Bab 7

447 51 10
                                    

Seperti hari-hari biasanya, Renjun masih tetap kuliah sembari mengajari Kylo di hari-hari tertentu.

Bagaimana dengan Jeno?
Nyatanya, pemuda bersurai legam tersebut sering tak terlihat di pelupuk mata Renjun. Sudah terhitung 3 hari Jeno berperilaku sembunyi-sembunyi seperti ini.

Sedih? Tentu saja. Bahkan Jaemin juga sering membujuk dirinya untuk tidak memikirkan seorang teman yang baru saja mereka kenal selama beberapa hari tersebut.

Tak ayal, Haechan alih-alih menghibur.. ia malah menduga bahwa sahabat cantik nya ini sedang di "ghosting" oleh pria bermata sipit tersebut.

"kurang ajar banget sih.. kalau misal dia beneran ghosting Lo, Jun. Ga terima banget gue masalahnya disini. Lo baik, kenapa dia mesti ngilang gitu aja?"

Tutur Haechan yang disambut cubitan menyakitkan dari Jaemin, bagaimana tidak? Hal itu tentu saja semakin membuat Renjun resah dan khawatir.

Bagai do'a yang langsung di dengar oleh Sang Tuhan. Ajaib nya seorang Lee Jeno kini menghampiri ketiga nya dengan raut wajah yang tak dapat di artikan.

Hmm.. ada ekspresi sedih, resah, malu, dan sedikit marah di pahatan emosi wajahnya.

"Ihh anjayy, ini ceritanya lagi syuting acara sinetron ye?" Bisik Haechan dengan nada yang keras. Membuat Jaemin menepuk dahi nya, lelah.

"ANJIR! Diem aja deh Lo!" Dengan cepat ia bekap mulut sahabat laknat nya itu dengan emosi menggebu-gebu.

"Jun, gue mau ngomong sama Lo." Ucap Jeno dengan penuh penekanan. Membuat Renjun meneguk ludah nya takut-takut.

"Dan gue mau hal ini privasi. Lo berdua tolong pergi dulu dari sini." Perintah Jeno yang membuat kedua sahabat dari Renjun itu bungkam seketika, tersenyum kikuk dan segera meninggalkan keduanya.

Sebenarnya tidak meninggalkan, hanya saja mereka bersembunyi di balik loker sekitar. Ingin curi-curi dengar.. hal apa yang akan mereka bicarakan.

"Lo jangan berisik!" Perintah Jaemin berbisik di depan wajah Haechan yang spontan mengangguk patuh.

"Jun, maaf." Diam.

Hanya dengan dua patah tersebut Jeno kembali menunduk dan bungkam. Renjun mengadah kan wajahnya, memberanikan diri menatap langsung kedua orbit lesu yang seolah telah kehilangan pancaran sinarnya..

"Seharusnya malam itu gue ngga langsung cabut dari rumah Lo. Seharusnya gue pamit dulu sama bunda. Seharusnya juga.. gue ngga ceroboh ninggalin jemuran gue di rumah." Sesal Jeno sembari memilin ujung kemeja

"Hah? Maksudnya?"

"Nng.. anu, jadi, sebenarnya gue buru-buru cabut main setelah nyuci sempak gue, Jun. Gue lupa mau ngangkat.. mana jemur nya di jendela rumah lagi, kan malu di liat sama tetangga.."

"Jen.."

"IHH BENTARR!! Terus makanya gue baru ingat waktu kemarin malam ngobrol sama Lo. Bener aja kan, sampe rumah gue di omelin bunda, mana di diketawain daddy gue lagi." Ceplas-ceplos bibir Jeno tanpa rasa bersalah. Mana bibirnya monyong banget lagi, kan Renjun beneran emosi dibuatnya.

"GUE KIRA KENAPA JEN! LO BENER BENER YA? ASTAGAA!! GUE EMOSI BANGET SAMA LO! SINI GAK LO? HAHH?? SINI LO BABI!" Amuk Renjun sembari menjiwir keras daun telinga milik pria bertubuh atletis didepannya.

Jeno mengaduh kesakitan, namun tak menghindar. Ia terima-terima saja diperlakukan demikian oleh sang pujaan hatinya.

Tak apa sakit, asal dekat dengan Renjun- Ujar Jeno dalam hati.

"ADUHH ADUH! IYAA IYAA MAAF JUNN MAAFF!! ASTAGA! UDAH WOI LEPASS SAKITT!" Mohon Jeno yang akhirnya di sanggupi oleh lawan bicaranya.

"Maaf ya? Maaf.. btw, gue waktu itu belum jawab ya atas pertanyaan Lo? Oke, gue jawab sekarang,"

Good Teacher || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang