Bab 6

350 55 4
                                    

Suara deru mobil yang perlahan berhenti mengalihkan atensi Wendy dari dalam rumah. Wanita yang sudah berumur tersebut sedikit menengok dari arah jendela, melirik bertanya.. siapakah yang akan bertamu ke dalam rumah nya?

Seorang pemuda berbadan tegap memunculkan batang hidungnya. Sembari menyusul, dan membuka kan pintu mobil dari arah yang berlawanan.

Mempersilahkan remaja laki-laki lain nya keluar, dan ikut memimpin jalan di depan.

Wendy memperhatikan, tatapan bertanya dengan kerutan di kening wajahnya.

'Renjun dan Chenle? Bersama dengan siapa?' batinnya.

+ + +

"Bundaa~ Lele pulang nddaa!"

Chenle berteriak riang setelah di buka kan pintu oleh Renjun. Jeno berada di belakangnya, tersenyum gemas memperhatikan anak kecil berambut hitam legam yang berteriak riang tadi.

"Bundaa, Injun pulangg!" Renjun memberi salam seperti biasanya.

"Renjun, apa gue perlu gitu juga?"

"Hah? Apaan?"

"Teriak 'bundaa~ Jeno pulang!' gitu " ucap Jeno jahil dengan kekeh an di akhir kalimat nya. Renjun menatap datar, kemudian menepuk lengan Jeno.. diam-diam tertawa kecil.

"Halo Chenle sayang, Renjun.. itu teman mu nak?" Wendy tersenyum sambil memeluk Chenle yang baru saja pulang bersama anak sulung dan seseorang yang tak ia kenal- Jeno maksudnya.

"Iya bunda, eum.. bunda kenalin ini namanya Jeno. Jeno, ini bunda aku." Renjun mendadak gugup didepan bunda nya. Sementara Jeno? Anak itu terdiam dengan senyuman di kedua sudut bibirnya yang manis.

Perlahan Jeno mendekati Wendy, berjongkok, dan menyalami tangan halus didepannya.

"Salam kenal bunda, nama saya Jeno. Teman dekat Renjun di kampus." Jeno memperkenalkan dirinya dengan begitu sopan dan tersenyum lembut, menampilkan mata nya yang ikut tersenyum. Renjun bengong, tatapan nya terhadap Jeno menjadi sedikit kebingungan.

'Jeno? Kenapa begini.. ' Renjun diam membisu. Membiarkan kedua sosok didepannya saling berinteraksi.

"Halo Jeno, saya Wendy. Bunda dari Renjun dan Chenle.. salam kenal juga sayang." Sambut Wendy dengan senyum manis nya.

"Bunda, Jeno sama Renjun bawakan kue. Soalnya tadi mampir dulu ke toko, dimakan ya bunda? Kue nya kita beli khusus buat bunda." Tutur Jeno dengan nada yang lembut.

"Terimakasih ya sayang, kamu boleh main sama Renjun di sini dulu. Bunda buatkan teh dulu.."

" E-eh bunda! Biar aku aja yang bikinin teh nya. Bunda istirahat aja ya?" Renjun menjadi panik. Tak tahu saja ia Jeno sudah senyam-senyum sendiri terlanjur melihat semburat merah bak tomat di wajahnya.

Bunda yang awalnya kebingungan, mendadak ikut tersenyum malu-malu. Wendy yang diam-diam tau bahwa anaknya ini mulai menaruh sebuah rasa pada sosok pria tampan yang barusan ikut mengantarkan dirinya.

"Renjun, bunda bisa sendiri. Lebih baik kamu disini ya temani Jeno, jangan biarin temen kamu diam-diam saja disini. Oh iya, sebentar ya Jeno? Bunda buatkan minuman dulu."

"Iya bun."

+ + +

Kepulan asap hangat menguar dari dalam cangkir yang berisikan minuman manis berwarna coklat tersebut.

Saat ini posisi Renjun dan Jeno sedang berada di teras rumah. Suasana hangat nya sore yang perlahan berganti menjadi malam membuat suasana disekitar mereka terasa lebih hangat. Tentu saja ini atas perintah bunda, siapa lagi? Wanita berparas ayu tersebut memang sengaja menyuruh keduanya untuk mengambil tempat yang membuat mereka menjadi lebih dekat.

Renjun yang masih bergeming dengan pikirannya sendiri, membuat Jeno terus-terusan saja memperhatikan dirinya secara intens.

"Ngapa sih? Ngelihatin gue muluk. Setan lewat mampus Lo." Ucap Renjun yang menatap lawan bicaranya. Jeno tertawa renyah,

"Kok gitu sih? Waktu ada bunda Lo ngga gini. Malah pakai kata 'aku-kamu' lagi."

"Itu karena ada bunda makanya gue mau sopan. Bye the way Jen, Lo.. ngga apa-apa?" Renjun bertanya dengan raut wajah yang jelas terlihat cemas.

"Huh? Ngga apa-apa gimana maksudnya?"

"Itu.. Lo udah jelas tau kan rumah gue kaya gimana? Apa Lo ngga malu buat bakal terus temenan sama gue?"

Jeno terdiam. Mata nya mendadak berpaling dari sang empunya, membuat Renjun semakin merasa gelisah dibuatnya.

"Kalau Lo malu, ngga apa-apa kok. Gue ngertiin.. hehe, makasih ya udah baik sama keluarga gue." Renjun berdalih menatap ke arah bawah. Jari-jemari nya ia tautkan dengan resah, ia tahu.. semuanya pasti akan berakhir seperti ini.

Persis sama dengan kejadian sewaktu ia kecil..

Renjun yang ditinggalkan teman terbaiknya dikarenakan ia mengetahui bahwa Renjun bukanlah anak orang berada. Itulah satu-satunya memori menyakitkan yang paling Renjun ingat selama ini.

"Jun.." panggil Jeno sembari menatap Renjun,

"Iya, Jen?" Renjun terkesiap secara tiba-tiba sembari menatap Jeno yang spontan berdiri di hadapannya,

"Jen mau keman-"

"Gue mau pulang." Ujarnya singkat dengan tatapan yang dingin. Mengambil kunci mobilnya, ia melenggang pergi menuju pintu keluar rumah. Mata Renjun terbelalak panik kepalang, Jeno.. ada apa? Kenapa tiba-tiba pergi begitu saja?

"Jen, gue-"

"Bilang ya sama bunda, gue pamit. Thanks minuman nya tadi, sorry ngerepotin Lo sama bunda Lo." Ucap Jeno kemudian lekas beranjak pergi menuju mobilnya. Menyalakan mesin kendaraan beroda empat tersebut, dan menancap gas sekencang yang ia bisa.

Renjun berdiri kaku di ambang pintu kayu rumahnya. Manik nya yang semula memancarkan aura senang, mendadak redup seketika. Beberapa cairan bening mengumpul di dalam kaca manik nya. Bibir nya bergetar, menahan isak tangis dan rasa perih yang mendera.

'Jeno.. kita.. bukan teman lagi, ya?'





Haii apakabar ngek? Semoga sehat selaluu wkwk. Makasih udah baca, semoga kalian suka ❤️

Good Teacher || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang