3. POV Videl

100 97 11
                                    

Namaku Videl Feriluc.

Mungkin beberapa dari kalian masih ada yang belum mengerti arti namaku, tapi itu untuk pembahasan di lain waktu saja.

****
Siang ini aku pergi ke kantin untuk membeli makan siang.

Aku berjalan menyusuri sekolah sampai akhirnya tiba di area kantin.

"haduh masih rame banget ternyata." Keluhku.

Aku memang tidak terlalu suka keramaian. Itu karena tempat ramai membuatku sakit kepala.

Aku pun berjalan mencari menu makanan apa yang siang ini akan ku santap.

"Hmm sepertinya ayam crispy boleh juga." Pikirku.

Sebenarnya aku bisa bertahan tanpa makanan. Akan tetapi rasa makanan disini enak, sehingga aku ingin merasakannya juga.

Aku pun mulai antri di vendor ayam crispy.

*Brak*

"Nggak! Aku nggak naksir!" Terdengar suara perempuan yang berteriak.

Aku menoleh kearah suara itu. Disana terlihat ada 3 orang siswa. 1 laki - laki dan 2 perempuan.

Salah satu dari perempuan itu mencuri perhatianku. Kurasa perempuan itu yang tadi terdengar suaranya karena berteriak.

Rambutnya hitam tidak terlalu panjang dengan mata dan bentuk wajah yang kecil.

Ntah kenapa wajahnya terasa begitu familiar.

Kami tidak sengaja saling bertatapan. Aku dapat melihat dengan jelas wajahnya. Pipinya terlihat agak memerah seperti apel dan matanya terlihat sangat lembut seperti tatapan bidadari.

Melihat siswa perempuan itu, aku tidak sengaja melepaskan senyuman.

"Mas ini pesanannya." Pemilik vendor memberikanku ayam crispy yang ku pesan.

"Ohiyaa terimakasih." Jawabku mengambil ayam crispy itu.

Aku pun pergi dan mencari meja untukku menikmati makan siang.

"Huh... kalo saja Deus tidak menyuruhku untuk datang kesini, pasti aku masih di rumah untuk mengurus hal yang lebih penting." Pikirku.

Deus adalah salah satu saudaraku yang saat ini sedang kuliah di Universitas Winter.

Ia menyuruhku untuk bersekolah beberapa tahun lalu agar bisa menikmati kehidupan dan melupakan masa laluku.

Iya, walaupun begini. Aku juga memiliki masalah di masa lalu. Lebih tepatnya permasalahan soal cinta.

"Yaa, kalau saja dulu hal itu tidak terjadi. Pasti ...." Pikiran ku terhenti karena aku teringat sosok siswa perempuan tadi.

"Iya! Bodoh sekali, kenapa aku bisa lupa!" Kataku.

Aku baru mengingatnya. Wajah siswa perempuan tadi mirip sekali dengan Luna!

Luna adalah alasanku ingin melupakan masa laluku. Ia merupakan kekasihku yang kini telah tiada.

"Sial! Aku malah mengingatnya kembali." Sesalku.

****
Ketika masuk jam pulang sekolah, aku menyempatkan diri untuk mengitari area sekolah. Aku ingin mengosongkan pikiran ku terlebih dahulu sebelum aku pulang.

Begitu pikiranku sudah agak tenang, aku berjalan keluar melalui gerbang sekolah.

Tak ku sangka, aku bertemu lagi dengan siswa perempuan itu.

Kami juga sempat bepapasan dan saling menatap. Tapi aku langsung pergi meninggalkannya. Saat ini aku tidak mau memiliki hubungan apapun dengan siapapun.

Aku berjalan menyebrang dari gerbang sekolah. Akan tetapi, ketika aku sudah sampai disebrang, aku melihat ada 2 orang yang mencurigakan.

Sepertinya mereka sedang mengintai siswa perempuan itu.

"Sial, aku benci sekali kalau perasaan seperti ini muncul lagi." Pikirku.

Melihat ada yang mengintai siswa perempuan itu, dadaku terasa sesak. Sepertinya aku mulai menumbuhkan rasa perhatian karena wajah siswa itu mirip dengan Luna.

Aku pun mengikuti mereka diam - diam.

Ketika sampai di persimpangan. Aku menyaksikan penculikan yang dilakukan oleh kedua orang tadi.

"Iya bener! nih liat fotonya. Nggak mungkin salah, dia ini Luna Legan!" Kata salah seorang penculik itu.

Mendengar namanya, aku merasa tidak percaya.

"Namanya Luna?! Kenapa bisa sama persis! Wajahnya juga mirip!" Pikirku.

Hati dan otakku mulai mengingat masa lalu. Saat - saat aku bersama Luna ketika kami masih bersama.

Ditengah lamunanku. Aku tersadar bahwa para penculik sudah pergi menggunakan sebuah mobil mini van hitam.

"Sial! Udah pergi duluan mereka. Aku harus mengejar mereka dan mencari tau kebenarannya." Pikirku.

Akupun berlari mengejar mobil van itu. Mungkin kecepatan mobil itu sekitar 60 - 80 km/jam. Tapi hal itu bukan masalah bagiku.

Aku melompat dan berlari diatas gedung agar tidak diketahui oleh para penculik.

Melakukan hal - hal seperti ini sangat mudah bagiku. Hal ini karena aku bukanlah seorang manusia.

****
Mobil itu akhirnya berhenti dan ada 7 orang yang keluar dari mobil tersebut.

Mereka membawa Luna masuk kedalam sebuah bangunan tua.

Aku pun masih menyaksikan apa yang mereka lakukan dari salah satu atap gedung disini.

"Sepertinya ini waktunya aku untuk masuk." Kataku begitu aku melihat ada 5 orang yang keluar dari bangunan itu.

Aku tidak masuk kedalam begitu saja. Aku menghampiri kelima orang yang tadi keluar dari bangunan itu dan berniat menghabisi mereka semua.

"Siapa kau?!" Kata salah seorang dari penculik itu.

"Aaakk!"

"Hiiiiiii!"

"Aaakkk!!"

Satu persatu tewas ditanganku. Mereka mengeluarkan suara jeritan kesakitan.

"Jangan pernah macam - macam dengan properti milikku." Katakku sambil menatap kelima mayat dihadapanku yg telah berubah menjadi debu.

Ku rasa saat ini diriku memang ingin sekali memiliki siswa perempuan yang bernama Luna itu.

Aku merasakannya ketika membunuh kelima orang itu satu persatu.

Ketika mengingat perbuatan mereka pada Luna. Amarahku makin sulit dikendalikan.

Begitu selesai mengurus kelima orang tadi, aku pun masuk kedalam gedung dan mencari keberadaan Luna.

Aku menemukannya bersama dengan dua orang penculik lainnya.

"Siapa kau?!" Kata salah satu penculik itu.

"Hah... Rasanya seperti dejavu." Pikirku.

"Kak Videl?!" Suara itu keluar dari mulut Luna.

Tak lama setelah itu, salah satu dari penculik itu berlari kearahku dan menusukkan pisau ke perutku.

"Bodoh sekali." Kataku.

DARK WINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang