✂ - - - dihapus sebagian
TW: Perselingkuhan, contains sexual activities, 21+, harsh words, sad and lonely girl, please read it wisely
***
Tatap mata itu menjerat, lekat dan mengikis akal sehat. Sorotnya membuat jantung berdebar lebih cepat, berhasra...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dil, disuruh turun bentar buat beauty shot." Ucap Nadine sembari mengulurkan tangan kepada Dilla yang sedang duduk menatap pantulan dirinya di depan cermin.
Dengan perlahan karena takut tatanan rambutnya berantakan, perempuan itu menoleh ke arah sahabatnya yang berdiri di depan pintu.
"Radit belum datang emangnya?" Tanya Dilla bingung.
"Belum. Masih ada 30 menit lagi," jawab Nadine. "Yuk, cepet makanya."
Dilla menghembuskan napas panjang sebelum ia beranjak berdiri dari duduknya.
Kebaya full payet berwarna lilac yang memeluk tubuhnya terasa berat. Kain yang melilit kaki ramping dan jenjangnya pun sangat ketat. Napasnya terasa sesak dan ia setengah yakin bahwa ia akan tersandung di tangga jika berjalan cepat-cepat.
"Susah, Din." Desah Dilla lelah sambil berjalan dengan malas-malasan.
"Jangan cemberut napaaa," protes Nadine seraya menggamit lengan Dilla. "Nanti make-up lo crack! Berkerut semua, jadi jelek. Mau lo?"
Dilla cuma berdecak malas. Ia mengangkat sedikit kainnya agar bisa melangkah lebih lebar.
"Bentar-bentar. Ini rambut lo kenapa udah mulai berantakan, sih? Acara aja belum dimulai," Nadine menghentikan langkah mereka dan mulai merapikan rambut Dilla yang disanggul dengan model double twist low bun.
Beberapa helai rambut memang dibiarkan menjuntai untuk memberikan sedikit kesan messy namun classy, tapi nyatanya, entah apa yang sedaritadi Dilla lakukan, ia malah terlihat seperti orang frustrasi.
"Dah. Cakep." Nadine kembali menggandeng lengan Dilla, lalu menuntunnya pelan-pelan ke lantai bawah.
Dari tangga, Dilla menatap semua anggota keluarganya masih mondar-mandir kesana kemari menyiapkan keperluan acara. Ada yang mengatur bangku, buffet, snack box bahkan dekor.
"Radit udah dimana, Jaaa?" Teriak Dani—kakaknya—kepada anak sulungnya yang bertugas memonitor posisi keluarga calon besan.
"Masih kejebak macet keluar JORR, katanya." Jawab Zara—remaja berusia 15 tahun yang biasa dipanggil Jara oleh mereka—sambil terus fokus dengan tugasnya yang lain yaitu menghitung snack box.
"Nanti kalau gue lamaran, gue juga mau di restoran aja kayak lo gini," ucap Nadine sambil melangkah hati-hati menuntun Dilla menuruni satu per satu anak tangga. "Nggak kebayang ribetnya kayak apa kalau di rumah. Dari mulai sebelum acara, terus ntar kelar, harus beberes lagi. Duh, ogah! Enakan gini, kan, kelar acara tinggal lenggang kangkung. Pulang."
Sudut bibir Dilla tersungging sebelah. "Cari aja dulu calonnya, Din."
Nadine melotot kesal. "Songong lo, ya, sekarang! Mentang-mentang udah mau dinikahin akhirnya!"
Senyum Dilla memudar perlahan, dan berganti getir.
"Dimana, sih, mau beauty shot-nya?" Tanya Dilla ketika anak tangga terakhir berhasil ia langkahi.