Terkadang tidak semua senyuman dapat diartikan bahwa mereka bahagia, banyak orang yang menutupi kesedihan mereka dengan cara tersenyum. Kenapa? Ada dua kemungkinan ; pertama karena mereka adalah orang bodoh yang menganggap kesedihan tak perlu dibagi, lalu kedua, mereka sudah muak akan nasehat para orang-orang bijak.
Pagi ini adalah minggu pertama Biyu menjadi murid di Major's School, tidak banyak perubahan, masih seperti biasanya, ia selalu sendiri di kelas. Ia tak berniat untuk berteman atau mencari teman, bahkan ia sendiri menghabiskan waktu istirahat sendiri. Hanya Alva yang terkadang menemaninya, ia selalu memberikan makanan yang ia beli dari kantin. Saat ini, mungkin ia tak berpikir akan berteman dengan siapapun, ia hanya ingin sekolah sampai lulus tanpa masalah. Lagi pula, ia cukup senang karena satu sekolah bahkan satu kelas dengan Alva.
Sebenarnya, banyak sekali berita tentang Biyu disana. Biyu tahu, sangat tahu, tetapi ia memilih diam. Pagi hari ia datang ke kelas, setelah sampai disana, ia tak akan keluar sama sekali sampai jam sekolah usai. Jujur ia takut jika pergi, ia rasa kelas cukup aman untuknya.
Brakk!
Alva baru saja datang dan meletakan sekantong makanan berisi coklat dan snack ringan pada meja Biyu, Biyu cukup terkejut, bahkan ia menatap horor Alvaro yang kini duduk di bangku miliknya.
"Apa?" Ujar Alva melihat wajah heran Biyu.
"Apaan nih? Lu kalau ga suka gue bilang, terus juga kalau mau ngasih, baik-baik dong!" Ujarnya, Alva hanya berdecak kesal, ia kembali mengambil kantong berisi makanan tersebut dan membuat Biyu semakin heran. Alva memberikannya kepada Biyu.
"Nih! Gue tadi lewat mini market, dan gue beli itu buat lu. Nih cepet ambil." Ujar Alva, Biyu pun tersenyum dan menerimanya.
"Gitu dong. Lumayan, rezeki anak baik." Ujar Biyu. Alva hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya.
Tak lama, beberapa teman Alva pun berdatangan. Raksa, Jefri, Whiesa dan Raka. Biyu hanya melirik mereka dan tersenyum. Cukup sedikit canggung, tetapi Biyu bersikap santai.
"Tumben lu dateng pagi Al?" Tanya Raksa.
"Lah lu ga tau, seminggu ini si Alva dateng pagi terus, mau jadi anak rajin kayaknya." Ujar Whiesa, mereka pun tertawa tetapi tidak dengan Alva.
"Bangke lu sa."
"Bisa ga ngomong sopan dikit?" Ujar Biyu yang tepat disamping Alva, bahkan ucapan tersebut membuat sedikit hening. Berani juga ini nyali anak baru, pikir ke empat teman Alva disana. Alva hanya diam, bahkan teman-temannya hanya terheran karena Alva bisa bungkam.
"Gokil." Ujar Whiesa dan Raksa, bahkan mereka segera mendekati Biyu.
"Gue baru liat loh Alva langsung diem." Ujar Raksa, Biyu sendiri hanya tersenyum bangga. Ternyata ia keren, pikirnya.
"Bilang sama gue kalau mulutnya ga bisa diatur. Gue bakal kasih dia cabe biar kapok." Gurau Biyu.
"Sial lu! Berani lu kasih gue cabe, gue ga bakal jajanin lu lagi."
"Anjir! Dijajanin woy." Gurau Jefri, bahkan Alva hanya melirik teman-temannya dengan kesal.
"T*i lu semua!" Maki Alva, bahkan Biyu segera mengambil sebuah lolipop dalam kantong makanan yang Alva berikan, ia segera membuka lolipop dan memasukan tiba-tiba ke mulut Alva agar Alva diam dan tidak kembali memaki.
"Makan tuh permen, biar mulut lu lebih manis sedikit." Ujarnya, Alva hanya menatap kesal Biyu, akan tetapi ia tak mampu berbuat apapun. Teman-teman Alva bahkan tertawa dengan sangat puas melihatnya.
"Oh ya, udah seminggu lu jadi anak baru, kita belum kenal. Gue Raksa." Ujar Raksa mengulurkan tangannya, tetapi Alva menepisnya ketika Biyu hendak menyambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible✔
Fiksi PenggemarSeorang pemuda bernama Biyu yang dikenal sebagai Pembully di Sekolah sebelumnya yang sebenarnya fakta mengatakan hal lain, bahwa ia adalah korban pembullyan.