarannya Fabian. Nggak semua cewek atau cowok berkacamata itu cupu. Pintar dan cantik adalah dua kata yang kupikirkan saat pertama kali melihat Karin dengan kacamata berbingkai tipisnya itu.

"Eh... Raphael," jawabku sambil mencari-cari keberadaannya di dalam sana.

"Belum dateng."

"Oh. Makasih, ya." Sebenarnya ada banyak hal tentang Raphael yang ingin kutanyakan kepadanya. Namun, berada di dekat Karin membuatku gugup dan lupa apa saja yang ingin kukatakan. Daripada terlihat kikuk dan mempermalukan diri sendiri, aku pun bergegas pergi.

"Tunggu!" Cewek itu mengejarku.

Aku berpura-pura tidak mendengarnya. Sesaat merasakan sensasi dikejar cewek secantik Karin. Aku tahu Karin akan bertanya apa setelah ini.

"Lo sodaranya Fabian, kan?!"

Aku mengangguk. Tepat seperti yang kuprediksi.

"Gue boleh minta tolong?" Karin masuk ke kelasnya setelah mendapat anggukan dariku, kemudian kembali menemuiku yang masih menunggunya di koridor. Dia menyerahkan sebuah goodie bag berwarna cokelat. "Ttitip ini buat Fabian."

"Kenapa nggak lo kasih sendiri aja?" Aku mengintip isinya. Sepertinya jaket Fabian.

Karin tampak enggan menjelaskan. "Gue... gue sibuk. Nanti ada meeting OSIS buat persiapan acara ulang tahun sekolah. Takutnya nggak sempet. Jadi, gue minta tolong lo. Nggak keberatan, kan?!"

"Nggak, kok."

"Makasih ya, Sekala." Karin tersenyum. Manis sekali. Tiba-tiba aku seperti melihat cahaya indah di belakang tubuhnya, dan angin kecil meniup lembut rambut lurus sebahunya. Dan momen ketika dia menyebut namaku rasanya ingin kuputar berulang kali.

Saat ini aku berpikir jika memang reinkarnasi itu benar-benar ada, aku ingin sekali menjadi Fabian Alfarezi. Seorang cowok sempurna yang disukai semua orang tanpa harus melakukan hal-hal luar biasa. Cowok yang hanya dengan meminjamkan jaketnya kepada cewek paling cantik di sekolah saja sudah bisa membuat cewek itu merasa istimewa dan berbunga-bunga.

Aku tak peduli seandainya aku tidak merasakan kebahagiaan yang luar biasa setelah bereinkarnasi menjadi Fabian yang diidamkan para cewek. Aku hanya ingin merasakan kebahagiaan yang lebih lama ketika Karin menyebut namaku sambil tersenyum, dan dia menempatkan namaku dalam kisah romansa hidupnya.

Bukan sekadar kurir barang titipan untuk saudara tiri seseorang yang dia sukai.

*

4 April

Gebetan baru mantan cewek gue itu namanya Edgar Gunawan, anak SMA Adikarya, setahun lebih tua dari gue. Dan setelah gue inget-inget lagi, gue pernah liat dia di pertandingan basket antar-SMA sekitar bulan Februari lalu. Tim basket sekolah gue berhasil ngalahin timnya si Edgar dan kawan-kawan di final.

Gue inget, mantan cewek gue juga nonton pertandingan waktu itu. Mungkin mereka udah saling kenal dan berhubungan di belakang gue. Entahlah. Makin ditelusuri rasanya makin menyakitkan.

Tapi, dari semua hasil investigasi gue tentang mereka berdua, hal yang paling mengejutkan buat gue sekarang adalah fakta bahwa ternyata si Edgar itu mantan pacarnya Renata Marinka. Cewek korban tabrakan tempo hari yang hadir di mimpi gue.

Aku pun terkejut saat membaca bagian itu. Kisah yang dialami si penulis diari ini makin menarik dan membuatku penasaran. Saat aku hendak membaca lanjutan kisahnya, ponselku mendadak mati. Seandainya aku berani meminta ganti rugi kepada Zaid yang menyebabkan kerusakan ini.

Sial! Aku jadi teringat Raphael lagi. Ini hari kedua dia tidak masuk sekolah dan ponselnya masih tidak aktif. Aku perlu panglihan pikiran agar tidak memikirkan Raphael terus-terusan. Saat ini aku bahkan sedang makan batagor kering kesukaannya di kantin.

Selesai makan, aku melipir ke lab internet. Mencoba mengakses situs jangandiklik.net. Namun ternyata situs itu hanya menampilkan layar hitam dengan tulisan dan ornamen percikan darah merah, dan bukannya seperti aplikasi yang terinstal di ponselku.

JANGANDIKLIK

Atau Kamu Akan Dikutuk Selamanya.


Sekala dan Hantu Tanpa KepalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang