▫️chap 15

801 115 3
                                    

"Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini? Aku pernah melihatnya di media sosial dan wah... sekarang aku pemiliknya."

"Dari Jaemin Hyung. Katanya kau pernah mengirimkan foto vila ini kepadanya dan memuji-muji tempat ini."

Chenle yang berjalan di depan Jisung tiba-tiba berbalik, kemudian menepuk kedua tangannya dengan keras. "Ah! Kau yakin tidak menyesal tidak mengejar Jaemin Hyung?"

"Aish! Kita sudah berbicara tentang ini. Ditambah, Chenle-ya, Jaemin Hyung tidak lagi menyukaiku. Dia merasa bersalah karena tidak memberitahumu dan membuatmu berpikir bahwa dia masih memiliki rasa itu. Jadi, berhenti memikirkan hal itu." Jisung maju dan meraih tangan suaminya. Jari-jarinya dia selipkan di antara jari-jari Chenle dan dia bawa tangan lentik itu ke dadanya.

"Apa kau merasakan itu?"

Chenle terdiam sejenak, kemudian memalingkan wajahnya, tangannya yang lain berpura-pura merapikan poninya. "A-apa? Debarannya cepat? Wajar saja, kita kan sedang berjalan-jalan."

Kedua mata Jisung yang sebelumnya berbinar-binar kini sedatar jembatan kayu untuk menyeberangi kolam ikan di vila. Pria itu berdecak sebelum menghela nafasnya. Dia tahu ini cara Chenle mempertahankan diri, sebagian dari diri suaminya itu masih belum bisa mempercayai bahwa Jisung jatuh untuknya.

"Aku tidak menyesal. Lagipula untuk apa? Tuhan memberikan kau untukku. Itu berarti kau adalah yang terbaik untukku. Maaf karena dulu--"

Tangan Chenle bergerak cepat menutup bibir Jisung. "Ssst! Aku alergi kata maaf."

Jisung menyingkirkan tangan Chenle dan beralih menggenggamnya. Kini, kedua tangan Chenle berada dalam balutan tangannya. "Maaf karena dulu berkhianat... memang tidak secara fisik, tapi itu tetap saja berkhianat. Maaf karena menorehkan luka di hatimu. Maaf karena..."

Bagaimana Jisung bisa mengatakannya? Maaf karena terlambat memberikan apa yang selama ini kau inginkan. Maaf karena terlambat membalas perasaanmu. Maaf karena belum bisa memberikan yang terbaik.

Semuanya tertahan di ujung mulutnya karena Jisung tahu begitu dia mengucapkan kata pertama, dia tidak akan bisa menahan semua pilu yang ada di dalam dirinya.

"Sudah kubilang tidak perlu minta maaf." Chenle menggerakkan tangannya yang menyentuh dada Jisung untuk menepuk pelan dada bidang itu. Sekelilingnya Chenle pandangi, mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk mengalihkan pembicaraan.

"Yang sampai di pohon besar itu terakhir orang bodoh!" Chenle menarik tangannya dari genggaman Jisung, kemudian berbalik dan berlari cepat meninggalkan Jisung.

"Yak! Curang!"

"Ini bukan curang, tapi cerdik!"

Yang Jisung harapkan untuk hari ini adalah hari sederhana yang panjang untuknya dan Chenle. Tidak perlu sesuatu yang luar biasa, berlarian seperti ini dengan Chenle saja sudah cukup baginya.






Rein [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang