"Pak, Gelora pergi dulu ya," Gelora lalu mencium tangan Dodi.
"Hati-hati, kapan-kapan main ke sini," dia membelai rambut putrinya yang tergerai.
"Iya, pasti pak,"
"Bu, Gelora pergi dulu ya," Gelora memeluk Halna.
"Hati-hati ya nak, jaga dirimu, ibu pasti kangen banget sama kamu," air mata Halna tak terbendung, turun begitu saja.
"Gelora juga bakal kangen sama ibu,"
Gadis itu melepas pelukan dari ibunya.Berganti Elkas yang menyalimi Dido dan Halna secara bergantian. "Kas, jaga Gelora, kalo ada apa-apa, segera kabari bapak," ujar Dido.
"Iya pak,"
"Pak Dido, Bu Halna, kami berangkat ya," ucap Rona berpamitan, dia menyalami Dido dan Halna, di susul Denis di belakang.
"Pak Denis, Bu Rona, kami titip Gelora ya, hati-hati di jalan," tutur Dido.
Mereka berempat masuk ke dalam sebuah mobil, Denis menyalakan mobil, melajukannya pelan, Denis dan Rona ddi kursi depan, sementara, Gelora dengan Elkas duduk di kursi belakang, Gelora membuka totebag di lengannya, mengeluarkan benda pipih dari dalamnya, ketimbang diam aja, lebih baik bermain ponsel, dia mendapati beberapa pesan masuk, lalu, langsung membalasnya satu persatu, tiba-tiba terdengar suara perut keroncongan, Gelora menoleh, menatap Elkas penuh tanya, suara yang baru saja di dengarnya, seperti dari samping.
"Kamu laper ya? Kan, aku tadi udah bilang, kalo sarapan di kenyangin, untung, aku bawa bekal," Gelora meletakkan ponsel di atas pangkuan, dia beralih mengeluarkan kotak makan dari dalam totebag, menyodorkannya pada Elkas.
"Makasih," Elkas menerima sodoran Gelora.
"Kamu itu gimana sih kas? Kalo di bilangin istri yang nurut dong, untung, Gelora siaga, kalo nggak, kamu harus nunggu buat dapet tempat makan,"
"Iya bu, aku salah,"
"Udah bu, nggak usah di perpanjang, Mas, silahkan di makan,"
Elkas menganggukkan kepala, dia membuka kotak makan pelan, di sisi lain, Gelora kembali bermain ponsel, dan, Elkas mulai makan dengan lahap, sebenarnya, setelah sarapan tadi, dia malah merasa lapar, karena sarapannya sedikit banget, tapi, dia malu kalo mau makan lagi, apalagi, di rumah mertua, Elkas secara tiba-tiba tersedak, dia tak berhenti batuk, Gelora membuang napas kasar, dia letakkan ponselnya itu di pangkuan, lalu, mengeluarkan sebotol air dari totebagnya, menyodorkannya pada Elkas, gadis itu tanpa sengaja, melihat nasi di sekitar mulut Elkas, dasar bocah, makan aja nggak bisa.
Dia kembali merogoh totebagnya, mengambil sapu tangan, Gelora membersihkan nasi di sekitar mulut Elkas, Elkas yang baru saja minum pun mematung, menangkap bola mata Gelora.
"Kamu itu ngejar apa sih mas? Kalo makan, pelan-pelan aja, aku nggak suruh kamu buat buru-buru,"
"I-iya,"
"Ck, makan aja belepotan, kayak anak kecil, mau di suapin?" Gelora mengelap sekitar area bibir Elkas.
"Nggak usah, aku bisa makan sendiri,"
"Yaudah, pelan-pelan aja,"
Gelora mengembalikan sapu tangan ke dalam totebag, dia balik bermain ponsel, mobil berbelok ke sebuah halaman rumah, Denis menghentikan mobil, Elkas menutup kotak makan, lalu, beranjak keluar dari dalam mobil, di barengi Gelora di seberang, mereka mulai berjalan, sekeluarga itu mendapati rumah sederhana di dekat pohon besar, itu rumah Elkas, ya, Gelora pindah ke rumah mertuanya, gadis itu berhenti berjalan di depan mobil, bergabung dengan Rona dan Elkas, Elkas menyodorinya kotak makan, Gelora menerimanya, dia memasukkan kembali ke dalam totebag.
Denis datang dengan menyeret koper, mereka berempat kembali berjalan, suasana hening, bagi Gelora, rumah Elkas sama saja dengan rumahnya, dia berharap, dia bisa betah tinggal di sini, Denis membuka pintu, Elkas, Gelora dan Rona perlahan masuk ke dalam rumah. "Selamat datang di rumah kami nak Gelora, semoga betah," ucap Denis di ambang pintu.
"Makasih pak, saya akan betah tinggal di sini," Gelora tersenyum lebar.
"Kas, anterin istrimu ke kamarmu ya,"
"Iya pak, kita ke dalam dulu," Elkas menarik tangan Gelora, lalu menarik koper di dekat Denis sambil lanjut berjalan.
Gelora hanya nurut saja, mengikuti suaminya itu dari belakang, langkah Elkas terlalu cepat, dia hampir tak bisa mengimbangi, Elkas secara tiba-tiba berhenti berjalan, membuat Gelora menabrak Elkas hingga terdorong ke depan sedikit, keduanya saling bertatapan, selang beberapa saat, mereka tersadar. "Kamarnya di sebelah sana, kamu bisa sendiri kan?" Elkas merentangkan tangan ke depan, mengarah ke sebuah pintu.
"Mas mau kemana?"
"Mau ke toilet sebentar,"
"Oh,"
Gelora lanjut berjalan sambil menarik koper, sementara Elkas, berbelok ke arah lain, gadis itu menengok ke kanan dan ke kiri, melihat sekeliling, bagian dalam rumah ini cukup sederhana, Gelora membuka pintu sebuah kamar, nampak di dalam terdapat ranjang dan almari baju, dengan jendela berkelambu di dekat ranjang, Gelora berjalan masuk ke dalam kamar, tidak lupa menutup pintu, dia menghampiri ranjang di dekat tembok, tercium aromanya Elkas di sini, gadis itu melepas totebag, meletakannya di atas bantal, lalu, berbalik badan.
Gelora membuka almari baju, dia mengangkat koper, meletakkannya di ruang paling bawah, rasanya, tidak perlu menata baju, ini kan almarinya Elkas, nanti, Elkas marah bila bajunya di campur dengan miliknya, gadis itu menutup almari kembali.
"Udah selesai nata bajunya? Cepet banget," tanya Elkas yang datang dari luar, dia berdiri di ambang pintu.
"Aku nggak nata kok, cuma naruh koper aja,"
"Loh, kenapa? nggak masalah kali, kalo baju kita selemari,"
"Nggak usah, ini kan lemari kamu, jadi, aku nggak ada hak,"
"Gelora, kamu itu keras kepala banget ya, biar aku aja yang nyampur bajunya," Elkas di ambang pintu mulai berjalan.
Seketika Gelora beralih ke depan Almari, berniat menghadang Elkas, "Nggak usah mas, biar gini aja, aku nggak nyaman kalo di campur,"
"Udah, minggir, biar aku yang nyampur bajunya," Elkas mendorong Gelora ke samping dengan ringan.
Elkas membuka almari baju, mengeluarkan koper dari tempatnya, lelaki muda itu memindahkan baju dari koper ke almari, menata baju serapi mungkin, menggantungnya, menumpuknya, semua tercampur dengan baju miliknya, Gelora hanya bisa terdiam dari sudut ruangan.
"Gelora," panggil Rona di ambang pintu, Gelora dan Elkas menoleh dengan kompak.
"Kalo butuh apa-apa, panggil ibu ya, ibu ada di belakang rumah,"
"Iya bu,"
"Oh iya, masakan ibu taruh almari dapur yang atas, Kas, nanti kasih tau istrimu almarinya ya,"
"Iya bu,"
"Yaudah, ibu pergi dulu," Rona berbalik badan, berjalan pergi.
"Kamu mau makan sekarang?"
"Nggak, aku masih kenyang,"
"Nata bajunya udah beres, kamu ada butuh sesuatu lagi?"
"Nggak, nggak usah, aku mau istirahat aja,"
"Yau-" terdengar suara ponsel berbunyi, memotong ucapan Elkas, laki-laki muda itu merogoh saku celananya, mengeluarkan benda pipih dari dalamnya, nomor bernamakan Lessia menghubungi, Elkas langsung membuka telpon, menempelkan ponsel di telinganya.
"Halo, iya sayang," Elkas berbalik badan lalu berjalan pergi.
Gelora menghela napas kasar, dia beralih duduk di tepi ranjang, nasib perjodohan, sama suami rasanya asing, tinggal di rumah mertua pun, kayak nggak enak mau ngapa-ngapain, gadis itu memindahkan totebagnya ke bantal lain, kedua kakinya di naikkan ke atas ranjang, dia perlahan berbaring, kedua matanya tertutup.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DARI ORANG TUA
Teen FictionSeorang laki-laki muda yang terjebak dalam hubungan asmara, dia telah menikah tapi, dia masih menjalin hubungan dengan cinta pertamanya, secara terang-terangan di depan istrinya, bahkan, istrinya pernah di ajak makan bersama cinta pertamanya, tapi...