11. Point of View

2.1K 284 35
                                    

###

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

###

MAXIMILIAN.

Siapa sih yang mikir gue akan setuju sama permintaan Angela untuk pulang dan membiarkan dia kerja bareng cowok lain?

Kalau ada yang mikir gue akan nurut-nurut aja, mungkin mereka belum kenal gimana sifat gue.

Setelah selesai menelepon Arman, gue langsung memutar tubuh dan kembali masuk ke dalam studio yang baru aja gue tinggalkan.

Gue nanya salah satu orang di dalam studio dan langsung diberi tahu kalau Angela dan Malvino pergi ke lantai dua buat diskusi ini. Jadi tanpa pikir panjang, gue langsung membawa tubuh ini menaiki satu-persatu anak tangga sambil menajamkan telinga. Ternyata mereka udah mulai diskusi.

Tanpa sadar, gue menyunggingkan senyum sambil mendekati tempat Angela duduk dan langsung memberikan kecupan singkat di pipi perempuan itu. Well, ada satu hal yang bisa gue syukuri karena kita berdua ada di tempat umum. Gue bisa PDA sepuasnya dan Angela gak akan bisa protes berlebihan.

"Hai, Sayang," sapa gue ketika Angela menoleh kaget.

"Max? Kok ada di sini lagi?"

Gue terkekeh karena wajah Angela bener-bener kaget waktu lihat gue. Mungkin dia juga was-was karena tiba-tiba dicium.

"Setelah aku pikir-pikir, aku kayaknya gak bisa jauh-jauh dari kamu, Sayang. Is it okay? Aku janji gak akan ganggu kamu kerja," ucap gue sambil menekankan kata kerja.

Angela kelihatan agak bingung tapi kemudian mengangguk. "Kamu mau tunggu di mana?"

Dengan sigap gue langsung duduk di sebelah Angela karena perempuan ini duduk di bagian sofa dengan 3 seat. Tangan gue juga langsung melingkar di perut dia dan dagu gue bertumpu di pundaknya.

Oh, I lost count of how many girls I touched naked but touching Angela's really made me shiver. Padahal dia pake baju, dan cuma ujung jari gue doang yang berhasil bersentuhan sama bajunya.

Agak sinting ya, gue gak biasanya begini.

"Max, masa gini sih?" lirih Angela mencoba bersabar.

Gue akhirnya memberanikan diri mengeratkan pelukan gue di perut dia. Otak gue dari tadi sibuk mempertimbangkan apa gue bisa cium dia atau nggak, tapi bagian yang terdekat sama bibir gue sekarang itu bagian leher Angela, dan kayaknya gue gak mau ambil resiko yang merugikan gue kalau semisal gue cium lehernya.

Bukan. Bukan takut Angela jambak atau gebukin. Gue takut mikir ke mana-mana karena hubungan gue dan Angela sekarang gak akan bisa bantu gue apa-apa, yang ada nanti gue disuruh ke toilet sendiri.

What a life. What a perfect honeymoon phase.

Jadi akhirnya gue memutuskan buat stay di posisi yang sama. "Kamu fokus aja ya, Sayang? Aku cuma mau pelukin kamu aja. I promise."

Things I Wish I Knew Before Marrying An AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang