Malam dan ramainya isi kepala

15 1 0
                                    

Molen mini yang dibungkus kertas bekas catatan anak SD tergeletak begitu saja di atas meja, bersanding dengan roti yang kastanya lebih tinggi, dimana beli nya perlu mengeluarkan selembar kertas Soekarno Hatta untuk mendapatakn satu biji roti itu. Kopi yang baru diseduh uap nya mengepul membentuk gelombang, merayu penciuman dan tenggorokan untuk segera dinikmati.

Uap bergelantung manja di kaca, membuat pandangan memburam untuk melihat ke luar. Suara rinai itu mengiri malam sunyi seorang gadis yang duduk di sana.

Setelah puas mata bulat dengan pupil warna cokalat itu melihat aktivitas di luar, walaupun tidak jelas karena kaca itu buram terciprat air hujan. Gadis itu segera beranjak menuju meja yang sudah tersaji kopi.

Dengan pencahayaan tamaram, ia mulam menyesap kopi itu, perlahan, mata nya terpejam, menikmati kafein itu menelusuri indra perasa nya, lantas menikmati wangi yang menguar dari gelas itu.

"Sempurna, andai hidupku sesempurna kopi ini," ucapnya dengan lirih. Matanya kembali terlihat kosong menatap ke depan. Tangannya mulai bergerak mengambil molen mini.

Setiap malam inilah rutinitas yang dilakukannya, menikmati secangkir kopi, dan cemilan apapun, sambil menatap indahnya ibu kota dari apartemen lantai 15 miliknya, jika keadaannya sedang tidak hujan, pemandangan malam luar biasa cantik, lampu dari gedung pencakar langit seolah berpadu dengan bintang, lampu-lampu jalanan juga menyala berpedar dengan lampu dari kendaraan.

Namun malam ini hanya suara hujan yang menemaninya. Menemani kesunyian dan kekosongan yang melanda.

Di usia yang akan segera menginjak kepala tiga, kadangkala terbesit dalam benak gadis itu, keinginan untuk seperti teman-temannya yang sudah memiliki keluarga. Keinginan memiliki seseorang untuk berbagi keluh kesah, menemani dalam situasi apapun, saling mendukung, dan menjaga sampai hari tua.

Pikirannya kembali mengingat kejadian tadi pagi saat adik ke-tiga nya menelpon meminta ijin untuk menikah. Sebagai seorang kaka yang belum juga melihat hilal untuk menikah, ia tidak mungkin melarang adiknya untuk menunggu dirinya menikah terlebih dahulu.
Tahun sebelumnya adik ke-dua nya sudah menikah bahkan sudah memiliki anak perempuan yang menggemaskan.
Tentu saja dia juga merasa bahagia melihat adik-adiknya bahagia dan sudah memiliki belah jiwa.

Gadis itu menghembuskan napas dalam-dalam, kembali menyesap kafein yang tersisa setengah.

Dari segi pendidikan dan pekerjaan semuanya berjalan mulus sesuai dengan keinginannya. Dulu saat dia lulus S2 ada seorang pria yang berniat melamar nya, namun ia tolak mentah-mentah, karena ingin melanjutkan pendidikan S3, saat itu fokusnya hanya pendidikan dan pekerjaan. Namun sekarang gadis itu sadar, sebagai seorang wanita kita tidak bisa benar-benar hidup sendirian, butuh pendamping untuk saling melengkapi.

"Tidak apa-apa, semua sudah punya waktunya masing-masing, mungkin untuk alur kisah asmaraku tuhan memberikan sedikit lambat."

Kalimat-kalimat positiflah yang selalu ia coba untuk menenangkan diri, dikala pikirannya sedang tidak baik-baik saja, atau ke khawatriannya mengenai pernikahan yang terus mengganggunya.

-END-

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Random Story (CERPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang