Menjelang sore, tapi Abang dan mama belum pulang juga. Jadi tadi tuh Abang nyuruh aku nungguin dia, tapi aku malas banget pengen cepet pulang. Soalnya tubuh aku udah lelah banget.Aku pulang naik bus, Sagara pulangnya sore juga, jadi aku gak bisa nebeng sama dia. Sambil menunggu Abang dan mama, aku menyetel musik di kamarku, merebahkan tubuhku diatas ranjang kesayangan.
Aku menatap langit-langit kamarku sambil senyum-senyum sendiri, kaya orang gila. Pikiran aku itu, entah kenapa dipenuhi dengan nama kak Dean.
"Kenapa gue terus mikirin kak Dean sih." Kataku sambil menepuk-nepuk pipiku.
"Apa ini yang namanya jatuh cinta ya."
Aku tersenyum, mengambil ponselku lalu membuka internet.
Pantesan aja aku terus kepikiran kak Dean, walaupun pertemuan kita tuh terbilang singkat. Tapi entah kenapa aku merasa saat di dekat kak Dean itu nyaman banget.
Padahal aku tuh terbilang orang yang susah banget jatuh cinta. Apalagi setiap dekat dengan cowok, aku tuh selalu ingat biasku, pacar haluku ,yang tak lain adalah Na Jaemin♡
Tapi, saat pertama kali aku bertemu kak Dean pas tolongin aku di taman. Tiba-tiba jantung aku tuh berdegup kencang, ada getaran yang sama sekali tak aku mengerti.
Tak ada yang bisa menggantikan papa Agus dan Jaemin dihatiku. Mereka adalah alasanku menolak setiap cowok yang mendekatiku. Mungkin karena menurutku tidak ada cowok yang bisa menggeser kadar ganteng dan baiknya papa dan Jaemin dihatiku.
Terdengar suara motor yang memasuki gerbang, aku tebak itu pasti abang. Aku pun segera berlari keluar kamarku. Saat sedang berada di tangga,aku melihat Abang yang baru saja masuk membuka pintu.
"ABANG!" Teriak ku menggema ke seluruh ruangan.
Bang Tegar yang baru saja akan menutup pintu, terkaget dan berbalik mengarah padaku yang masih berada di tangga.
"Gak usah teriak, Lo pikir gue budek apa."
Aku berlari menuruni anak tangga, melipat lengan bajuku ke atas. Bersiap akan menghajar bang Tegar. Tapi, seakan gerakan ku itu terbaca. Abang sudah bersiap untuk melawan.
"Lo sengaja ya tadi gak angkat telepon dari gue. Lo mau bikin gue malu! Bikin gue kesel. Lo mau balas dendam sama gue, gara-gara gue gak angkat telepon Lo juga. Iya!"
Memutar kedua bola matanya. "Apa sih. Gue udah bilang, hp nya gue mode silent. Gue lupa."
"Itu cuma alasan, gue gak percaya."
"Ngapain percaya sama gue, musyrik."
"Banyak ngomong!"
Aku menjambak rambut bang Tegar. Sampai dia mengaduh kesakitan.
"Aww... Sakit... Sakittt. Lepasin." Sarkas abang sambil memegang tanganku yang menjambak rambutnya.
"Gak mau. Ini balasan buat Lo yang udah bikin gue kesel." Aku semakin kuat menjambak rambutnya
Abang membalas dengan menjambak rambutku juga sampai acak-acakan. Terjadilah saling jambak-jambak rambut, di depan pintu.
"Astaghfirullah.. kalian ini apa-apan sih, malah berantem." Ucap mama yang baru saja pulang, dan melerai.
Mama menjadi penengah, lalu melepaskan tanganku yang menjambak rambutnya Abang, begitu pun sebaliknya mama melepaskan tangan abang yang menjambak rambutku.
Aku menatap abang kesal, begitu pun sebaliknya. "Bang Tegar Ma. Masa dia nyuruh aku buat nganterin makalahnya, tapi aku teleponin dia buat ambil didepan gerbang malah gak di angkat."
"Hp nya di silent, gue udah jelasin sama Lo kan."
"Bohong kan Lo! Gak mungkin Lo gak buka hp selama itu."
"Untungnya buat gue apa, kalo gue bohongin Lo. Yang ada ya, gue yang buntung bukan untung. Gak percayaan banget sih jadi orang."
Aku membelalakkan mata, akan segera membalas perkataan Abang. Tapi, keburu dipotong sama mama.
"Sudah, sudah. Baru juga ditinggalin sehari udah kaya gini." Ucap mama sambil memegang kepalanya.
"Mama tuh pusing, bisa gak sih kalian tuh akur sehari aja."
Aku terdiam dan menunduk, Abang diam sambil menatap padaku.
Mama menghela nafas panjang. "Kalian berdua masuk kamar. Nanti jam delapan temuin mama di ruang kerjanya papa. Mama tunggu! Gak boleh ada yang telat."
"Iya ma." Ucapku dan bang Tegar.
"Sebelum itu, mama mau liat kalian saling maaf dulu."
Aku menyenggol bahu bang Tegar, lalu Abang melirik menaikkan satu alisnya.
"Lo kan Abang, jadi Lo duluan." Bisik ku.
"Harusnya Adek yang duluan, bukan Abang."
"Lo aja duluan bang. Yang salah kan Lo."
"Kok jadi gue sih. Lo aja dek."
Mama berdehem. "Abang duluan, cepat!"
Membuang nafas panjang. "Maaf." Ucap Abang pelan
"Apaaa gak kedengaran, yang keras dong ngomongnya." Ucapku
"M.A.A.F. Masih kurang jelas juga!" Marah Abangku, emosian banget sih Abang.
Aku tersenyum. "Oke di maafin. Gue juga minta maaf bang."
"Sekarang pelukan." Kata mama
"Tegar gak mau Ma." Tolak Abang, sambil menatapku
"Ngapain lihatinnya kaya gitu! Jijik sama gue, Hah!"
"Tegar gak boleh gitu, Thalia itu adik kamu. Cepat peluk adik kamu. "
"Iya, sini deketan." Kata Abang sambil menarik tanganku untuk mendekat.
Abang memeluk ku hanya lima detik, lalu mendorongku menjauh.
"Sudah kan. Kalo gitu Tegar masuk kamar dulu." Ujar Abang, yang berjalan ke tangga. Jadi kamar aku sama Abang itu berada di lantai dua.
"Bareng bang. Ma, Thalia ke kamar dulu ya." Ucapku, lalu berlari menyusul Abangku.
Langit sudah menggelap. Bintang bertaburan mengelilingi bulan yang bulat. Sekarang sudah jam 19:45. Sebentar lagi aku harus menemui mama di ruang kerja papa. Tapi aku kesel banget, yang bikin aku kesal itu, kenapa harus barengan sama Jaemin yang sedang Live sih.
Ini tuh pilihan yang sangatlah sulit bagiku.
Walaupun aku gak ngerti Jaemin ngomong apa, setidaknya aku bisa melihat senyumnya yang manis, tingkah lucunya yang bikin aku gemes banget."Nana, kenapa kamu gemes banget sih." Ucapku sambil menggigit gulingku.
Saking keasyikannya, aku sampai lupa harus menemui mama. Tanpa sengaja aku melirik jam di dinding, betapa terkejutnya ketika aku liat sudah jam 20:10. Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari ke luar kamar, menuju ruang kerja papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
Teen FictionPerasaan nyaman yang datang tiba-tiba, berubah menjadi rasa suka, dan timbulah rasa cinta.