Dua puluh empat

4.4K 383 27
                                    

Sudah satu minggu lebih Ricky tidak tinggal di rumah Rangga, kini ia tinggal di kamar kosnya yang lumayan nyaman untuk ukurannya. Ada ruang untuk tidur, lalu di belakang ada tempat untuk dapur yang menyatu dengan kamar mandi. Selama tinggal di tempat kos itu Ricky menjalani harinya seperti biasa. Sebisa mungkin dia tak lagi menghubungi Rangga, semua pesan singkat yang Rangga kirim tak pernah ia balas. Ricky benar-benar mengabaikan pria itu.

Ricky saat ini benar-benar ingin sendiri guna menata hatinya. Bahkan dia tak mengabari saudara sepupunya tentang dia yang telah pindah dari rumah Rangga. Ricky tak mau membuat Janu jadi sibuk memikirkannya. Saudaranya itu sudah punya kehidupan sendiri, dia harus mandiri, jika bukan hal yang mendesak dia tak mau mengganggu Janu. Apalagi ini soal hubungannya dengan Rangga yang tidak jelas apa namanya.

Semua ini salahnya, seharusnya dia tidak berharap apa-apa pada pria itu, seharusnya dia tahu diri, tidak mungkin Rangga mau menjalin hubungan dengannya selayaknya pasangan. Mengharapkan itu sama saja bagai pungguk merindukan bulan. Rangga pasti lebih memilih seorang wanita yang lebih pantas menjadi pendamping hidupnya, ibu dari anaknya. Bella ...

Mengingat nama itu Ricky jadi merindukannya. Apa dia makan dengan baik? Apa Mas Rangga rutin membawakan bekal makan siang untuknya? Dia jadi ingin bertemu dengan Bella.

Ricky menarik napas dalam-dalam lalu ia hembuskan pelan. Ia duduk di atas kasur busa sambil menatap lurus ke luar kamar kosnya. Dia sedang menunggu sahabatnya. Rivel tadi mengirim pesan akan datang menjemputnya. Saat ini hanya Rivel yang bisa diandalkan. Rivel selalu ada untuknya dan membantunya. Sebenarnya ada rasa bersalah dalam hati, seakan dia sedang memanfaatkan Rivel untuk kepentingannya. Sudah jelas Rivel menaruh hati padanya. Untuk saat ini tak mengapa ia pasang muka tembok, dengan tidak tahu malu selalu merepotkan Rivel.

Saat sedang duduk melamun, tak lama datang mobil warna putih masuk ke pelataran kos-kosan.

Dari dalam mobil keluar Rivel dengan membawa satu kantong plastik berisi makanan di tangan kirinya.

"Bawa apa itu?" tanya Ricky saat Rivel sudah berdiri di ambang pintu.

"Bubur ayam, katanya kamu mau makan bubur ayam." Rivel melepas sepatunya lalu masuk ke dalam.

"Terimakasih ya ..." ucap Ricky dengan senyum mengembang di bibirnya.

Rivel menatap wajah Ricky agak lama.

"Kenapa lihatin gitu?"

"Kamu sakit ya Ky?"

"Gak tuh ..."

"Kok kelihatan pucat." Rivel mendekati Ricky lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi pemuda itu.

"Kalau sakit ambil cuti kerja aja Ky."

"Gak ah, aku baik-baik saja kok," kata Ricky sambil mengeluarkan satu bungkus bubur ayam dari dalam plastik.

Saat membuka bungkusan bubur ayam itu aroma taburan bawang goreng di atas bubur langsung menelusup ke hidung. Membuat perut Ricky mendadak terasa mual. Awalnya dia sangat ingin makan bubur ayam, tapi aroma bawang goreng yang menguar malah membuatnya hilang selera. Perutnya mual seperti diaduk-aduk.

"Kamu kenapa Ky?" tanya Rivel cemas saat melihat Ricky mau muntah.

"Bau ..." Ricky mendorong bubur ayam menjauh darinya.

"Bubur ayamnya bau?"ulang Rivel, dia lantas mencium bubur ayam itu untuk memastikan.

"Bau apa? Emang gini kan, bau bubur ayam."

"Bau bawang goreng, gak enak." Ricky menutup hidungnya lalu bergegas bangkit berdiri dan lari ke kamar mandi.

Rivel segera menyusul ke kamar mandi saat mendengar Ricky muntah-muntah.

MAMA KITTY-KU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang