"Hyuuuung!"
"Aigoo~" Dengan begitu terbukanya Chenle menyambut adiknya yang berlari kepadanya. Pelukan Dohyon begitu erat hingga Chenle sedikit kesulitan bernafas, tapi Chenle sangat paham, adiknya ini pasti merasakan gelombang emosional di dalam dirinya.
"Sudah makan?" Chenle bertanya seraya mengusap punggung Dohyon dengan lembut.
"Belum."
Hati Chenle terenyuh mendengar suara parau dan bergetar Dohyon. Namun, akan sayang jika waktu yang ada digunakan untuk bersedih. Jadi, Chenle mengusir semua awan mendung dalam hatinya dan melukiskan sebuah senyum agar keadaan menjadi lebih ceria.
"Kalau begitu ayo makan. Aku dan Jisung juga belum makan." Perhatian Chenle beralih kepada ayah serta kedua mertuanya yang berdiri tidak jauh di belakang Dohyon. Chenle mengerti, semuanya ingin bicara kepadanya.
Dia melepas pelukan dan mengusap kepala adiknya. "Kau ikuti Jisung ke ruang makan. Aku nanti menyusul."
Dohyon tampak enggan, tapi tetap menurut. Chenle pun beralih kepada orang-orang yang lebih tua, memberikan senyum lebarnya agar tidak membuat mereka khawatir atau cemas.
"Halo, Ayah, Ibu..." Chenle memeluk kedua mertuanya. Ketika berhadapan dengan ayahnya, Chenle bahkan belum sempat memanggil ayahnya, tapi pria paruh baya itu langsung menyambarnya dengan pelukan erat.
"Nak..."
"Wow, erat sekali, Papa. Hahah..." Usapan lembut Chenle berikan untuk ayahnya. Kali ini Chenle membiarkan pemeluknya yang melepas, dia tidak tega.
Ayah Chenle memberikan beberapa tepukan lembut sebelum melepaskan anaknya. Sebuah senyum kecil pria tua itu ulas. "Papa sudah lama tidak melihatmu."
"Sekarang semuanya bisa melihatku sepuasnya." Chenle mengendikkan bahunya seraya terkekeh. "Ayo masuk."
"Hyuuung! Ayo makan bersama!"
"Iya, iya! Aku ke sana."
Chenle mulanya berpikir bahwa suasananya akan canggung dan suram, tapi semuanya tampak menikmati waktu dan menghabiskan banyak waktu untuk bercanda dan tertawa. Chenle benar-benar bersyukur atas kesempatan ini.
▪️
"Aku ingin semuanya kemari. Papa, Ayah, Ibu, Dohyon, Jaemin Hyung, teman-temanku yang lain. Rasanya akan menyenangkan jika mereka datang."
Ketika Chenle mengatakan itu, otak Jisung langsung menyiapkan rencana untuk memenuhi permintaan Chenle. Apa pun itu permintaan Chenle, Jisung akan berusaha mewujudkannya. Jisung bahkan mengadakan "rapat besar" virtual untuk menyusun kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan, siapa yang akan datang di hari pertama, dan sebagainya.
"Apa kalian bisa meluangkan waktu?"
Semua yang Jisung hubungi langsung menyetujui tanpa berpikir dua kali. Walau Jisung terpaksa harus menceritakan kondisi Chenle kepada yang masih belum mengetahui kabar teman mereka itu.
"Ji Hyung, apa ada hal-hal yang tidak boleh kami lakukan?"
Jisung terdiam mendengar pertanyaan Dohyon. Apa yang biasa dia lakukan dan Chenle tidak menyukainya? Mengomel, bersedih, melotot...
"Jangan bahas tentang kondisinya. Dia akan menjadikan itu candaan," Jisung terkekeh pelan. "... tapi sebenarnya di dalam hatinya... dia sedih."
Semuanya terdiam seolah mulut mereka lumpuh. Tidak ada yang membuka mulut mereka, hanya termenung yang mereka lakukan, beberapa detik kemudian beberapanya menangis. Jisung mengerti, dia paham bagaimana rasanya, apa yang ada dalam hati mereka.
"Aku mohon, sangat sangat memohon, tolong jadikan hari-hari yang Chenle lalui bersama kalian hari-hari penuh senyum dan tawa." Jisung membungkuk dalam duduknya.
"Aku benar-benar memohon."
▪️
"Aku tidak begitu!"
"Kau baru tiga tahun saat itu, tentu saja tidak akan ingat." Chenle menepis bantahan adiknya.
"Bagaimana denganmu, Chenle? Seperti apa kau ketika kecil?"
Chenle tersenyum senang kepada ibu mertuanya. "Aku? Sepanjang yang aku ingat, aku anak yang baik dan manis hehehe."
"Tapi galak sekali kalau sedang sensitif. Kau pernah menggigit Papa hanya karena Papa mencolekmu saat kau berusia dua tahun."
Chenle tertegun bersamaan dengan hangat yang menjalari wajahnya. "A-apa? Eii, Ibu, Papa bohong, jangan dipercaya."
"Papa rasa Papa menyimpan foto gigitannya di rumah, nanti akan Papa tunjukan."
Wajah Chenle semerah ceri matang dan Jisung yang berbahagia dalam suasana hangat ini tersenyum senang karenanya.
"Itu... aku masih kecil, jadi aku tidak tahu apa yang kulakukan. Jadi, aku masih anak yang manis dan baik."
"Tidak, tidak! Kakak dulu pelit sekali!"
Kali ini Chenle hanya menanggapi dengan sebuah senyum dan kekehan. Nyeri itu kembali, tapi Chenle tidak ingin merusak suasana. Lagipula dia rasa dia bisa menahannya.
"Dulu Kakak akan selalu mengunci pintu kamarnya sebelum sekolah, jadi aku tidak bisa masuk untuk..."
Jisung tidak lagi mendengar cerita yang Dohyon ceritakan, perhatiannya fokus kepada Chenle yang lebih diam, begitu kontras dengan sebelumnya. Hanya ada satu kemungkinan.
"Chenle-ya," Jisung bangun dari kursinya dan menghampiri Chenle. Bibirnya dia dekatkan ke telinga Chenle dan berbisik, "Di kamar, benar?"
Chenle mengangguk.
"Apa? Ada apa?" Ibu Jisung memandang anak dan menantunya dengan khawatir.
Jisung berdeham, "Tadinya ingin dijadikan kejutan, tapi nanti Ibu pingsan karena khawatir. Ada hadiah untuk kalian semua~ Chenle yang pilihkan. Aku dan Chenle ambil dulu, oke?"
Semuanya tampak lebih lega. Untuk menutupi ketika nyerinya kambuh adalah permintaan Chenle, dia tidak ingin yang lain panik dan takut saat berkumpul di sini. Chenle dan yang lain begitu mengasihi, Jisung tidak bisa bayangkan bagaimana nantinya ketika Chenle pergi.
Jisung takut.
--
Minggu depan mungkin Z ngga update. Jangan khawatir, ngga ada apa-apa kok 👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Rein [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfic✨ A Story By Z ✨ [Project no.2] Apa itu hidup, ketika kau bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi besok? Semakin lemah hatiku, semakin kuat toleransiku Aku tahu kau benci bahwa aku seperti ini, tapi tolong mengertilah Apa itu hidup, ketika halaman t...