Il Pleut Devant Le Ćafe [4/4]

307 23 38
                                    

Aku pikir, aku terlalu larut dengan alam mimpi. Hingga aku merasa tenggelam dan terbuai dengan tekanan arus di dalamnya.

Mengalir deras dan terus mengikuti arus laut tersebut tanpa berusaha keluar dari sana. Kemudian aku tersadar ketika alam telah membawaku terlalu jauh. Terlalu dalam. Dan terlalu gelap.

Aku tersentak, kesadaranku akhirnya mengambil alih alam bawah sadar.

Aku berkedip berkali-kali sebelum pandanganku tertuju pada buku menu yang sejak tadi kupegang hingga membuat Kawaki dan seorang pelayan lelah menunggu.

"Sumire, kau mau pesan apa?" tanya Kawaki, dan entah untuk yang ke berapa kali pertanyaan tersebut meluncur dari belah bibirnya.

"A-a, ah ... ahaha, ya. Hari ini Caramel Macchiato satu dan pâtissiere cokelat dua. Itu saja."

Pelayan segera pergi setelah mencatat pesanan kami. Sementara aku merutuk dalam hati sebanyak mungkin karena terlalu malu dengan apa yang telah kulakukan selama ini.

"Kau baik-baik saja?" tanya Kawaki.

"Ya, cukup baik,"

"Kau memikirkan tentang Sarada?"

Aku menatap matanya. "Em, tidak juga, sih,"

"Kalau begitu," Kawaki berbisik. "Boruto?"

Aku terpejam dan merasa benar-benar sulit berpikir jernih jika membicarakan tentang mereka. "Mungkin keduanya."

Kami berdua sebenarnya memikirkan mereka berdua, aku yakin itu. Tidak ada orang yang tidak akan bingung ketika yang lain bisa melihat seseorang tetapi mereka berdua seolah tak melihat apa pun. Aku sudah membicarakan ini dengan Kawaki setelah acara makan malam itu.

Saat kami diminta langsung oleh keduanya untuk pergi meninggalkan masing-masing, sendirian. Kami akhirnya pergi dan bersembunyi sambil mengintip. Oh ayolah, aku tahu itu tidak sopan, tapi aku dan Kawaki benar-benar penasaran! Dan kami akhirnya memilih masuk ke dalam ruangan manajer di lantai dua, di sana manager yang memegang cabang tersebut lantas keluar dari ruangannya setelah mendapati bahwa pemilik restoran telah menginvasi ruangannya.

Kemudian kami melihat apa yang mereka lakukan lewat cctv dan lewat ventilasi kecil yang mengarah langsung ke lantai bawah, untungnya tepat terlihat ke arah meja kami. Kawaki memang hebat membuat rencana ini, dia tahu tempat mana saja yang bisa ia pantau jika hal seperti ini terjadi. Dan ini benar-benar terjadi.

Di sana terlihat, Boruto hanya diam dengan kedua tangan terlipat di atas meja, sementara Sarada ... gadis itu, dia juga hanya diam. Memandang lurus ke depan, tetapi kedua tangannya yang berada di bawah meja, di atas pahanya tak bisa diam. Aku dan Kawaki saling memandang karena sudah hampir sepuluh menit tak ada interaksi sama sekali.

Hingga ...

"Sumire, lihat itu!"

Dan aku menahan napas tatkala di sana Boruto akhirnya angkat bicara, entah apa yang ia katakan, namun Sarada menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Kau bisa baca gerakan mulut, Kawaki?" tanyaku, tak melepas pandang dari mereka berdua.

Kawaki terkekeh. "Sayangnya tidak, maaf."

Kami mempelajari apa yang Boruto dan Sarada lakukan di sana, apa yang sebenarnya mereka katakan dan mengapa setelahnya, Sarada menitikkan air mata?

"Sebenarnya ... apa yang terjadi?" gumamku.

"Ada yang tidak beres,"

"Kawaki, aku tidak mengerti,"

Kawaki membuang napas kasar, lalu berbalik dan bersandar di tembok. "Mereka aneh, ya?"

COLORS ~Kumpulan Cerpen BoruSara~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang