Bab 5

2.8K 575 31
                                    

Happy reading, moga suka.

Ebook sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.

Boleh follow akun KK saya di: carmenlabohemian

Karena KK pakai koin skrg, kalian mending buka dari website ya supaya bisa transaksi seperti biasa, top up di sana juga jauh lebih murah daripada via aplikasi KK.

Web: www.karyakarsa.com

Luv,
Carmen

__________________________________________

Ketika mereka akhirnya tiba di penginapan, sebuah hotel berkonsep resort di tepi pantai, tempat itu kacau balau dipenuhi orang-orang yang menunggu untuk check-in. Tidak mengejutkan, karena ini adalah penerbangan terakhir dari dan ke Los Angeles, semua jadwal penerbangan dibatalkan setelahnya sampai waktu yang belum ditentukan, karena badai yang diperkirakan akan segera menghantam kota ini.

Sebenarnya tadi ketika di pesawat, situasinya juga cukup menyeramkan. Pesawat mengalami kesulitan untuk terbang rendah dan mendarat, awan-awan hitam mengelilingi langit, mereka mengalami turbulensi yang cukup keras dan terlihat kilat di sekitar mereka dan guntur yang seakan-akan siap menyambar pesawat setiap beberapa saat sekali. Semua orang mulai panik walaupun mencoba untuk terlihat tenang.

Saat tiba di hotel, suasana lobi juga tampak panik dengan orang-orang yang berlarian ke sana sini, tamu-tamu yang harus kembali karena penerbangan mereka ternyata dibatalkan, para tamu yang baru datang dari penerbangan terakhir dan mengeluh ingin segera masuk ke kamar, para tamu-tamu walk-in yang ngotot ingin mendapatkan kamar, semuanya berbaur satu. Charlotte berjalan menuju salah satu staf front desk yang kebetulan baru saja lowong dan ia sedikit prihatin melihat wajah wanita muda itu yang tampak lelah dan stress.

“It’s a crazy hour, huh?”

Wanita muda itu tersenyum walaupun tampak lelah. “Ya, semua orang ingin menghindar dari badai. Tapi hotel sudah penuh di mana-mana. How can I help you, Miss?”

“Aku ingin check-in. Aku sudah memesan kamar. Atas nama, Herrera.”

“Baik, sebentar.” Wanita itu lalu menatap layar komputernya dan mengetikkan nama yang disebutkan oleh Charlotte. “Herrera?”

“Charlotte Herrera.” Ia menyebutkan nama lengkapnya.

“Oh ya, sudah ketemu.” Wanita itu lalu membacakan detail pesanannya. “Atas nama Charlotte Herrera, satu kamar deluxe, dengan king sized bed, untuk dua malam.”

Charlotte menggeleng pelan. “Dua kamar, atas nama yang nama.”

Dahi wanita itu langsung berkerut. “Tapi di sini, hanya ter-booking satu kamar, Miss Herrera.”

“Oh, ya sudah, kalau begitu, tolong tambahkan satu kamar lagi.”

“Maaf, tapi kami sudah fully booked.”

Charlotte langsung membuka ponselnya dan mencari email pesanan kamar. “Tapi aku memiliki bukti pesanan di sini. Ini… aku menulis email kepada reservasi kalian untuk mem-booking dua kamar deluxe untuk dua malam…”

Ia menunjukkan email itu pada wanita tersebut. Wanita itu lalu meraih ponsel Charlotte dan membacanya.

“Well…” ucapnya kemudian sambil mengarahkan kembali layar ponsel Charlotte padanya. “Kurasa ada sedikit kesalahpahaman. Di sini Anda memang menulis email bookingan untuk dua kamar, tetapi staf reservasi kami hanya memesankan satu kamar dan mengirimkan konfirmasi pesanan lewat email.”

Sial, Charlotte merutuk dalam hati sambil membaca email reservasi itu dengan teliti. Ia ceroboh dan tidak mengecek kembali konfirmasi pesanan kamarnya sehingga ia tidak meralat jumlah kamar yang dipesannya.

“Duh, jadi bagaimana sekarang? Apa ada hotel lain yang masih available?”

Wanita itu menggelengkan kepalanya prihatin. “Tidak ada, semua hotel sudah penuh. Aku sedari tadi mencoba mengoper para tamu walk-in dan para tamu yang harus kembali lagi karena penerbangan mereka dibatalkan dan belum mendapatkan satupun kamar untuk mereka. Karena badai ini, semua terjebak tidak bisa meninggalkan kota.”

Charlotte mendesah keras. “Bagaimana dengan extra bed?” Itu akan lebih baik daripada mereka harus berbagi ranjang yang sama, bukan?

Ia nyaris mengerang ketika wanita itu kembali menggeleng. “Semua extra bed sudah habis terpakai.”

Charlotte menggigit bibirnya untuk menahan kekesalan. “Lalu bagaimana? Ini kan juga bukan sepenuhnya kesalahanku?”

Ia bersimpati pada wanita muda itu, namun sudah menjadi tugasnya untuk mencari solusi bagi tamu. “Bagaimana kalau begini? Sebagai permintaan maaf karena staf reservasi kami kurang teliti, aku akan mengupgrade kamar Anda ke junior suite kami, yang ruangannya jauh lebih besar, ranjangnya juga berukuran super king, ada balkon yang menghadap pantai dan juga sofa, mungkin… ehmm… sofa itu bisa digunakan sebagai pengganti tempat tidur?”

“Baiklah,” jawabnya kemudian. Di saat seperti ini, tidak banyak pilihan yang tersedia. Charlotte harus bersyukur bahwa setidaknya mereka masih mendapatkan kamar.

“Oke, bisa saya minta identitas diri Anda untuk keperluan check-in, Miss?”

Charlotte membuka tasnya dan memberikan identitas dirinya pada wanita itu.

“Apa kau tahu kapan badai ini berhenti? Maksudku, kami harus kembali ke New York lusa. Penerbangan kami dijadwalkan pagi.”

“Saya tidak pasti, Miss Herrera. Tapi kabarnya, badai ini akan semakin memburuk besok malam. Saya tidak yakin jadwal penerbangan akan kembali normal lusa nanti. But let’s see.”

Setelah wanita itu memberikan kunci kamarnya, Charlotte berjalan kembali ke tempat Dalton sedang duduk menunggu. Seperti biasa, pria itu terlalu sibuk dengan ponselnya, mengecek surel dan membalasnya. Sementara orang-orang memperhatikan pria itu, seolah-olah mereka mengenalnya, Dalton sebaliknya sama sekali tidak peduli pada sekelilingnya.

“Ada kesalahan dalam reservasi,” Charlotte berkata tanpa menjelaskan detailnya. “Mereka hanya memberikan kita satu kamar, tapi meng-upgrade-nya ke tipe junior suite.”

Dalton menatap Charlotte sekilas, hanya sekilas, bahkan tak berkedip. “Oh, well, kau pasti tidak nyaman, tapi apa boleh buat?” Lalu pria itu kembali menatap ponselnya.

Taking The Boss to The BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang