Chapter 29 [Jayden Wilder]

155 28 6
                                    

Selamat datang di chapter 29

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo meresahkaeun

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do love Jayden and Melody

❤️❤️❤️

____________________________________________________

“Manusia diajari setiap hari untuk memberi dan menerima. Tapi sayangnya manusia selalu lupa untuk belajar menghargai.”

—Tanpa Nama

____________________________________________________

____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Musim gugur
Bisley, 23 Oktober
Pukul 14.50

“Bajingan! Keparat! Tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diuntung! Berani-beraninya dia mengajak istriku pergi!” Aku berapi-api sampai aksen British-ku jadi aneh.

Nicolo—yang untungnya tidak ikut eksekusi balas dendam sehingga masih bisa bebas berkeliaran—berjingkat dan kembali menunduk. Melalui ekor mata, bidang pandangku bisa melihat polisi yang bertugas menjaga kami sedikit terhenyak, tetapi tidak berkomentar atau melakukan tindakan lain. Ketika refleks menoleh ke samping, aku mendapati beberapa tahanan lain yang mengobrol dengan tamu mereka masing-masing menatapku kesal sambil memaki kasar. Sebagian kecil hanya mengembuskan napas sambil mencebik malas.

Mana aku peduli?

Otakku sekarang bagai disiram air mendidih karena dipenuhi oleh istriku dan Umar Al-Khareem. Seandainya aku sedang tidak menjadi tahanan sementara sampai kejaksaan menggelar persidangan kasusku dan aku dibebaskan, kupastikan mantan tunangan istriku itu lenyap dari muka bumi dengan tanganku sendiri.

Seandainya Dahlia berhasil membujuk salah seorang aparat untuk memberiku waktu menemui Melody, pasti aku sudah akan membawa Melody pulang. Akan kuajak istriku pergi jauh. Kuyakinkan padanya kalau semua akan baik-baik saja. Bahwa semua hanya tipu daya media massa. Dengan bukti aku bersamanya. Sayangnya tidak demikian, bukan?

Terkutuklah si penyidik keparat yang dendam padaku itu, yang terus memperhatikan gerak-gerikku bagai kamera pengawas. Hingga secara tak terduga Umar datang menemui Melody dan mengajak istriku pergi.

Padahal beberapa bulan lalu, aku berbaik hati mewujudkan cita-cita si pecundang itu menjadi dokter bedah dengan menawarinya beasiswa penuh di universitas Harvard. Selain sebagai bentuk ucapan terima kasih karena telah mengobatiku di insiden Hotel Four Season London, sebenarnya itu juga rencanaku untuk menyingkirkannya dari hadapanku dan Melody. Aku muak mengetahui pria itu masih berada di sekitar kami kendatipun ia bekerja di London yang jaraknya lumayan jauh dari Summertown.

MR. MAFIA AND ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang