08 - Porsi Kesalahan

380 68 51
                                    

Sunyi

Sepi

Senyap

Hening

Dan dingin

2 jam setelah kejadian Hanan memarahi dan menampar Shafira. Hanan hanya berteman dengan sebatang lintingan nikotin beserta asapnya. Padahal, sudah hampir lima tahun lamanya Hanan tidak pernah berani lagi menyesap zat adiktif tersebut. Namun, malam ini rasanya ia butuh pelampiasan.

Tidak peduli tentang kesehatan paru-parunya, nyatanya ia hanya tidak ingin malam ini melampiaskan dengan kekerasan fisik.

Rokok tersebut seukuran jari kelingkingnya, sudah tersulut sebagian hingga menghasilkan abu. Tidak ia pedulikan, tidak ia gubris. Biarkan abu itu berjatuhan sendirinya

Satu kali ia menyesap, dua kali, sampai kali ke sekian dan dirinya terbatuk hebat.

Kemudian, ia matikan rokoknya pada asbak yang ada di atas meja. Pikirannya kembali pada kejadian beberapa jam lalu, lalu pada kejadian beberapa belas tahun lalu.

Ya, Shafira bukanlah orang pertama yang ia sakiti secara fisik. Akan tetapi, jauh sebelum hari ini. Ada satu wanita lagi yang pernah ia sakiti fisiknya, bahkan hatinya.

Arini Rahmaliani.

Wanita tangguh nan lemah lembut yang kini menjadi istrinya, adalah orang pertama yang merasakan sakitnya tamparan Hanan.

Kala itu, Hanan muda yang masih begitu arogan dan otoriter dengan enteng mendaratkan tangannya di pipi Arini. Alasannya klasik, hanya karena perbedaan pendapat dan kesalahpahaman. Bahkan, Hanan nyaris menjatuhkan talak pada Arini, andai saja Arini tidak memberi tahu bahwa ada sosok lain yang sedang ia kandung.

Arfan yang masih berusia 2 tahun, tahu apa tentang pertengkaran orang tuanya? Hanya bisa menangis sebab melihat ibunya dipukul ayah.

Dan malam ini, hal tersebut kembali terulang pada perempuan yang berusaha ia jaga, berusaha ia lindungi, tetapi dirinya sendiri yang membuatnya terluka.

Dan lagi-lagi, Arfan kembali menyaksikan hal tersebut.

Pernah suatu hari. Hanan bertanya pada Arini tentang mengapa ia terus bertahan bersama dirinya?

Arini hanya menjawab bahwa itu semua demi Arfan dan janin yang ada di kandungannya. Dan tentunya demi Arini sendiri

Bagi Arini, tidak mudah menjalani hari sebagai istri dari suami seperti Hanan. Arogan, otoriter, mudah marah, dan bahkan sudah merambat ke kekerasan fisik. Bahkan kakaknya yang mengetahui perlakuan Hanan sudah hampir akan memaksa Arini pulang dan bercerai. Sudah berkali-kali pula diingatkan oleh adiknya agar bisa terlepas dari lelaki seperti Hanan.

Namun, bagi seorang Arini. Justru berpisah dari Hanan jauh lebih tidak mudah. Selain karena tanggung jawab sebagai ayah dari kedua anaknya. Arini dan Hanan juga tanpa sadar saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain. Tidak ada kata sayang akan mengalahkan segalanya. Hanya saja, mereka seolah tidak sanggup untuk berpisah jauh.

Dan yang terakhir karena Arini sudah menyerahkan dirinya, jiwa raganya, sudah berikrar, dan sudah ikhlas menjadi istri dari Hanan Nalendra dalam keadaan apapun. Ia hanya tidak ingin mengotori janjinya pada Tuhan. Maka dari itu, sebisa mungkin, sesabar mungkin, ia harus bisa menghadapi Hanan dan merubah sifat buruknya secara perlahan. Tidak peduli jika harus membutuhkan waktu seumur hidupnya.

Hanan tersadar dari lamunannya ketika mendengar pintu berderit. Dengan sigap matanya menangkap Arini keluar dari kamar, tetapi bukan untuk menghampirinya.

Hanan tahu, Arini marah padanya. Tak mengapa, sebab dirinya pun sama marahnya pada diri sendiri.

Arini kembali dengan membawa segelas air hangat di tangannya. Namun, seolah tidak menyadari keberadaan Hanan, Arini kembali masuk ke kamar dan menutup pintu. Dan Hanan hanya bisa menatap punggung Arini yang kemudian menghilang di balik pintu.

Menuntut Bahagia pada Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang