Januari, 2013.
"Kenapa?! Kenapa kamu tega berbuat begini ke aku?! Kamu lupa waktu kita bareng-bareng, waktu kita sama anak-anak, kamu lupa, Mas?!" Teriak perempuan dewasa itu.
Kini dia menunjuk-nunjuk orang didepannya dengan tatapan menantang. "Aku udah berulang kali maklum dengan apa yang kamu lakukan. Memang mungkin aku ada kurangnya, aku maklumi, tapi perbuatan kamu yang sekarang itu sama sekali gak bisa aku tolerir lagi!"
Perempuan bernama Hanggini itu menarik tangan salah satu anaknya yang memang sedari awal pertengkaran sudah ada di sana. Menyaksikan adu mulut kedua orang dewasa, yang sudah menjadi makanan sehari-hari mereka.
Tangan anak itu ditarik keatas oleh Hanggini yang sedang buta akan amarahnya. "Anak ini. Kamu lihat anak ini, Mas! Sesaat setelah dia lahir, kamu ingat apa yang kamu katakan ke aku?!" Perempuan itu terisak, "kamu bilang kalau kamu gak bisa nerima dia karena kamu curiga sama aku."
"Enam tahun, Mas. Enam tahun aku simpan semua rasa kesal aku. Aku muak!" Teriak Hanggini yang terdengar semakin melengking. Membuat ketiga anak yang ada di sana menutup telinga mereka.
"Kenapa waktu aku udah melahirkan dia, kamu jadi berpaling dari aku? Apa karena kamu kira aku punya anak dari orang lain? Terus waktu aku milih untuk aborsi, kenapa kamu ngelarang aku? Seandainya waktu itu aku——"
PLAK
"Jelo itu anak kamu!" Ucap Gajendra menggebu.
Hanggini terkekeh, "anak kamu ..."
"Kamu bicara kayak gitu, seolah-olah aku hamil anak orang lain, melahirkan anak orang lain. Kamu! Kamu Gajendra, dia itu anak kamu!"
Gajendra hendak menampar perempuan itu lagi, tetapi dihentikan oleh anak bungsunya, yang saat itu memegangi kaki Gajendra erat.
"Jangan, Ayah! Jangan pukul Bunda. Pukul Jelo aja, Jelo yang salah karena lahir dari Bunda, Bunda gak salah, Yah. Pukul Jelo aja!" Ucap anak kecil yang kini menangis terisak.
Gajendra menggigit bibir bawahnya, tangan yang semula terangkat, kini memegang pucuk kepala sang anak, mengusapnya sedikit, lalu mendorongnya pergi.
"Sekarang kamu mau apa dari saya?" Tanya Gajendra pada Hanggini yang kini terduduk sambil menangis tersedu-sedu.
"Aku mau pisah. Aku gak sanggup hidup sama kamu lagi. Hak asuh anak ada di aku——"
"Hanya Jelo." Tegas Gajendra.
Hanggini melotot, "mereka itu anak-anak aku! Kamu bahkan gak pernah punya waktu untuk mereka, Jendra!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blueth [JEJ]
General Fiction"Belalang Sembah, Belalang Sembah. Kenapa Ayah sama Bunda pisah?" Blueth PhosphenesGata, 2022