🌺🌺🌺
Kazuma hanya bisa merasakan betapa dinginnya musim gugur ketika angin dari jendela yang berada di sisi ranjangnya menyerobot masuk. Setengah hari sudah dia tersadar dari kondisinya yang melemah tanpa bisa dicegah. Kazuma bahkan tidak akan pernah tahu jika dia sudah menginap di rumah sakit selama hampir satu pekan kalau saja dia tidak bertanya kepada perawat yang memeriksa pagi tadi.
Selama itu apa saja yang sudah Kazuma lewatkan?
Tidak ada satu pun hal yang menyangkut di otaknya. Mungkin Shohei yang setiap hari datang hanya untuk melihatnya terbaring lemah di brankar, atau ibunya yang jauh-jauh dari Osaka untuk merawatnya. Hal-hal normal itulah yang saat ini menyangkut di pikiran Kazuma. Dia tidak ingin memikirkan hal mustahil lain yang bisa saja terjadi selama masa rawat inapnya. Tidak, tidak, tidak akan mungkin semua harapannya itu akan menjadi nyata. Bahkan mendekati pun rasanya tidak.
Kazuma mencoba memejam lagi, menikmati rasa sakit yang sudah berangsur pulih. Menyisakan rasa penuh di dalam rongga paru-parunya dan sesak yang memaksanya harus bernapas dengan alat bantu.
"Akhirnya kau bangun juga!" Suara Shohei memaksa Kazuma membuka kedua matanya lagi.
"Kukira aku akan menganggur lagi di sini, Kazuma. Setelah hampir seminggu aku menjengukmu yang tidak sadarkan diri. Rasanya seperti orang bodoh," sambung Shohei setelah dia menarik kursi dan duduk di samping brankar.
"Terima kasih, Shohei. Maaf merepotkanmu."
"Tidak, tidak. Tahu kalau kau melewati masa kritis tiga hari lalu saja sudah membuatku sangat bersyukur. Kau tahu, aku sampai tidak bisa berkonsentrasi di sekolah karena otakku di sini."
Kazuma merasa dirinya begitu beruntung karena mempunyai sahabat yang sangat peduli seperti Shohei.
"Shohei, aku--"
"Jika kau ingin mengatakan sesuatu mengenai kejadian satu minggu yang lalu, lebih baik aku pergi."
"Eh?"
Shohei menghela napas kasar. Kazuma bahkan tidak bisa menemukan wajah jenaka yang biasanya dipasang oleh anak itu.
"Jangan mengungkit hal yang bisa membuatmu terpuruk lagi, bodoh. Aku tidak mau tahu apa yang membuatmu seperti ini, bagiku kesembuhanmu adalah hal yang paling penting untuk sekarang. Kau bisa menceritakan padaku soal itu jika kau sudah keluar dari tempat membosankan ini," kata Shohei.
Kazuma mengalihkan pandangannya ke langit-langit putih bersih. Shohei benar, tidak seharusnya dia membahas itu di saat dirinya belum sembuh. Namun, ada satu pertanyaan yang sejak tadi menghantui pikirannya, tapi Kazuma terlalu takut untuk bertanya.
"Aku tahu percuma menyembunyikan kekhawatiranmu, Kazuma. Tapi kau tidak perlu memikirkannya untuk sekarang ini."
"Aku tidak--"
KAMU SEDANG MEMBACA
WIND AND STAR
FanfictionA short story of KazuHoku. Bagi Kazuma, ada seseorang yang seperti bintang untuknya. Dia terlalu indah, tetapi tidak mungkin untuk tergapai oleh tangannya. Sementara dirinya hanya seperti angin, yang kehadirannya bisa dirasakan tanpa pernah terlihat...