11 - h-7

2.4K 312 76
                                    

Gelisah.

Itu yang Thorn rasakan saat ini. Sebentar lagi, tepatnya seminggu lagi, istrinya ini akan melahirkan buah hati mereka yang selama sembilan bulan ini Thorn dan sang istri sangat menunggunya.

Sekarang saja, istrinya sedang terapi yoga untuk hari H nanti dengan orang panggilan yang merupakan kenalan Solar.

Dilakukan dirumah lama Thorn—alias rumah saudaranya sekarang. Awalnya sih dirumah hanya ada mereka berlima, namun Solar dan Halilintar dipaksa ikut ngumpul dirumah.

Padahal ada rapat. Akhirnya Halilintar tunda deh rapat itu karena Ia tak bisa menolak permintaan adiknya.

Yang ikut terapi yoga tidak hanya [Name], Taufan dan Blaze juga ikut dengan bola yang dimasukkan ke dalam baju mereka.

Cosplay ibu hamil katanya.

"Buset, Bang Upaaan, bantuin Blaze berdiri dong. Blaze susah berdiri gara-gara nih bola." Blaze saat ini posisinya telentang. Dia kesusahan bangun karena perutnya di tahan oleh bola sepak yang Ia masukkan ke dalam baju tadi.

"[Name], kok kamu kuat bawa bayi kemana-mana kayak begini? Gue baru sehari kayaknya nyerah, sih. Mau berdiri aja susah banget rasanya."

[Name] yang tadinya fokus itu langsung buyar, dia menatap Blaze yang sangat berusaha untuk bangun lalu terkekeh geli.

"Awalnya gue juga gak biasa, Blaze. Tapi makin kesini makin terbiasa, walau pas mau tidur susah banget nyari posisi yang enak."

Entah kenapa, Blaze jadi terpikir pada bundanya. Mengandung satu anak saja rasanya seberat ini, bagaimana dengan bunda nya yang mengandung tujuh anak sekaligus?

Duh, Blaze kan jadi merasa bersalah karena dulu ngeyel tiap bundanya nasihatin :(

"Bunda kuat juga, ya...."

Mengerti kemana arah pembicaraan Blaze, Solar ikut menyahuti.

"Sebenarnya kalo si Bapak gak kebablasan naruh sperma, beban bunda juga dikit. Dan mungkin beberapa dari kita gak lahir."

Solar hisshhh, bahasanya di sensor dikit bisa gak sih.

[Name] sih hanya menyimak saja, dia kembali fokus pada aktivitasnya—sebelum matanya tertuju pada Thorn yang sedari-tadi hanya diam.

Dia menatap Gempa, memberi kode kepadanya seolah berkata 'tolong ajak Thorn ngomong, dong.'

Gempa yang memang anaknya itu peka, langsung mengangguk dan mendatangi Thorn. Ia duduk disampingnya, dan membuka sebuah topik percakapan.

"Kamu kayaknya gelisah banget, Thorn."

Sadar dengan si kakak yang mengajaknya ngobrol, Thorn menoleh, dia semakin menunjukkan raut wajah takutnya kepada Gempa.

"Kenapa? Thorn kan bentar lagi udah mau jadi Ayah, harusnya seneng, dong."

"Bukan gitu GemGem!! Tapi...." pemilik netra hijau itu menjeda, dia sedikit ragu untuk menceritakan semua kegelisahannya kepada sang kakak.

"Mau ngobrol di tempat sepi aja? Biar kamu lebih enakan gitu ngomonginnya."

Thorn reflek menggeleng, dia menahan tangan kanan Gempa,

"Jangan, Bang! Gausah, nanti yang lain malah curiga gimana? Thorn gak mauu"

Pemuda dengan kemeja coklat itu terkekeh, Ia mengelus surai adiknya penuh kelembutan lalu kembali bertanya,

"Ada apa sih, sampe bikin kamu gelisah gitu?"

Yang di elus surainya masih diam, menikmati setiap sentuhan lembut yang kakaknya berikan itu.

suami atau anak; b. thorn [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang