"Aku dipecat."
"Ha?"
"Ya, aku dipecat."
Oke, ini mungkin sudah tidak lagi menarik. Sudah hampir satu minggu di mana bosku—ah maaf, maksudku, mantan bos kejamku mendeklarasikan surat pernyataan bahwa aku dikeluarkan bersama dengan suara menggelegarnya yang tak pernah ramah. Dan sekarang aku mengatakannya kepada Kawaki, dan mungkin juga pada Sarada yang tampaknya entah mendengarkan atau tidak.
"Kenapa begitu? Ah, bukan, uh-oh... maksudku, kenapa kau baru mengatakannya, hei, itu hal yang sangat penting!" Itu suara Kawaki tentu saja, dan itu malah membuatku bingung.
Untuk apa? Ya, untuk apa aku harus membicarakan ini kepadanya?
"Apa maksudmu?" tanyaku, menyuarakan kebingungan.
"Di mana tempat kau bekerja itu?" Tepat ketika pertanyaan tersebut meluncur dari mulut Kawaki, Sarada segera menoleh dan terkejut, langsung menyadari bahwa aku sepertinya butuh bantuan.
"Ciwi's Restaurant. Mungkin kalian tahu itu dan pernah beberapa kali ke sana, tetapi tidak pernah menemukanku padahal aku bukan karyawan bagian dalam. Ya ... bosku itu memang pantas memecatku, aku bukan pegawai yang baik." kataku.
"Tunggu, apa?" Itu Kawaki.
"Ciwi's Restaurant?" Kali ini Sarada, kemudian kulihat gadis itu menoleh ke Kawaki. "Bukankah ... restoran itu milik ... Kawaki?" Lalu menatapku lagi dengan pandangan kaget.
Jujur, ketika Sarada mengeluarkan kata terakhir, aku lantas bergeming. Terkejut sejemang dengan tenang, hingga kemudian beberapa detik kemudian aku sadar dan—, "EH ...?! APA?!"
Kawaki terkekeh, menutup wajahnya dengan satu tangan, memandangku dengan lucu lalu mereka berdua menertawakanku seolah apa yang kualami dan keterkejutan ini adalah sebuah lelucon.
Gila!
"K-kau serius?" Aku yakin aku salah dengar, tidak mungkin, kan?
"Ya, Sarada benar. Hm, sejak kapan kau bekerja di sana, di cabang mana?"
Begitu mendengar jawaban dan pertanyaannya sekaligus justru lantas membuatku digulung perasaan malu yang kuharap tak pernah terjadi. Aku hanya bisa tergagap kemudian menunduk dan menggeleng tanpa menjawab dengan jelas.
Aku bisa mendengar gelak kecil Sarada dua detik setelahnya dan kalimat singkatnya. "Kau tipe karyawan yang hanya bekerja tanpa peduli siapa owner-nya, ya?" Dan perkataannya sukses menampar wajahku untuk kedua kalinya.
"Aaaaaa ...."
*****
Sulit bagiku untuk mencerna segalanya.
Setelah dipundung secara tidak langsung oleh pemilik restoran bekas tempat bekerjaku dulu, aku dan dia kini malah seperti dua orang yang sudah lama kenal. Saling berdekatan, berbisik dan bercanda laiknya kawan lama.
Kawaki benar-benar membuatku nyaman berada dekat dengannya. Hampir membuatku lupa bahwa aku belum bisa melepas perasaanku terhadap Mitsuki sepenuhnya. Dan dia, nyaris membuatku gila.
Kini, saat kami kembali masuk ke topik utama di mana seharusnya semua itu berjalan, dan merupakan alasan utama mengapa aku dan Kawaki kembali berjumpa, kami baru menyadari bahwa Sarada kembali menghilang.
Aku tiga puluh menit yang lalu masih berbicara bersamanya, bersama Kawaki juga. Yang kuingat adalah Sarada izin pergi, tetapi tak mengatakan hal lain seperti pulang ke rumah atau sesuatu yang bersangkutan. Dia hanya izin itu, kemudian tidak kembali sampai sekarang.
Kawaki menyadarinya sepuluh menit yang lalu ketika Boruto si pelayan datang untuk melangsungkan shift-nya. Dan kami sadar bahwa sudah dua puluh menit Sarada pergi. Tetapi kenapa? Kenapa ketika sesuatu akan terungkap, semua malah kembali berputar acak seperti teka-teki krusial nan panjang yang masih sangat jauh untuk diselesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLORS ~Kumpulan Cerpen BoruSara~
Fanfiction🌹Kumpulan Oneshot, Twoshot, dan Threeshot BoruSara🔩🥗 Latar : Canon, Modern, Fantasy, dll ⚠Beberapa cerpen terdiri atas cerita berbasis 18+ *Tidak semua, hanya mengingatkan agar lebih bijak dalam memilih bacaan yang tepat. Highest Rank : #3 in Bo...