When this rain stops
And the sun comes up...▫️
"Papa, minum obatnya sekarang sebelum Papa lupa. Oh! Apa Dohyon sudah berangkat? Aku tidak bisa menghubunginya tadi... aaah, sudah ya." Kepala Jisung mengangguk-angguk kecil. "Ya sudah kalau begitu, nanti akan kuhubungi lagi. Jangan lupa obatnya. Hm~"
Jisung memutuskan sambungannya dan kembali fokus kepada makanan di depannya. Ayah dan ibunya tersenyum melihat seberapa lahap putra mereka makan dan seberapa bersemangat putra mereka dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya.
Merupakan sebuah berkat bagi mereka bahwa Jisung bisa kembali menjalani hari-harinya tanpa menangis, kembali menjalankan aktivitasnya dan bukan hanya mengurung diri di rumahnya atau vila. Meski mereka tahu kesedihan itu masih ada dalam hati Jisung, tapi setidaknya tidak semengkhawatirkan sebelumnya.
"Apa mereka baik-baik saja?"
Jisung mengangguk. "Hm. Papa sedang sarapan dan Dohyon sudah berangkat."
Orang tua Jisung tersenyum. Enam bulan telah berlalu dan Jisung tampaknya sudah bisa merelakan ketiadaan Chenle. Meski terkadang ada saat dimana Jisung tampak murung, tapi itu wajar. Chenle dan Jisung menghabiskan hampir seluruh hidup mereka bersama, kehilangan yang seperti itu memang tidak mudah.
Jisung menghabiskan rotinya dan berdiri. "Aku berangkat. Ayah dan ibu baik-baik ya. Jangan bertengkar."
Ayah Jisung terkekeh. "Yang semalam itu bukan masalah."
"Hanya berdebat tentang waktu saja. Bukan masalah besar." Ibu Jisung menambahkan.
"Ya, pokoknya baik-baik, oke?" Jisung menghampiri ayah dan ibunya dan memberikan pelukan hangat sebelum pergi.
Mungkin hanya perasaan Jisung, tapi hari ini terasa begitu... bagaimana mengatakannya? Ringan? Tepat? Rasanya seperti semuanya akan baik-baik saja.
Jisung mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Lalu lintas tidak begitu padat dan langitnya begitu cerah. Jisung sampai sedikit heran, hari ini terasa sangat sempurna.
Mata Jisung melirik cincin pernikahannya yang tersampir apik di jari manisnya. Mungkin Chenle yang memberikan semua ini? Jisung tidak tahu-menahu tentang dunia spiritual, tapi jika iya... oh tidak, memikirkannya saja membuat matanya berair.
"Jangan khawatir, akan Mama pastikan kalian mendapat apa yang kalian impikan."
Bisikan mendiang ibu mertuanya terlintas di benak Jisung.
Yang kalian impikan...
Kalian... Chenle dan dirinya...
Jisung tidak tahu apa yang Chenle impikan, tapi dia tahu impiannya.
Jisung ingin bersama Chenle.
Jisung memejamkan matanya dan menarik nafasnya. "Sadar, Park Jisung." Bisiknya. Tangannya memutar roda kemudi untuk berbelok...
Dan semuanya tampak begitu lambat di matanya.
Bagaimana truk berada di jalur yang salah menabrak mobil-mobil di depannya...
Jisung berusaha untuk mundur, tapi mobilnya terhalang oleh mobil belakangnya, sementara itu truk tersebut tampak tidak melambat meski sudah menabrak banyak mobil.
Momen yang mendebarkan, tapi Jisung sadar dia tidak bisa melakukan apa pun.
Mungkin ini jalan menuju impiannya yang mendiang mertuanya maksud.
Impiannya, Chenle.
Mata Jisung terpejam dan jarinya melepaskan cincin pernikahannya untuk dia genggam.
Jisung dapat mendengar benturan keras...
Teriakan dan jeritan...
Jisung dapat merasakan tubuhnya terhimpit...
Sakit dan perih...
Hingga tiba-tiba semuanya hening seolah semuanya menghilang dalam sekejap. Namun, kemudian Jisung merasakan hembusan sejuk membelai wajahnya dan telinganya mendengar bisikan lembut.
"Hujan sudah berhenti, ayo kita pulang."
Tamat
--
Z mau mengucapkan maaf karena chapter terakhir ketunda lama banget 🙏🏻Dan ya, akhirnya cerita ini bener-bener selesai 👏🏻
Z minta maaf atas segala kekurangannya yaa 🙏🏻
See you di cerita lainnya!
![](https://img.wattpad.com/cover/292230007-288-k426509.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨ A Story By Z ✨ [Project no.2] Apa itu hidup, ketika kau bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi besok? Semakin lemah hatiku, semakin kuat toleransiku Aku tahu kau benci bahwa aku seperti ini, tapi tolong mengertilah Apa itu hidup, ketika halaman t...