4

93 8 2
                                    

"biar ku bantu" ucap Sean sembari memindahkan gulungan-gulungan karton dalam dekapan White ke tangannya.

"ah,, Sean.." tegur White agak terkejut dengan kehadiran Sean.

"Tugasmu banyak sekali White" Sean mulai berbasa-basi

"tidak, ini punya teman yang lain juga" jawab White

Sean mengangguk paham "hm White, apa nanti malam kau ada rencana?" tanya Sean

White berlagak berpikir kemudian menggeleng lucu. "mau ikut aku nonton di bioskop Drive-in?" tanya Sean lagi

"Drive-in? menonton dari mobil?" tanya White antusias, sepersis seperti anak kecil yang baru mendapatkan sepeda baru. Sean mengangguk semangat menjawabnya

"aku mau, aku mau..... sebelum libur semester phi Black janji untuk ke sana, tapi tidak terlaksana juga sampai hari ini, menyebalkan!" keluh White dengan mamayunkan bibirnya

"jangan cemberut, nanti malam kita kesana" hibur Sean lembut. sebuah senyuman manis dan lebar terbit pada wajah cantik dari pria pendek disisinya, membuat Sean mau tidak mau pun ikut tersenyum. lucu sekali White ini, bagaimana bisa pria malaikat seperti White menjadi adik dari Black si bayang-bayang setan itu, kembaran pula.

dan sampailah mereka didepan ruang dosen, White ijin mengantarkan tugas-tugas kelasnya kedalam, sedangkan Sean masih dengan setiah menunggu diluar ruangan.

"nanti aku jemput dimana?" tanya Sean, kini keduanya tengah berjalan beriringan menuju kantin fakultas

"dirumahku" jawab White tanpa beban

"tapi aku tidak tahu alamat rumahmu White"

"hah? serius? bukannya kau teman phi Black? ku pikir kau sudah tahu" kata White kebingungan

Sean hanya tersenyum saja, tidak tahu harus menjawab apa, karena nyatanya dirinya dan Black bukan sepasang teman, melainkan rival.

ting! satu pesan masuk keponsel White, itu dari Black, mengatakan sebentar lagi dia akan menjemput White di fakultasnya.

"yah sudah, simpan nomorku saja, nanti aku kirim lokasinya" putus White sembari menunjukan layar ponselnya pada Sean, agar Sean bisa mengscand code QR nomornya ke ponsel pria itu. dengan cepat Sean melakukannya.

"kau tidak makan?" tanya Sean heran melihat White malah berbelok kehalaman fakultas

White menggeleng "phi Black akan menjemputku, kami makan dirumah saja" jawab White seraya melambai pada Sean tanda perpisahan.

dari tempatnya berdiri Sean bisa melihat mobil Black yang memasuki halaman fakultas, terparkir didekat White, kemudian Black turun, hanya untuk membukakan pintu untuk White, setelah itu ikut masuk kembali ke mobil dan kemudian melaju meninggalkan pelataran kampus.

"cih... dia begitu menjaga adiknya, seperti nanti dia akan selalu hidup dengan adiknya" cibir Sean merasa heran dengan sikap Black yang terlihat begitu memanjakan White. didetik berikutnya saat matanya mentap ponselnya, Sean tersenyum senang, lalu dia berseruh keras, hingga membuat beberapa orang disekitarnya menatapnya aneh

"yeesss!!! bukan hanya alamatnya yang kau dapatkan Sean, tapi nomor telponnya juga!!!!" pria itu terlalu bahagia hanya karena White berbagi nomor telponnya pada Sean. Ah Sean terlalu jatuh cinta.

***

White memoleskan lip blam cherry favoritenya kebibirnya yang sexy itu, kemudian merapikan beberapa helai rambutnya yang jatuh menutupi keningnya, lalu beranjak mengambil mini bagnya yang ada di atas ranjang, kemudian turun kebawah, pasalnya Sean mengatakan sudah hampir sampai ke rumahnya.

"Baby, kau mau kemana?" tanya Black bingung, sejak tadi White tidak memberi tahunya sama sekali, mana malam ini White terlihat begitu cantik pula, ohh bibirnya sangat menggiurkan.

"nonton di bioskop Drive-in" jawab White sembari mengenakan sepatunya, melihat itu Black segerah berjongkok dibawah kakinya kemudian memasangkan tali sepatu White dengan benar, sedangkan White mencoba menyamankan diri di sofa

"phi janji nanti baby, malam ini kita dinner di Road cafe saja bagaimana? hm?" tawar Black masih setiah mengikat tali sepatu adiknya.

"ih, siapa bilang aku mau pergi dengan phi Black, aku akan pergi dengan Sean, kami sudah janjian tadi" jawab White polos

"Sean?" tanya Black mula emosi, dia bahkan lupa memasangkan sepatu kiri White ke kaki adiknya.

White mengangguk lucu "iya Sean, teman phi Black"

Black berdiri "dengar White, phi dan Sean tidak pernah menjadi teman, dan kau tidak boleh pergi dengannya malam ini, phi tidak suka!!" ucap Black tegas

"tap....." ucapan white terpotong sebab salam selamat malam yang diseruh Sean menginterupsi keduanya

"Brengsek! untuk apa kau kemari hah!!??" tanya Black murka

"menjemput White" jawab Sean tak perduli

"hay White" sapa sean lembut, matanya menatap penuh damba pada sosok cantik yang tengah terduduk di sofa

"pulang kau brengsek!!" usir Black tak perduli perasaan Sean, dia mendorong keras tubuh Sean hingga hampir mencapai tangga teras.

"phi Black!!!" seruh White dari dalam, dia mencurutkan bibirnya tanda tak suka

"jangan kasar pada Sean, White yang mau pergi memonton dengan Sean, White yang minta Sean kesini" lanjut White begitu Black menoleh padanya.

"tidak ada nonton bersama Sean baby!" tegas Black sekali lagi, dia berjalan masuk kembali kerumahnya kemudian mengancang untuk menutup pintu rumahnya, sama sekali tak membiarkan Sean untuk bertemu White

"phi nhaaa......" rajuk White hampir menangis mata beloh nan cantik itu kini digenangi air mata, membuat Black akhirnya luluh, tak kuat dia melihat adik kembarnya itu menangis

"baiklah, tapi aku ikut!" putus Black membuat white sedikit legah, meski tak puas dengan keputusan Black.

"enak saja, kau tidak boleh ikut, mengganggu!" jawab Sean sama sekali tak ingin kencan pertamanya diganggu Black

"aku ikut, atau tidak pergi sama sekali??" ancam Black memberi pilihan yang sulit

Sean melengos dengan putus asah, dia kembali menyugar rambutnya "sial hoyyy!!" makinya makan hati.

Black tersenyum licik "kau pikir aku mudah saja membiarkan adikku bersamamu, ingat Sean sampai kapanpun kita adalah rival!!" kata Black tajam

"terserah kau pengganggu!" balas Sean benar-benar putus asah, sial sekali Black ini

"apa kita jadi pergi?" tanya white yang melihat Black dan Sean saling berbisik

"jadi baby" jawab Black masih dengan senyum liciknya kearah Sean, kemudian dia berbalik mendekati adiknya, kembali berjongkok untuk memasang satu sepatu lagi pada kaki putih nan mulus milik White.

Sean hanya bisa menaikan alisnya merasa heran dengan sikap Black yang sepertinya terlalu memuja White. saudara kembar mana coba yang mau memasang sepatu pada saudara kembarannya yang sama-sama normal tidak cacat sedikitpun dengan cara yang lembut seperti kaki itu akan retak berkeping-keping jika dikasari.

"ayok berangkat!" ajak white senang bukan main. 

Tiga Garis BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang