2 | Left

3.9K 236 0
                                    

Dilla merasakan kewanitaannya berulang kali dihentak dalam-dalam hingga bibirnya tak dapat menahan sebuah lenguhan kencang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dilla merasakan kewanitaannya berulang kali dihentak dalam-dalam hingga bibirnya tak dapat menahan sebuah lenguhan kencang. Tubuhnya melengkung ke atas dan matanya terpejam ketika darahnya merasakan desir hebat yang merayapi setiap jengkal inderanya.

Radit mempercepat gerakannya saat ia mendengar desahan Dilla yang semakin tak karuan. Ia memacu pergerakannya hingga mulutnya pun tak mampu menahan desahan hingga akhirnya kepalanya mendongak ke atas meski mata terus terpejam.

Dilla membuka matanya dan melihat Radit yang berada di atasnya terus menggempurnya dengan cepat, sementara kedua tangan Radit meremas payudara Dilla berulang kali.

"Oh ... shit, Dilla ..." racau Radit seraya terus menggerakkan tubuhnya ke dalam tubuh Dilla. "Fuck, Dilla. Kamu enak banget. Shit."

Radit membungkukkan tubuhnya dan memeluk Dilla erat-erat. Ia menyurukkan wajahnya di leher Dilla dan terus menerus mendesah berkat kenikmatan yang mendera tubuhnya.

"I love you, sayang." Bisiknya disela hujamannya yang semakin cepat.

Dilla merasakan gelombang dahsyat itu menghantamnya hingga tubuhnya gemetar. Punggungnya kembali melengkung dan desahannya semakin kencang dan panjang.

"Aku keluar, ya." Bisik Radit dengan nada resah saat ia memahami Dilla juga sudah mencapai puncaknya.

Radit menghujamkan miliknya semakin dalam diiringi desahan kencang dan panjang serta napas yang semakin terengah-engah.

"I love you, Dil." Radit mengangkat wajahnya dari leher Dilla lalu menatap wajah wanitanya itu. Tangannya mengusap lembut rambut yang menutupi dahi Dilla, sebelum kemudian ia mengecup dahi itu.

Dilla yang sedaritadi masih memejamkan matanya karena masih bergetar hebat karena orgasmenya, kini mulai membuka mata. Pertemuan netranya dan Radit membawa sengat di hatinya. Dalam sekejap saja, kenikmatan itu hilang ditelan kesedihan.

"Dil ..." panggil Radit dengan wajah sendu saat mendapati mata wanita itu berkaca-kaca.

Lalu tanpa bisa Dilla tahan, tangisnya pun pecah sendiri bagai gelas beling yang kelebihan muatan.

"Dilla ... sayang, jangan gitu."

Dengan cepat Radit menarik tubuhnya dari dalam tubuh Dilla, melepas pengaman yang membungkus kejantanannya lalu membuangnya ke tempat sampah sebelum kemudian menghampiri Dilla yang sudah meringkuk memeluk dirinya sendiri sambil menangis.

"Dil ..."

"Aku nggak mau ditinggal." Isak Dilla sesenggukan.

"Dil ..."

"You know i don't have anyone else," lanjut Dilla dengan suara yang semakin meratap. "Aku nggak punya siapa-siapa selain kamu, Dit."

"Dil—"

"Aku nggak butuh cincin ini, Dit! Aku butuhnya kamu!" Sentak Dilla sambil melepas cincin yang melingkar di jari manisnya lalu membuangnya ke keranjang cucian kotor.

Napas Radit tercekat. Sontak ia kehilangan kalimatnya saat menatap apa yang Dilla lakukan.

Wanita itu menangis semakin kejar dan Radit hanya bisa terdiam.

"Aku sendirian."

"Kamu nggak sendirian, aku masih tetap—"

"Iya, nggak sendirian! Kamu cuma ratusan kilometer jaraknya dari aku! Masih satu pulau, cuma beda provinsi bukan beda alam! Iya, Dit, paham! Itu, kan, yang mau kamu bilang?!" Potong Dilla dengan cepat. Ia beranjak duduk, berhadapan dengan Radit dan menatap laki-laki itu dengan penuh kemarahan.

Meski begitu, Radit dapat melihat kesedihan mendalam di kedua bola mata wanita yang sudah 10 tahun menjadi pacarnya itu. Rasa bersalah kembali menghantamnya dengan begitu kuat.

"Terus kamu maunya gimana, Dil?" Radit menghembuskan napas panjang. Lelah dan frustrasi.

Pertengkaran ini sudah terjadi berkali-kali dan Radit pikir semua sudah teratasi dengan pertunangan mereka kemarin.

"Kamu yang paling tahu mau aku apa, Dit." Jawab Dilla diiringi air mata yang berjatuhan terus membanjiri pipinya.

"Dil, kamu tolong ngertiin aku—"

"Terus yang ngertiin aku siapa, Dit, kalau bukan kamu?" Potong Dilla semakin sesenggukan. "Aku nggak mau ditinggal, Dit. Aku maunya kamu sama aku. Bukan pergi jauh-jauh!"

"Tapi aku kayak gini juga buat wujudin kemauan kamu—"

"Aku nggak butuh kamu jungkir balik cuma buat nikahin aku!" Dilla kembali menyela ucapan Radit. "Apa yang kamu punya sekarang itu udah cukup! Kamu yang terlalu idealis!"

"Aku pengen kamu punya—"

"Aku nggak butuh, Radit! Aku nggak butuh!" Jerit Dilla semakin kehilangan kendali. "Kamu udah 10 tahun sama aku dan harusnya kamu paling tahu apa yang aku butuh!"

Radit kembali bungkam.

Dilla mulai kehilangan tenaganya. Tangisannya semakin menyayat hati Radit dan Radit tak dapat menahan keinginan untuk merengkuh wanita tercintanya itu.

"Dil ..." Radit membawa Dilla ke dalam pelukan. "Maafin aku."

"Kamu tahu apa yang aku butuhin, Dit ..." isak Dilla sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Radit membenamkan wajahnya di puncak kepala Dilla. Ia menghidu aroma sampo yang sudah terpatri dengan sangat dalam di ingatannya. Aroma yang selalu mengingatkannya dengan Dilla.

"Aku tahu dan aku lagi berusaha wujudin—"

Dilla meronta berusaha melepas pelukan Radit saat mendengar jawaban klise Radit yang sudah seperti kaset rusak. Namun Radit menolak untuk menuruti keinginan Dilla begitu saja.

Ia mengeratkan pelukannya dan melanjutkan kalimatnya. "Kasih aku setahun aja, okay?"

Dilla menggeleng pelan. Bukan menolak, hanya lelah karena lagi-lagi Radit tak mendengarkan meski ia tahu apa yang menjadi keinginan utama Dilla.

Tangisan Dilla kehilangan suara, meski air matanya masih bercucuran tanpa bisa dihentikan.

"Please, Yang? Aku udah terlanjur terikat. Kasih aku setahun, abis itu aku balik dan kita nikah. Okay?" Pinta Radit berusaha menenangkan kekalutan di hati Dilla. "Setahun sebentar, kok, Yang."

Dilla tak menjawab. Ia lelah. Ia sudah menolak gagasan itu berulang kali namun Radit tetap pada pendiriannya. Giliran sudah begini, ia bilang sudah terlanjur.

Jadi ... apa sebenarnya perasaannya pernah benar-benar dipertimbangkan oleh Radit?

Waktu itu relatif. Sebentar itu tergantung bagaimana kita menjalankannya, dan Dilla harus mencari tahu bagaimana caranya agar setahun miliknya nanti bisa berlalu lebih cepat seperti yang ia inginkan.



—————❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥—————

The Illicit Affair ✂ - - -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang