ONE

514 46 0
                                    

🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺

Sebagian orang dengan mudahnya merasakan jatuh cinta, mengerti cara bermain dengan hal sakral itu, dan berakhir bahagia. Sebagian yang lain merasa dirinya cukup bodoh untuk mengerti hal rumit tentang permainan hati dan perasaan tersebut, lalu memilih untuk mengabaikannya.

Seperti halnya Kazuma Kawamura, sosok pemuda berparas tampan yang kini lebih memilih untuk mengurung diri di perpustakaan daripada menjadi perhatian banyak gadis di sekolahnya.


Kazuma tidak pernah suka saat mata para gadis itu melihatnya penuh minat, senyuman yang dibuat-buat dengan niat untuk menggodanya, atau keberanian mereka dalam menyatakan cinta, membuat Kazuma memilih kabur dari itu semua. Dia suka ketenangan, aroma buku-buku, dan semilir angin di tengah hangatnya matahari musim gugur yang menyorot jendela di ruangan terdalam perpustakaan sekolah.

Sebenarnya ada satu alasan lain yang membuat Kazuma meninggalkan hiruk pikuk sekolah. Dia hanya tidak ingin terlalu sering berjumpa dengan seseorang yang entah sejak kapan selalu menghantui pikirannya. Dengan tanpa kasihannya membuat Kazuma tersiksa oleh perasaan yang harus tetap tertutup rapat-rapat di dalam hatinya. Mungkin Kazuma bisa bersikap biasa saja saat seseorang itu berada di sekitarnya, tetapi tidak dengan hatinya.

"Kazuma ...."

Secara mendadak, fokus Kazuma terhadap buku di tangannya menghilang saat suara pelan itu memanggil namanya. Kepalanya mendongak secara perlahan hanya untuk menemukan netra cokelat yang terlihat jauh lebih terang di bawah sorot matahari. Kazuma mengerjap, lalu buru-buru memandang kembali buku yang secara ajaib isinya ia lupakan.

"Aku mencarimu ke mana-mana, rupanya kau bersembunyi lagi di tempat ini."

Anak itu duduk di kursi kosong di depan kursi Kazuma, mereka berhadapan dengan batas meja kaca bundar. Tak lupa, dia meletakkan satu susu kotak rasa stroberi di sana.

"Aku hanya ingin duduk diam tanpa ada gangguan," ujar Kazuma tanpa melirik manusia di depannya.

Anak itu merengut. "Jadi kau menganggapku gangguan?"

"Ya, jika kau tidak berhenti bicara."

"Kau ini!" protesnya setengah berbisik. Tentu saja dia tidak mau diusir oleh penjaga perpustakaan karena terlalu berisik.

Nada kesal itu diam-diam membuat Kazuma mengulas senyuman tipis. Buku di tangannya tidak lagi menjadi titik fokus sejak beberapa saat lalu.


Hal yang terjadi selanjutnya hanyalah berupa keheningan. Mereka berdua tidak saling bicara, membiarkan suara samar dari kegaduhan anak-anak di luar sana menjadi latar. Sesekali Kazuma menyempatkan diri untuk melirik manusia di depannya itu, yang rupanya sedang melamun menatap ke luar jendela. Mata bulatnya seolah sedang menerawang, bibirnya mengerucut, dan kadang juga alis itu bertaut. Membuat Kazuma tahu jika sahabatnya sedang memikirkan sesuatu yang bisa dibilang serius.

"Hokuto," panggilnya menyadarkan lamunan si lawan bicara. "Apa kau bak-baik saja?"

Hokuto menoleh, memiringkan kepalanya karena dilanda kebingungan yang mendadak. "Eh? Aku? Ya ... ya, aku baik-baik saja. Apa aku terlihat aneh?"

Menggeleng, Kazuma meletakkan bukunya dan ikut menatap pohon-pohon yang daunnya menguning di luar jendela. "Kadang kau seperti sedang memikirkan sesuatu yang serius," ujarnya.

Butuh waktu beberapa menit bagi Hokuto untuk menanggapinya. Dia memperhatikan wajah Kazuma, yang terlihat sendu meskipun samar. "Ah, ketahuan, ya? Mungkin aku yang tidak terlalu pandai dalam menyembunyikan ekspresi seperti dirimu."

"Eh?"

Hokuto tertawa pelan saat sahabatnya itu menoleh. "Tidak, tidak. Aku lapar! Kasihan Shogo yang harus menjada bento yang aku tinggalkan di kelas. Jangan lupa habiskan itu," ucap Hokuto sambil menunjuk susu kotak di atas meja. "Jangan sampai terlambat masuk kelas. Aku pergi, sampai jumpa!"


Kazuma mengerjap, mengamati punggung Hokuto yang kemudian menghilang di balik rak-rak buku tinggi. Hening sekali lagi menjadi kawannya, bedanya kali ini ada satu susu kotak yang membuat dekorasi sederhana ruang baca perpustakaan terlihat lebih manis dari sebelumnya.


🌺🌺🌺


Jam istirahat siang yang panjang akhirnya selesai, menuntut Kazuma untuk keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali ke kelas. Begitu banyak pasang mata yang memperhatikan pemuda bersurai gelap sekelam langit malam tersebut hingga membuatnya tak nyaman. Kelasnya berada di ujung lorong lantai tiga dan harus melewati kelas-kelas berjendela rendah yang lain. Kazuma menunduk, lantai terasa lebih menarik untuk dipandang sekarang karena dia merasa jika orang-orang itu menatapnya dari balik jendela. Dia mempercepat langkah hingga pada akhirnya tiba di kelas.

"Keluar dari tempat persembunyianmu, anak aneh?"

Ledekan itu diabaikannya, pun dengan tawa yang menyusul kemudian. Tak berselang lama, sesuatu mengenai kepalanya dan sebuah gumpalan kertas menggelinding di atas meja. Dia mendongak, Kenta Kamiya tersenyum penuh kemenangan dari kursinya.

"Kau lihat apa, Kawamura?"

"Berhentilah mengganggunya, Kamiya!"

Suara itu menggema di kelas, semua orang menoleh ke arah Hokuto yang masih berada di ambang pintu masuk. Dia berderap, merampas gumpalan kertas dari meja Kazuma dan melemparkan kembali ke arah Kenta. Namun rupanya, keputusan itu salah besar. Salah satu teman Kenta berdiri karena kertas tadi mengenai kepala anak bertubuh besar itu.

"Kau cari perkara denganku, Yoshino."

Meskipun matanya menatap nyalang anak bernama Ryu itu, tak urung Hokuto meneguk ludahnya dengan susah payah. Kazuma menyadari tangan Hokuto yang bergetar di sisi tubuh anak itu, dia menghela napas lalu berdiri dan menarik Hokuto agar berdiri di belakangnya.

"Oh, lihatlah! Kau mau melindungi kekasihmu, Kawamura? Betapa manisnya," ledek Kenta sekali lagi yang diiringi oleh tawa.

Sorot mata yang begitu dingin itu menatap lurus-lurus ke arah Ryu yang sudah berdiri di depannya. Tangan kiri anak itu tiba-tiba menyambar kerah seragam Kazuma, sedangkan tangan kanannya melayang di udara.

"Apa yang kau pikir sedang kau lakukan, Ata-kun?"

Suara berat yang siapapun ketahui adalah milik guru mereka berhasil mengurungkan niat Ryu meninju Kazuma hingga berakhir hanya dengan dorongan yang membuat anak itu terhuyung ke belakang.

"Kita belum selesai, sialan."

Kazuma berbalik untuk menemukan wajah khawatir-tunggu, apa Hokuto khawatir kepadanya yang akan dipukul Ryu ataukah hanya ekspresi takut biasa? Kazuma lebih memilih kemungkinan kedua.

"Duduklah," kata Kazuma dengan mendorong bahu Hokuto pelan agar kembali ke kursinya.

Setelah itu pelajaran Sejarah Jepang akan berlangsung selama dua jam mendatang. Suasana hati Kazuma mendadak buruk, dia menenggelamkan dirinya ke dalam lamunan dengan menatap lapangan bisbol di luar sana. Tidak peduli lagi dengan pelajaran di sisa hari itu, tidak peduli lagi jika memang akan ada masalah sepulang sekolah nanti. Lagipula dia sudah terbiasa pulang ke rumah dengan rasa sakit atau luka-luka di wajahnya, toh tidak akan ada yang peduli kepadanya di kota sekeras Tokyo ini. Dia cukup memberi kabar ibunya di Osaka sana jika dirinya baik-baik saja, menjauh dari masalah sebisa mungkin. Maka dengan itu, ibunya tidak akan khawatir.

🌺🌺🌺

WIND AND STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang