Bab 9 : The Poor Lady (1)

1.5K 184 3
                                    

"Kakak!"

Thalia segera turun dan memeluk kedua adik kembar Ellen. Mereka berdiri di depan pintu dengan wajah khawatir. Wanita itu membungkuk pada kesatria yang mengantarnya pulang sebelum kereta kuda yang mewah itu memutar balik dan menghilang di belokan.

"Kakak dari mana saja? Kenapa lama sekali?" Juliette menatap Thalia yang tampak pucat. "Wajah Kakak pucat, apa Kak Ell baik – baik saja?"

"Aku tidak apa – apa, Julie. Kalian sudah makan? Apa hari ini kesatria dari kuil suci datang untuk menagih?" Thalia melepaskan mantelnya dan menggantung benda lusuh itu di belakang pintu.

Jason dan Juliette menggeleng bersamaan. Thalia menghela napas, "baiklah, sekarang cuci kaki dan tangan kalian lalu pergi tidur."

Mereka mengangguk. Thalia melihat piring kotor bekas adik – adiknya dan memastikan kalau mereka berdua sudah makan. Sambil membereskan rumah dan membersihkan diri, Thalia memikirkan sosok Bos dari guild informasi Monsta yang ia temui sebelumnya.

Aneh nggak sih Bos Monsta itu. Ngomong – ngomong kenapa gue pinsan ya? Kacanya pecah? Apa ada serangan tadi?

Thalia mengguyur tubuhnya dengan air dingin, dan setelah selesai mandi, pintu rumah tuanya diketuk oleh seseorang. Sambil mengeringkan rambut coklat keabuan miliknya yang basah, Thalia membuka pintu.

"George?"

Thalia mendelik heran. Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Pria ini adalah seorang tukang kayu yang belakangan ini terus merayu Ellen. Dia gemuk, pendek, dan suka main perempuan. Thalia sudah berusaha sekuat mungkin menghindari sosok George selama ini. Lalu sekarang pria itu berdiri di depan pintu rumahnya dalam kondisi mabuk.

Ya elah, ini manusia ampas satu lagi mau ngapain sih?

"Mau apa kau ke sini malam – malam begini?" Thalia mundur beberapa langkah. Wanita itu mendelik saat George membuka mulut. Bau alkohol menyeruak dan membuatnya mual. Diam – diam Thalia memegang gagang sapu di punggung. "Ini sudah malam, sebaiknya kau pulang sebelum aku berteriak."

"Kau selalu galak, Ellen. Padahal aku hanya mau mengobrol saja." George tertawa, dia mengerling nakal pada sosok Ellen. "Ayolah, biarkan aku masuk dan mengobrol. Aku akan membayar untuk secangkir teh dan roti sisa yang kau berikan."

"Enyah sana! Di sini bukan kedai, kau bisa mendapatkannya di tempat lain!" Thalia menutup pintunya.

Gila! Dia kira tampang macam buntelan busuk gitu ganteng banget, apa?

DUK! DUK! DUK!

"Ellen, buka pintunya!"

DUK! DUK! DUK!

"Ayolah, jangan sombong!"

DUK! DUK! DUK!

"Apa kau begini karena aku bukan bangsawan? Apa artinya gelar bangsawanmu? Kau miskin dan butuh uang untuk membayar hutang kan? Kenapa kau tidak menjual tubuhmu padaku saja? Akan kuberikan harga yang pantas untuk tubuh seorang gadis bangsawan!"

Thalia berteriak di balik pintu, "Pergi dasar brengsek!"

"Kau selalu menolakku! Padahal aku adalah yang terbaik yang bisa kau dapatkan!" George menggedor pintu lebih kuat.

Pintunya rapuh, meskipun Thalia sudah menguncinya, tapi kekuatan pintu itu diragukan. Sebab badan George yang gempal sudah jelas akan membuat pintunya rusak. Sementara itu Juliette dan Jason terbangun, Thalia menatap kedua adiknya dan memeluk mereka.

DUK! DUK! DUK!

"Ka- kakak!"

"Ssst ... tenang ya, tidak apa – apa. Ada orang tidak waras di depan rumah kita." Thalia memeluk Juliette dan Jason.

Let Me Seduce The DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang