1.1

1.4K 149 26
                                    

Didunia ini kasta tertinggi masihlah dipegang oleh alpa.

Terlebih dengan alpa dominan seperti Park Jeongwoo. Lelaki berusia 28 tahun itu diam-diam selalu bersyukur terlahir sebagai alpa.

Ia tidak harus berusaha dengan keras melakukan banyak hal, karena hanya dengan mengandalkan kemampuan alaminya pun ia seolah bisa mewujudkan apapun yang dia ingin.

Namun, saat ini. Pertama kalinya Jeongwoo hanya bisa pasrah dengan keadaan.

Dimana seluruh keluarganya berkumpul. Dan tengah membicarakan rencana perjodohannya dengan seorang omega.

Laki-laki.

Catat dengan baik, omega laki-laki.

Demi Tuhan, Jeongwoo memang berniat menikahi omega, tapi kenapa harus omega laki-laki?

Memang, omega laki-laki memiliki keisimewaannya sendiri.

Jika omega laki-laki mengandung dengan alpa biasa maka yang terlahir akan menjadi alpa dominan. Jika memiliki pasangan manusia biasa atau beta maka bayi tersebut akan tetap memiliki kecerdasan diatas rata-rata.

Entah keberuntungan apa, namun itulah keistimewaan omega laki-laki.

Masalahnya, Jeongwoo tidak menyukai laki-laki.

Bisa dikatakan dia hampir menyentuh sebutan homophobic, atau bahkan sudah?

Menggelikan membayangkan dua lelaki bersama.

Apalagi saat melihat seseorang yang duduk di pojok kursi makan ini.

'Ayah seperti kehilangan akalnya. Bagaimana mungkin menjodohkan aku dengan remaja pubertas itu?' itu penilaian Jeongwoo saat melihat seseorang yang katanya akan menjadi pasangannya.

Yoon Jaehyuk namanya.

Dilihat sekilas saja, Jeongwoo yakin bahwa Jaehyuk yang berusia 19 tahun itu bahkan belum bisa merawat dirinya sendiri. Bagaimana nasibnya jika harus hidup dengan Jeongwoo?

Yang ada Jeongwoo akan seperti mengurus bayi besar.

"Jika aku meminta, bisakah pernikahan dilakukan 3 hari lagi?"

Jeongwoo kaget.

Semua orang disini kaget.

Yoon Jaehyuk meminta menikah 3 hari lagi?

"Nak, bukankah terlalu terburu-buru?" Ibu Jeongwoo bersuara.

Jaehyuk menegakkan tubuhnya dan tersenyum, "Bibi aku minta maaf. Tapi jika tidak seperti itu maka alpa lainlah yang akan menikahiku secepatnya"

Jeongwoo menatap Jaehyuk diam. Memandang remeh dan rendah.

Seistimewa itukah omega laki-laki? Sampai Jaehyuk terlihat sombong dan arogan?

Jeongwoo bahkan sangat setuju jika ada alpa lain yang-

"Baiklah kami setuju"

Jeongwoo sontak menoleh, "Bu"

"Kamu diamlah"

Jeongwoo hanya bisa menghela nafas kasar. Menyandarkan punggungnya.

Dan berharap bahwa semua ini adalah mimpi.

.     .     .      .      .

3 hari kemudian.

Jeongwoo masih dengan diamnya membuka pintu rumahnya.

Hanya rumah biasa dengan dua lantai dan 3 pelayan.

Jaehyuk terus mengikuti Jeongwoo hingga naik ke lantai 2. Arah kamarnya.

"Apa yang kamu lakukan? Mengikutiku?" tanya Jeongwoo didepan pintu kamarnya.

Jaehyuk diam. Menatap Jeongwoo kemudian menatap tas juga kopernya yang sedari tadi selalu ia bawa kemana-mana. Dan itu berat.

"Kamar?" lirih Jaehyuk.

Jeongwoo menghela nafas.

Sedikit melonggarkan dasinya.

"Aku akan mengatakannya. Kita tidak akan sekamar" kata Jeongwoo.

Dahi Jaehyuk mengernyit. Meminta penjelasan lebih.

"Mungkin akan menyinggungmu. Jadi aku minta maaf. Tapi aku menikahimu karena permintaan orangtuaku"

"Dan aku tidak berpikir bahwa kita bisa menjadi pasangan"

Benar. Keduanya sudah menikah. Pagi tadi. Sesuai permintaan Jaehyuk.

Lepas 3 hari setelah pertemuan itu, pernikahan diadakan. Secara privat.

Dan mungkin hanya Jeongwoo menganggap pernikahan yang hari ini baru saja terjadi adalah angin lalu.

Jaehyuk masih menatap Jeongwoo.

Jeongwoo juga menatap lelaki yang lebih muda 9 tahun darinya.

"Jadi kamarmu ada disa-"

"Jika aku setuju dengan apa yang kamu katakan tadi, bisakah aku meminta satu hal?" balas Jaehyuk memotong perkataan Jeongwoo.

Jeongwoo menaikkan kedua alisnya, "Apa?"

"Tolong beri aku uang setiap bulannya" kata Jaehyuk.

Jeongwoo terkekeh didalam hatinya.

Ibunya benar-benar salah mengira tentang anak didepannya ini.

Kemarin ibunya selalu mengatakan bahwa Jaehyuk adalah anak yang dewasa, baik dan sopan.

Jaehyuk berbeda dari anak seusianya.

Tapi sepertinya itu sangat salah.

"Hanya itu?" tanya Jeongwoo.

Jaehyuk mengangguk.

"Baiklah, aku akan selalu memberimu uang dan kamu bisa meminta padaku jika itu kurang" balas Jeongwoo.

Jeongwoo menyimpulkan, Jaehyuk hanyalah anak berusia 19 tahun yang masih kekanakan dan merepotkan.

Jaehyuk tersenyum dan mengangguk, "Kamarku ada dibawah sana? Lantai 1? Baiklah" katanya kemudian kembali turun.

Jeongwoo hanya memperhatikan sekilas Jaehyuk yang sebenarnya kerepotan dengan barang bawaannya.

.      .      .      .      .

Esok paginya.

Saat Jeongwoo yang baru saja menuruni anak tangga melihat meja makan terasa lebih hidup dari biasanya.

Kenapa?

Karena Yoon Jaehyuk ada disana.

Sedang sarapan bersama dengan 3 pelayan. Meskipun terlihat 3 pelayan itu sangat canggung harus makan bersama di meja makan yang tidak terlalu sering Jeongwoo gunakan.

"Tuan" serentak 3 pelayan itu langsung berdiri saat melihat Jeongwoo datang.

Jaehyuk ikut berdiri, "Aku yang mengajak mereka sarapan bersama. Maaf lancang"

Jeongwoo mengernyitkan dahinya.

Baru saja semalam Jaehyuk seperti anak manja yang memotong perkataannya dan meminta uang bulanan.

Dan sekarang menjelma menjadi anak yang memiliki sopan santun?

"Aku tidak masalah" balas Jeongwoo kemudian akan pergi.

Namun,

"Apakah kamu tidak sarapan?" tanya Jaehyuk.

Jeongwoo berhenti sejenak, "Aku tidak terbiasa sarapan" katanya kemudian kembali berjalan.

Meninggalkan Jaehyuk yang memandang punggung tegap itu hingga hilang dibalik pintu.

"Apakah, um- Jeongwoo hyung tidak pernah sarapan?" tanya Jaehyuk ragu, ia tidak yakin bagaimana harus memanggil Jeongwoo.

"Tuan sangat jarang makan dirumah. Alasannya karena sibuk dengan pekerjaannya" kata salah satu pelayan.

Jaehyuk mengangguk dan kembali duduk.

Melanjutkan sarapan dan sedikit berpikir mengenai beberapa hal.

'Setidaknya dia tidak seburuk itu' 

His EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang